38°C
20 April 2024
Jurnalis Kampus Nasional Webinar

HMP UGM Mengadakan Workshop Jurnalistik, Gandeng Tiga Jurnalis Media Massa

  • Juni 12, 2021
  • 3 min read
  • 35 Views
HMP UGM Mengadakan Workshop Jurnalistik, Gandeng Tiga Jurnalis Media Massa

“Wartawan yang baik adalah wartawan yang mau terjun ke lapangan,” ujar Valentina Sitorus, Jurnalis Kompas TV, saat mengisi materi Workshop Jurnalistik 2021 via Zoom Meeting, Sabtu (12/06).

Workshop yang diselenggarakan Himpunan Mahasiswa Pascasarjana (HMP) Universitas Gajah Mada (UGM) ini, diikuti sekitar 300 peserta dari berbagai wilayah di Indonesia.

Selain Valentina Sitorus, HMP UGM juga menghadirkan Aldi Hawari, Jurnalis CNN Indonesia dan Marvin Sulistio, Jurnalis Metro TV sebagai pemateri.

Valentina Sitorus, dalam materinya mengatakan, saat ini pers selalu dibayangi oleh media sosial (medsos). Bahkan banyak pihak yang ingin menggunakan medsos untuk melakukan kebijakan atau memang menggerakkan sesuatu yang berlawanan.

“Di sinilah pers berperan, yakni menjadi penengah di antara kondisi ‘saling serang’ antar netizen. Pers diharapkan mampu menjadi penjelas kepada masyarakat tentang sesuatu yang masih tersembunyi. Misal soal kebijakan pemerintah yang belum tersampaikan secara transparan,” jelasnya.

Ia juga menjelaskan, kegiatan jurnalistik adalah berupa penyebarluasan, bagaimana sebuah informasi dikelola lewat liputan, lewat laporan peristiwa penulisan berita, penyuntingan naskah hingga diperluaskan melalui media massa.

“Terdapat perbedaan antara informasi biasa dengan berita. Yang bisa dikatakan berita adalah informasi yang memiliki nilai, sedangkan informasi adalah hal unik yang berbeda dengan berita. Sejatinya, pola penulisan jurnalistik maupun kode etik tidak boleh berubah, yang berubah adalah pola peliputan,” katanya.

Aldi Hawari, dalam materinya mengungkapkan, seorang jurnalis harus mematuhi sembilan elemen Jurnalistik. Di antaranya, loyalitas kepada masyarakat dan disiplin verifikasi.

“Artinya pada saat meliput, menyiarkan suatu berita jangan sampai berita kita itu berita yang tidak bisa dipertanggungjawabkan isinya. Jangan mementingkan kecepatan, kecepatan itu perlu tapi yang paling penting adalah kecepatan itu dibarengi dengan verifikasi yang tepat,” tegasnya.

Baca Juga:  Merayakan Hari Kemenangan

Kemudian, melindungi independensi narasumber dan kontrol sosial. “Artinya kita tidak boleh ada di satu pihak. Makanya kita sebagai negara demokrasi harus disertai dengan adanya beroposisi, demokrasi itu harus dikontrol dan Jurnalis itu adalah salah satu alat untuk pengontrol demokrasi di suatu negara agar bisa berjalan dengan tepat.”

Selanjutnya, berita yang disampaikan harus menarik bagi orang, membuat berita yang komprehensif atau benar, dan bergerak berdasarkan hati nurani.

Aldi Hawari juga menjelaskan beberapa tipe wawancara, yakni interview informal, investigatif, adversial, personalia, emotional, personalisasi, actuality, phoner, voxpop, dan doorstop.

“Jadi yang paling penting sebagai Jurnalis itu adalah kita bisa kritis, mengkritisi suatu peristiwa, kalau kita sebagai jurnalis itu harus punya namanya helikopter king, artinya kita melihat dari atas, dari segala angle, dari semua sisi itu bisa jadi bahan amunisi kita untuk men-challange narasumber kita,” ungkapnya.

Ada pun tips merancang interview, antara lain editorial, yaitu rapat dengan team atau Pemimpin Redaksi, untuk menentukan headline atau narasumber yang akan diwawancara. “Setelah itu research, cari background narasumber dan headline, lalu eksekusi (running the program),” lugasnya.

Kemudian materi terakhir dibawakan oleh Marvin Sulistio. Dalam materinya ia mengungkapkan, “Kita harus kembali pada roh kita bahwa seorang jurnalis adalah seorang story teller, tukang dongeng, tukang cerita. Jadilah jembatan informasi yang baik. Jadilah jurnalis yang mau berbagi.”

Menurutnya, setiap orang bisa jadi jurnalis, tetapi tidak semua orang bisa menciptakan karya jurnalistik yang sesuai dengan kaidah-kaidah jurnalistik.

Marvin Sulistio juga menegaskan bahwa seorang jurnalis saat menggali pertanyaan jangan hanya berdasarkan modal berani, tetapi berdasarkan prinsip apa yang ingin di tuju. Pertanyaan setidaknya mewakili masyarakat.

Baca Juga:  UKPM Kronika IAIN Metro Gelar OCM 2

“Jurnalis jangan hanya berpatokan pada daftar pertanyaan yang sudah disiapkan, kita harus paham dengan alurnya, kalau kita tidak ngerti ya nanti terdengar narasumber ‘kan sudah saya jelaskan di awal tadi ‘kan repot,” ujarnya.

(Reporter/Novia)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *