38°C
24 April 2024
IAIN Karya Muda Opini

New Normal, Antara Polemik dan Terobosan

  • Juni 1, 2020
  • 4 min read
  • 67 Views
New Normal, Antara Polemik dan Terobosan

Pemerintah telah menyiapkan Indonesia ke fase kenormalan baru atau new normal di tengah pandemi Covid-19 yang sedang melanda dunia, terkhusus negeri kita. Masyarakat harus beradaptasi dengan menerapkan protokol kesehatan sebagai gaya hidup seperti cuci tangan dengan sabun, memakai masker, dan jaga jarak, hingga menghindari kerumunan supaya memutus rantai penyebaran Covid-19.

 

Putusan ini dibuat langsung oleh Menteri Kesehatan (Menkes), Terawan Agus Putranto lewat surat edaran Nomor HK.02.01/MENKES/335/2020 tentang pencegahan penularan Covid-19 di tempat kerja, sektor usaha, dan perdagangan dalam mendukung keberlangsungan usaha.

 

Sedangkan panduan untuk New Normal tertuang dalam surat keputusan Menteri Kesehatan Nomor HK.07.01/MENKES/328/2020 tentang panduan pencegahan dan pengendalian Covid-19 di tempat kerja, perkantoran, dan industri dalam mendukung keberlangsungan usaha di situasi pandemi.

 

New Normal diterapkan setelah tempat kerja diliburkan dan kampanye stay at home di galakkan. Meski begitu seperti dilansir dalam detik.com, new normal bukan berarti melonggarkan PSBB. Tujuan new normal adalah mendukung sektor usaha.

 

Sebagian daerah masih menyatakan belum siap melakukan New Normal, karena masih tingginya kasus penambahan pasien Covid-19. Disisi lain, Doni Monardo sebagai Ketua Gugus Tugas penanganan Covid-19 mengatakan, di beberapa daerah hijau siap dibuka. Menteri Koordinator bidang Perekonomian, Airlangga Hartanto, mengatakan, daerah yang akan melakukan New Normal harus mengantongi angka reproduction rate sebesar kurang dari 1.

 

Pro kontra kebijakan
Langkah New normal yang dikeluarkan pemerintah mengakibatkan kontroversi. Bagi yang sepakat new normal bisa menjadi solusi ditengah merosotnya Ekosospol yang disandingkan dengan kesehatan. Karena tidak ada pilihan lain dan untuk menunjang biaya kehidupan yang membutuhkan penghasilan minimal, lebih-lebih sampai saat ini Covid-19 belum teruji secara klinis dan sempurna sampai tulisan ini dibuat.

Baca Juga:  Dorong Masyarakat Melek Digital, Kemenkominfo Gelar Webinar Nasional Literasi Digital

 

Namun, di pihak lain berpendapat bahwa kesehatan harus diutamakan dari ekosospol. Nyawa tidak bisa dikembalikan, sementara Ekosospol bisa dipulihkan nantinya. Kedua alasan ini sama kuatnya, hanya saja sudut pandang yang berbeda yakni pro karena ekonomi menunjang kesehatan, sementara kontra karena kesehatan harus lebih diutamakan daripada ekonomi.

 

Pertimbangan untuk tidak memperpanjang PSBB, karena ketersediaan dana social savety harus memadai, dan keputusan final pemerintah adalah memberlakukan aktivitas publik bertahap untuk menyambut masa new normal.

 

Sesuai yang dilansir Geotimes, pemerintah juga tetap membuka pintu saran yang bersifat konstruktif dari berbagai pihak, sebagai bahan pengambilan kebijakan dalam penanganan Covid-19. Walaupun tidak semua usulan bisa diakomodir. Pemerintah pun sudah melihat dan mengamati kebijakan di negara lain, tetapi belum tentu cocok di terapkan. Karena berbagai faktor seperti cultilure dan gaya hidup yang berbeda setiap daerah, tidak bisa disamakan apalagi sekelas negara.

 

Syarat daerah menerapkan new normal
Dilansir detik finance, Menko Perekonomian diminta presiden untuk membuatkan kriteria yang bisa mendorong dan mengevaluasi kesiapan daerah, untuk memulai perekonomian dengan formulasi penghitungan reproduction rate skala R0.

 

Jika suatu daerah masih memiliki reproduction rate diatas 1, bisa dibilang memiliki infecrion rate tinggi. Sebaliknya, jika R0 kurang dari 1 maka daerah tersebut menata ulang ekonomi dan bisa menerapkan new normal, kemudian pemerintah akan menyiapkan sistem scoring atau penilaian dari segi epidemologi dan segi kesiapan daerah maupun kelembagaan.

 

Sistem penilaiannya dilihat dari berbagai aspek, diantaranya adalah Epidemologi berbasis R0, atau kesiapan daerah terkait dengan perkembangan Covid-19 seperti pengawasan virus, kapasitas kesehatan, sektor publik, tingkat kedisiplinan masyarakat, maupun respon publik terhadap cara bekerja dan bersosialisasi di masa tersebut. Setiap daerah diberi level seperti Krisis, Parah, Subtansial, Moderat, dan Rendah.

Baca Juga:  Orasi Kebangsaan, Gus Miftah: Apapun Profesinya Harus Berdakwah

 

Masyarakat bisa apa?
Masyarakat harus taat kepada intruksi untuk menggunakan protokol kesehatan, jaga jarak, menghindari keramaian supaya dapat memutus rantai penyebaran Covid-19.

 

Sudah saatnya kita bangkit, perbedaan pendapat adalah hal yang wajar, mari kita lupakan perbedaan. Mari kita kawal dan sukseskan kebijakan yang diambil, baik itu new normal atau kebijakan lain. Supaya kita dapat hidup normal, bukan hanya new normal.

 

Suksesnya penanganan Covid-19 ada di tangan kita semua. Mari berjalan seiringan, kita putus rantai penyebaran.

 

(Penulis/Reza Zein/AS’18)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *