38°C
19 April 2024
Opini

Konsultasi Agama

  • Juni 10, 2012
  • 13 min read
  • 23 Views
Konsultasi Agama

Konsultasi Agama
Konsultan: Drs. M. Shaleh. M.Ag (Ketua MUI kota Metro)

1.Bagaimana pandangan Islam tentang MLM (Multi Level Marketing) dan bagaimana hukumnya? Fathur Rahman (PBI/II)

Multi Level Marketing (MLM) bukanlah hal yang baru lagi di Indonesia. MLM adalah sistem penjualan yang memanfaatkan konsumen sebagai tenaga penyalur secara langsung. Harga barang yang ditawarkan di tingkat konsumen adalah harga produksi ditambah komisi yang menjadi hak konsumen karena secara tidak langsung telah membantu kelancaran distribusi. Tapi sekarang ini, banyak bermunculan bisnis-bisnis yang berkedok MLM atau yang biasa kita sebut sebagai money game (Penggandaan Uang). Perusahaan penggandaan uang yang berkedok MLM ini biasanya menawarkan berbagai kemudahan dan janji-janji yang menggiurkan untuk menarik perhatian. Dan tidak sedikit orang yang merasa tertarik dan akhirnya tertipu, karena kenyataan yang diterima tidaklah sesuai dengan yang dijanjikan.
Selama ini sistem MLM dipertanyakan kehalalannya. Karena dengan bermunculannya bisnis yang berkedok MLM ini telah menimbulkan banyak korban penipuan, dan hal ini tentu saja tidak sesuai dengan syari’ah. Tidak itu saja, dalam operasional MLM sendiri, terkesan adanya eksploitasi yang dilakukan oleh pihak up line terhadap pihak down line. Hal ini dikarenakan pihak up line sebagai pihak yang menerima passive income, yang dengan tanpa bekerja dapat memperoleh penghasilan karena mendapat bonus yang diberikan oleh pihak down line. Sebenarnya, bagaimana pandangan Islam terhadap bisnis MLM ini?
Memang perlu dilakukan pengkajian secara mendalam mengenai MLM itu sendiri. Karena di dalam MLM masih mengandung unsur yang belum jelas (gharar). Termasuk masalah akad yang digunakan masih belum jelas. Jika menggunakan akad jual beli (al-ba’i), syarat dan rukun jual beli harus terpenuhi pada kegiatan MLM, seperti penjual, pembeli dan barang yang diperjualbelikan.

MLM yang sesuai dengan syari’ah
Sesuai Fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) No 75/VII/2009, MUI telah menetapkan 12 syarat yang harus dipenuhi oleh perusahaan MLM yang ingin mendapat sertifikat syariah dari MUI. Dua belas syarat tersebut di antaranya:
• Memiliki niat, Kasbil halal (memperoleh penghasilan yang halal), Irtifah ummah (mengangkat derajat ekonomi umat), dan Muamalah Islami (melakukan perniagaan secara Islami)
• Memiliki prinsip yang sesuai dengan prinsip-prinsip muamalah Islam
• Memiliki orientasi untuk meraih kebahagiaan dunia dan akhirat
• Memiliki komoditas yang bersifat halalan tayiban (halal lagi baik)
• Dapat melakukan pembinaan berupa tarbiyah, ukhuwah, dakwah bil hal
• Memiliki strategi pemasaran yang akhlakul karimah dan memenuhi rukun jual beli serta ikhlas
• Memiliki strategi pengembangan jaringan yaitu melalui metode silaturahim dan ukhuwah
• Memiliki keanggotaan Muslim dan non-Muslim (dengan syarat mau mengikuti aturan yang telah ditetapkan)
• Sistem pendapatan yang diterapkan lebih adil dan dapat menyejahterakan
• Alokasi pendapatan melalui zakat, infak, sedekah (ZIS) dan kemaslahatan umat Islam
• Sistem pengelolaan dengan memegang prinsip amanah
• Memiliki pengawas syari’ah terdiri atas Dewan Pengawas Syariah dari MUI Pusat
Melihat begitu ketatnya syarat yang harus dipenuhi agar perusahaan MLM bisa mendapatkan sertifikasi, mengakibatkan tidak banyak perusahaan yang lulus uji untuk waktu sekarang. Tetapi keuntungan yang dapat diambil dengan diberlakukannya syarat-syarat tersebut, membuat pengusaha dan mitra bisnisnya dapat terhindar dari praktik bisnis yang haram atau syubhat.

Perbedaan yang paling mendasar antara MLM syari’ah dengan MLM yang banyak beredar di kalangan masyarakat saat ini (MLM konvensional) adalah:
• Sebagai perusahaan yang beroperasi syari’ah, niat, konsep, dan praktek pengelolaannya senantiasa merujuk kepada Al-Qur’an dan Hadist Rasulullah SAW. Dan oleh karenanya struktur organisasi perusahaan pun dilengkapi dengan Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari MUI untuk mengawasi jalannya perusahaan agar sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah Islam.
• Usaha MLM syari’ah pada umumnya memiliki visi dan misi yang menekankan pada pembangunan ekonomi nasional. Upaya ini dilakukan melalui penyediaan lapangan kerja, produk-produk kebutuhan sehari-hari dengan harga terjangkau, dan pemberdayaan usaha kecil dan menengah di Tanah Air, demi meningkatkan kemakmuran, kesejahteraan, dan meninggikan martabat bangsa.
• Sistem pemberian insentif disusun dengan memperhatikan prinsip keadilan dan kesejahteraan. Juga, dirancang semudah mungkin untuk dipahami dan dipraktikkan. Selain itu, memberikan kesempatan kepada distributornya untuk memperoleh pendapatan seoptimal mungkin sesuai kemampuannya melalui penjualan, pengembangan jaringan, ataupun melalui keduanya.
• Dalam hal marketing plan-nya, MLM syari’ah pada umumnya mengusahakan untuk tidak membawa para distributornya pada suasana materialisme dan konsumerisme, yang jauh dari nilai-nilai Islam. Bagaimanapun, materialisme dan konsumerisme pada akhirnya akan membawa pada kemubaziran yang terlarang dalam Islam

Baca Juga:  Bacalah!!

2.Bagaimanakah hukumnya apabila ada seseorang melakukan perkawinan/pernikahan yang ijab qobulnya melalui media elektronik. Perkawinan itu sah atau tidak? Sedangkan pada masa Rasulullah hal tersebut tidak ada. Ane minta penjelasan beserta dalilnya, jika hukum tersebut sah. Terimakasih. Wassalam. Eri Hermawan (AHS/II)
Orang yang menikah lewat telpun dan internet tidak lepas dari dua keadaan :
Keadaan Pertama : Salah satu pihak yang melakukan akad serta dua orang saksi tidak yakin dengan suara pihak kedua. Maka dalam hal ini, pernikahan lewat telephon dan internet hukumnya tidak sah.
Inilah yang diputuskan oleh Lajnah Daimah li al Ifta’ ketika ditanya masalah tersebut, mereka memutuskan sebagai berikut : “Dengan pertimbangan bahwa pada hari-hari ini banyak penipuan dan manipulasi, serta canggihnya orang untuk meniru pembicaraan dan suara orang lain. Bahkan diantara mereka ada yang bisa meniru suara sekelompok laki-laki dan perempuan baik yang dewasa maupun yang masih anak-anak. Dia meniru suara dan bahasa mereka yang bermacam-macam sehingga bisa menyakinkan orang yang mendengar bahwa yang bicara tersebut adalah orang banyak, padahal sebenarnya hanya satu orang.
Begitu juga mempertimbangkan bahwa Syari’at Islam sangat menjaga kemaluan dan kehormatan, dan agar berhati-hati dalam masalah tersebut lebih dari masalah lainnya seperti muamalah. Oleh karenanya, Lajnah memandang bahwa seharusnya tidak menyandarkan secara penuh akad pernikahan ijab dan qabul serta perwakilannya dengan menggunakan alat telephon, agar tujuan syari’at bisa teralisir serta lebih menekankan kepada penjagaan terhadap kemaluan dan kehormatan. Sehingga tidak memberikan kesempatan kepada orang-orang jahat untuk bermain-main dalam masalah ini dengan manipulasi dan penipuan. Wabillahi at Taufiq.“
Keadaan Kedua : kedua belah pihak yang melakukan akad sangat mengenal suara antara satu dengan yang lain, begitu juga dua orang saksi yakin bahwa itu suara dari pihak kedua yang melakukan akad. Pada kondisi seperti ini, persaksian atas pernikahan tersebut dianggap sah, dan pernikahannya sah juga. Khususnya dengan kemajuan teknologi sehingga seseorang bisa bicara langsung dengan pihak kedua melalui gambar dan suara, sebagaimana yang terdapat dalam teleconference.
Dalam hal ini Syekh Bin Baz, mufti Negara Saudi ketika ditanya oleh seseorang yang menikah lewat telephon dan mereka saling mengenal suara masing-masing pihak, beliau menyatakan bahwa pernikahaannya sah.
Tetapi walaupun demikian tidak dianjurkan bagi orang yang ingin menikah untuk menggunakan alat teknologi seperti yang diterangkan di atas kecuali dalam keadaan terpaksa dan darurat. Hal itu untuk sifat kehati-hatian di dalam melakukan pernikahan karena berhubungan dengan kehormatan seseorang. Wallahu A’lam

3.Bagaimana pendapat Bapak mengenai “Ghazwul Fikri” di kalangan mahasiswa dan cara apa yang bisa dilakukan mahasiswa untuk mengantisipasi hal tersebut? Za (PBI/II)

Istilah perang pemikiran (ghazwul fikri) di berbagai media termasuk media online mencuat deras. Dengan menggunakan dalih kebebasan mengemukakan pendapat mereka mencoba mematahkan dan menerobos sendi-sendi Islam yang mana bila ajaran Islam tak dipahami betul oleh umat Islam akan menjadi mudah terbawa arus pola pikir mereka hingga membenarkan anggapan mereka.
Dalam Al-Qur’an, geliat kaum seperti ini telah dijelaskan sebagaimana potongan ayat:
“….Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu…” (Al Baqarah [2] : 217).
Empat belas abad yang lalu, di saat Islam mencapai puncaknya, Rasulullah SAW telah memprediksikan tentang nasib ummat Islam di masa yang akan datang, sebagai tanda nubuwwah beliau. Nasib ummat Islam pada masa itu digambarkan oleh Rasulullah seperti seonggok makanan yang diperebutkan oleh sekelompok manusia yang lapar lagi rakus.
Sebagaimana tersebut dalam sebuah hadits: “Beberapa kelompok manusia akan memperebutkan kalian seperti halnya orang-orang rakus yang memperebutkan hidangan.”
Seorang sahabat bertanya, “Apakah karena kami waktu itu sedikit, ya Rasulullah?”. Jawab Rasul : “Tidak! Bahkan waktu itu jumlah kalian sangat banyak. Akan tetapi kalian waktu itu seperti buih lautan. Dan sungguh, rasa takut dan gentar telah hilang dari dada musuh kalian. Dan bercokollah dalam dada kalian penyakit wahn”.
Kemudian sahabat bertanya, “Apakah yang dimaksud dengan penyakit wahn itu ya Rasulullah?”. Jawab beliau : “Cinta dunia dan takut mati”. Kita bisa membayangkan bagaimana nasib seonggok makanan yang menjadi sasaran perebutan dari orang-orang kelaparan yang rakus. Tentu saja dalam sekejap mata makanan yang tadinya begitu menarik menjadi hancur berantakan tak berbekas, lumat ditelan para pemangsanya.
Demikian pula dengan kondisi ummat Islam saat ini. Ummat Islam menjadi bahan perebutan dari sekian banyak kepentingan yang apabila kita kaji lebih jauh ternyata tujuan akhirnya adalah sama, kehancuran ummat Islam !
Banyak pihak yang memusuhi kaum muslimin. Allah memberikan informasi kepada kita siapa saja musuh-musuh kaum muslimin. Ada beberapa kelompok besar manusia yang dalam perjalanan sejarah selalu mengibarkan bendera permusuhan dan perang terhadap kaum muslimin. Adapun kelompok-kelompok tersebut adalah:

Baca Juga:  Perang Politik Sebagai Identitas Negara?

1. Orang-Orang Yahudi dan Nashrani
“Orang-orang Yahudi dan Nashrani tidak akan pernah rela terhadap kalian, sehingga kalian mengikuti jejak mereka…” (Al Baqarah [2] :120).

2. Orang-orang Musyrik
“Sesungguhnya telah kalian dapati orang-orang yang paling besar permusuhannya terhadap orang-orang yang beriman adalah orang-orang Yahudi dan orang-orang musyrik….” (Al Maidah [5] :82).

3. Orang-orang Munafik
“Apabila orang-orang munafiq datang kepadamu, mereka berkata: ‘Kami mengakui, bahwa kamu benar-benar Rasulullah’. Dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya kamu benar-benar Rasul-Nya’, dan Allah mengetahui bahwa sesungguhnya orang-orang munafiq itu benar-benar orang pendusta” (Al Munafiqun [63] : 1).
“Orang-orang munafiq laki-laki dan perempuan, sebagian dengan sebagian yang lain adalah sama, mereka menyuruh berbuat yang mungkar dan melarang yang ma’ruf dan menggenggam tangannya (kikir). Mereka telah melupakan Allah, maka Allah melupakan mereka. Sesungguhnya orang-orang munafiq itulah orang-orang yang fasik” (At Taubah [9]: 67).
Meskipun mereka (musuh-musuh Islam) itu nampaknya berbeda, tetapi sesungguhnya di dalam memerangi kaum muslimin mereka bersatu padu melakukan konspirasi (persekongkolan) yang berskala Internasional. Mereka berusaha tanpa mengenal lelah dan berputus asa.
“Dan tiada henti-hentinya mereka selalu memerangi kalian sehingga kalian murtad dari agama kalian, jika mereka mampu…” (Al Baqarah [2] : 217).
Ada dua jenis peperangan yang selalu mereka lancarkan terhadap ummat Islam, yaitu perang secara fisik (militer) dan perang secara non fisik (pemikiran), yang lebih dikenal dengan istilah ghazwul fikri.

Metode Jitu
Ketika cahaya Islam mulai menyebar luas meliputi wilayah Persi, Syiria, Palestina, Mesir dan menyeberang daratan Eropa sampai Spanyol, maka kaum Salibis, Yahudi dan orang-orang Paganis segera membendung laju kebenaran Islam. Mereka khawatir kalau cahaya Islam akan menerangi seluruh belahan dunia. Maka kemudian digelarlah peperangan yang panjang yang kita kenal dengan nama perang salib.
Selama perang salib yang berlangsung delapan periode itu, tak sekalipun ummat Islam dapat dikalahkan. Mereka berpikir keras bagaimana cara mengalahkan ummat Islam. Setelah melalui pemikiran yang panjang akhirnya mereka mengambil kesimpulan sebagaimana dikemukakan oleh Gladstone, salah seorang perdana menteri Inggris, “Selama Al Qur’an ini ada di tangan ummat Islam, tidak mungkin Eropa akan menguasai dunia Timur”.
Mereka selanjutnya menyusun langkah-langkah untuk menjauhkan umat Islam dari ajarannya. Dengan metode yang sistematis mereka memulai melancarkan serangan pemikiran yang berujud program-program yang dikemas dengan menarik. Sehingga tanpa disadari, ummat Islam sudah mengikuti mereka bahkan menjadi pendukung program-program yang mereka adakan. Di samping tipu daya yang berbentuk perang pemikiran, perusakan akhlaq, sekulerisasi sistem pendidikan serta penjajahan di negeri-negeri kaum muslimin yang telah dikuasai, mereka juga mengeruk seluruh kekayaan kaum muslimin. Hal itu berhasil mereka lakukan setelah melalui perjalanan panjang.
Dibandingkan dengan perang fisik atau militer, maka perang pemikiran atau ghazwul fikri ini memiliki beberapa keunggulan, antara lain:
1. Dana yang dibutuhkan tidak sebesar dana yang diperlukan untuk perang fisik.
2. Sasaran tidak terbatas.
3. Serangannnya dapat mengenai siapa saja, di mana saja dan kapan saja.
4. Tidak ada korban dari pihak penyerang.
5. Sasaran yang diserang tidak merasakan bahwa sesungguhnya dirinya dalam kondisi diserang.
6. Dampak yang dihasilkan sangat fatal dan berjangka panjang.
7. Efektif dan efisien.

Sasaran Perang Pemikiran
Yang menjadi sasaran perang pemikiran adalah pola pikir dan akhlaq. Apabila seseorang sering menerima pola pikir sekuler, maka iapun akan berpikir ala sekuler. Bila sesorang sering dicekoki paham komunis , materialis, fasis, marksis, liberalis, kapitalis atau yang lainnya. Maka merekapun akan berpikir dari sudut pandang paham tersebut.
Sementara itu dalam hal akhlak, boleh jadi pada awalnya seseorang menolak terhadap suatu tata cara kehidupan tertentu, namun karena tiap kali ia selalu mengkonsumsi tata cara tersebut, maka lama kelamaan akan timbul perubahan dalam dirinya.
Yang semula menolak, akan berubah menjadi menerima. Dari yang sekedar menerima itu akan berubah menjadi suka. Selanjutnya akan timbul dalam dirinya tata sikap yang sama persis dengan mereka. Bahkan pada akhirnya ia akan menjadi pendukung setia tata hidup jahiliyah tersebut. Seperti contohnya adanya pergaulan bebas antara wanita dan pria yang bukan muhrim, seperti kita lihat dalam kehidupan sehari-hari.
Demikianlah bahaya perang pemikiran. Ia akan menyeret seseorang ke dalam jurang kesesatan dan kekafiran tanpa terasa. Ibaratnya seutas rambut yang dicelupkan ke dalam adonan roti, kemudian ditarik dari adonan tersebut. Tak akan ada sedikitpun adonan roti yang menempel pada rambut. Rambut itu keluar dari adonan dengan halus sekali tanpa terasa. Demikianlah, seseorang hanya tahu bahwa ternyata dirinya sudah berada dalam kesesatan, tanpa terasa!

Baca Juga:  Mengenal Sosok Ketua Sema-I IAIN Metro 2020

Ada beberapa jenis perang pemikiran, di antaranya :
1.Perusakan Akhlaq
Dengan berbagai media musuh-musuh Islam melancarkan program-program yang bertujuan merusak akhlaq generasi muslim. Mulai dari anak-anak, remaja, dewasa, sampai yang tua renta sekalipun. Di antara bentuk perusakan itu adalah lewat majalah-majalah, televisi, serta musik. Dalam media-media tersebut selalu saja disuguhkan penampilan tokoh-tokoh terkenal yang pola hidupnya jelas-jelas jauh dari nilai-nilai Islam. Mulai dari cara berpakaian, gaya hidup dan ucapan-ucapan yang mereka lontarkan.
Dengan cara itu, mereka telah berhasil membuat idola-idola baru yang gaya hidupnya jauh dari adab Islam. Hasilnya betul-betul luar biasa, banyak generasi muda kita yang tergiur dan mengidolakan mereka. Na’udzubillahi min dzalik!
2.Perusakan Pola Pikir
Dengan memanfaatkan media-media tersebut di atas, mereka juga sengaja menyajikan berita yang tidak jelas kebenarannya, terutama yang berkenaan dengan kaum muslimin. Seringkali mereka memojokkan posisi kaum muslim tanpa alasan yang jelas. Mereka selalu memakai kata-kata; teroris, fundamentalis untuk mengatakan para pejuang kaum muslimin yang gigih mempertahankan kemerdekaan negeri mereka dari penguasaan penjajah yang zhalim dan melampui batas. Sementara itu di sisi lain mereka mendiamkan setiap aksi para perusak, penindas, serta penjajah yang sejalan dengan mereka; seperti Israel, Atheis Rusia, Fundamentalis Hindu India, Serbia, serta yang lain-lainnya. Apa-apa yang sampai kepada kaum muslimin di negeri-negeri lain adalah sesuatu yang benar-benar jauh dari realitas. Bahkan, sengaja diputarbalikkan dari kenyataan yang sesungguhnya.

3.Sekulerisasi Pendidikan
Hampir di seluruh negeri muslim telah berdiri model pendidikan sekolah yang lepas dari nilai-nilai keagamaan. Mereka sengaja memisahkan antara agama dengan ilmu pengetahuan di sekolah. Sehingga muncullah generasi-generasi terdidik yang jauh dari agamanya. Sekolah macam inilah yang mereka dirikan di bumi Islam pada masa penjajahan (imperialisme), untuk menghancurkan Islam dari dalam tubuhnya sendiri.

4.Pemurtadan
Ini adalah program yang paling jelas kita saksikan. Secara terang-terangan orang-orang non muslim menawarkan “bantuan” ekonomi; mulai dari bahan makanan, rumah, jabatan, sekolah, dan lain-lainnya untuk menggoyahkan iman orang-orang Islam.

Bermain Tipu Muslihat

Pastor Takly berkata: “Kita harus mendorong pembangunan sekolah-sekolah ala Barat yang sekuler. Karena ternyata banyak orang Islam yang goyah aqidahnya terhadap Islam dan Al Qur’an setelah mempelajari buku-buku pelajaran Barat dan belajar bahasa asing”.

Samuel Zwemer dalam konferensi Al Quds untuk para pastor pada tahun 1935 mengatakan: “Sebenarnya tugas kalian bukan mengeluarkan orang-orang Islam dari agamanya menjadi pemeluk agama kalian. Akan tetapi menjauhkan mereka dari agamanya (Al Qur’an dan Sunnah). Sehingga mereka menjadi orang-orang yang putus hubungan dengan Tuhannya dan sesamanya (saling bermusuhan), menjadi terpecah- belah dan jauh dari persatuan. Dengan demikian kalian telah menyiapkan generasi-generasi baru yang akan memenangkan kalian dan menindas kaum mereka sendiri sesuai dengan tujuan kalian”.

Jadi, Berhati-hatilah!

Begitu banyak perang pemikiran yang ada seharusnya tak membuat kita lengah. Banyak-banyaklah kita menambah wawasan dan keilmuan tentang Islam. Karena mereka sendiri juga menyerang dari segi ilmu Islam dengan pengertian mereka sendiri. Jangan pedulikan anggapan dan pemikiran fiktif mereka. Pemikiran mereka sebenarnya adalah pemikiran yang lemah dan tak berarti apa-apa jika landasan iman dan pengetahuan kita tentang Islam telah kuat. Karena sesungguhnya akal manusia selamanya tak akan mungkin mampu mengalahkan wahyu yang datang dari Tuhan semesta alam, yakni Allah subhanahu wa ta’ala.

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *