38°C
19 April 2024
Uncategorized

Menjalin Persaudaraan

  • Oktober 27, 2010
  • 5 min read
  • 19 Views
Bulan Ramadhan adalah bulan penuh keberkahan. Mengingat banyaknya keberkahan yang Allah SWT sediakan bagi orang beriman di bulan suci Ramadhan. Maka sepatutnya, di bulan yang penuh dengan rahmatNya, sebagai seorang muslim kita diutamakan untuk lebih mendekatkan diri kepada sang Kholiq. Selain itu, kata mengharuskan untuk mempererat tali persaudaraan kepada sesamanya yang tidak luput dari agenda rencana untuk bisa mendapatkan kemuliaan dari-Nya. Yang secara umum, Islam pun memerintahkan kaum mukminin untuk bersaudara sebagaimana dalam firman Allah SWT: “Sesungguhnya orang-orang mukmin bersaudara…,” (QS. Al- Hujurot : 10).

Seperti dalam alkisah dari orang-orang Anshor yang menunjukan kesucian dan ketulusan cinta mereka kepada sahabatnya, orang-orang Muhajirin. Allah menggambarkan dalam firman-Nya: “Dan orang-orang yang telah menempati kota Madinah dan telah beriman (Anshor) sebelum kedatangan mereka (Muhajirin), mereka (Anshor) mencintai orang yang berhijrah kepada mereka (Muhajirin). Dan mereka (Anshor) tiada menaruh keinginan dalam hati mereka terhadap apa-apa yang diberikan kepada mereka (Muhajirin), dan mereka mengutamakan (orang-orang Muhajirin) atas diri mereka sendiri, sekalipun mereka dalam kesusahan. Dan siapa yang dipelihara dari kekikiran dirinya, mereka itulah orang-orang yang beruntung”. (QS. Al-Hasyr : 9)
Ketulusan hati kaum Anshor amat luar biasa tidak ada tandingannya. Ada riwayat menyebutkan bahwa yang dipersaudarakan Rasulullah SAW berjumlah 90 orang; 45 dari Muhajirin dan 45 dari Anshor. Pada awal Islam, persaudaraan ini bersifat saling mewarisi.
Wujud amali yang sangat masyur dan indah adalah persaudaraan antara Abdurrohman bin Auf (Muhajirin) dengan Sa’ad bin Robi’ (Anshor). Tatkala Sa’ad berkata kepada Abdurrohman: “Sesungguhnya aku adalah orang Anshor yang paling kaya. Akan kuberikan kepadamu separuh kekayaanku. Dan lihatlah kedua istriku, mana diantara keduanya yang engkau senangi akan ku ceraikan untuk engkau nikahi bila selesai masa iddahnya”. Abdurohman berkata: “Aku tidak membutuhkan apa yang engkau tawarkan. Tunjukkan saja kepadaku pasar yang dapat kutempati berdagang. Semoga Allah memberkahimu pada keluarga dan hartamu”. Lalu ditunjukan oleh Sa’ad kepada Abdurrohman lokasi pasar, lantas beliau pun berdagang sampai memiliki harta yang tidak lagi membutuhkan bantuan dari saudaranya, Sa’ad. Kemudian beliau menikahi seorang wanita Anshor dan Rasulullah memerintahkan kepadanya agar melakukan walimah nikah meskipun dengan seekor kambing, (HR. Al-Bukhori: 2048).
Dengan demikian, Abdurahman bin Auf dapat memulai hidupnya yang baru lewat kemahirannya dalam perdagangan di mana dalam waktu yang tidak lama, beliau berhasil memperoleh kekayaan yang dengannya beliau menikah dengan wanita Anshor dan memberi mahar emas seberat biji kurma, (HR. Al-Bukhori: 5/39). Kemudian Allah memberkahi usahanya. Makin bertambahlah kekayaannya sehingga menjadi salah seorang di antara hartawan sahabat.
Sikap Abdurrohman bin Auf ini menggambarkan tentang menjaga kehormatan diri yang dimiliki kaum Muhajirin serta besarnya hati dan semangat mereka untuk bekerja memenuhi kebutuhan tanpa harus bergantung pada kebaikan saudara mereka, kaum Anshor.
Orang yang mendengar atau membaca kisah yang menakjubkan di atas akan terkagum-kagum melihat betapa luhurnya persaudaraan yang didasari oleh iman yang kuat. Mereka saling mengutamakan kepentingan saudaranya tanpa mengharap ganti berupa balasan duniawi. Sungguh itulah teladan yang tidak ada semisalnya pada umat mana pun. Kemuliaan akhlak dan kehormatan diri Abdurrohman tidak kalah unik dibandingkan dengan sikap saudaranya, Sa’ad bin Robi’, ketika mendahulukan kepentingan saudaranya dari pada kepentingan pribadi.
Tujuan dari persaudaraan ini adalah untuk menghilangkan keterasingan bagi kaum Muhajirin yang meninggalkan keluarga dan harta mereka karena Allah SWT, dan untuk mempererat hubungan ukhuwah Islamiyah. Tatkala Islam telah kuat dan jama’ah mereka telah kokoh, Allah membatalkan hukum saling mewarisi karena persaudaraan ini dan tetap mengabadikan persaudaraan Islamiyah berupa saling menolong. Persaudaraan ini bermaksud untuk membasmi sisa-sisa jahiliah berupa fanatisme kabilah dan golongan karena Islam tidak mengenal selain “Islam” saja. Tidak ada kemuliaan melainkan karena ketakwaan kepada Allah SWT. Dengan Islam seseorang menjadi mulia dan menjadi saudara. Sebaliknya, dengan selain Islam seseorang menjadi hina dan menjadi musuh.
Pada umumnya, nasab, kekerabatan, warna kulit, dan daerah menjadi unsur dan faktor yang menghimpun manusia. Pada datangnya agama Islam, bangsa Arab sangat fanatik terhadap kabilah dan kesukuan, sedangkan penduduk di negeri Persi sangat fanatik dengan daerah dan kebangsaan, dan ada pula di tempat lain orang-orang yang fanatik dengan sekte-sekte keagamaan. Adapun Islam menjadikan aqidah tauhid sebagai azas tunggal dalam menyatukan umat manusia sedangkan unsur-unsur lain seperti, hubungan nasab, tetangga, berteman, semuanya ikut di bawah asas ini, tergantung pada aqidah tauhid.
Masyarakat yang terbentuk di atas dasar aqidah Islamiyyah, cinta kasih dan loyalitas hanya kepada Allah dan karena Allah. Inilah sebaik-baiknya persaudaraan, tidak membedakan antara kaya dengan miskin, lemah dan kuat, pintar dan bodoh, budak dan merdeka, bangsawan dan rakyat biasa, terhormat dan tidak, kulit putih atau hitam. Orang yang miskin tidak pernah dihalangi untuk menikah dengan yang kaya, atau yang rendah dengan bangsawan, dan juga golongan lemah dan rendah tidak dihalangi untuk menjadi terkuat dan terkaya serta pembesar dan pemimpin dalam masyarakat Islam. Satu-satunya pembeda yang mengangkat atau merendahkan seseorang hanyalah derajat ketakwaannya.
Islam dengan keindahan asas persaudaraannya seperti ini terbuka bagi siapa saja yang hendak masuk ke dalamnya tanpa syarat apapun selain pasrah kepada Allah dengan memurnikan tauhid kepada-Nya dan meninggalkan lawannya, syirik dan bid’ah. Persamaan hak inilah yang menghalangi orang-orang sombong dari kalangan pembesar, bangsawan dan orang-orang kaya untuk menjalin persaudaraan (menjadi tidak menjalin persaudaraan).[]
oleh Muhtasin
Bagikan ini:
Baca Juga:  Lebih Anggun dengan jilbab Syar'i
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *