38°C
21 April 2024
Argumen

Pendidikan Karakter

  • Februari 21, 2013
  • 4 min read
  • 92 Views
Pendidikan Karakter

Oleh: Surya
Berdasarkan data yang dihimpun Litbang Kompas, tercatat; 158 kepala daerah tersangkut korupsi sepanjang 2004-2011, 42 anggota DPR terseret korupsi pada kurun waktu 2008-2011, 30 anggota DPR periode 1999-2004 terlibat kasus suap pemilihan DGS BI dan Kasus korupsi terjadi diberbagai lembaga seperti KPU,KY, KPPU, Ditjen Pajak, BI, dan BKPM.
Dari data dan fakta diatas, kita terhentak membaca kelakuan para pejabat Negara. Betapa karakter yang terbangun pada pejabat kita bermental korup. Sehingganya sangat dibutuhkan pendidikan yang menata karakter manusianya.
Hal ini belum lagi jika dikalkulasikan daengan data di daerah. Kota metro sebagai kota pendidikan sekalipun pernah mendapat predikat sebagai kota terburuk dalam pelayanan publik. Ini mencerminkan karakter pejabatnya yang tidak bekerja melayani masyarakat dengan baik.
       Melihat kondisi ini, Pendidikan karakter saat ini mutlak diperlukan bukan hanya di sekolah saja, tapi dirumah dan di lingkungan sosial. Bahkan sekarang ini peserta pendidikan karakter bukan lagi anak usia dini hingga remaja, tetapi juga usia dewasa. Tanpa karakter yang tertanam baik, jelas itu akan menjadi beban kita dan orang tua masa kini. Saat anak-anak akan menghadapi persaingan dengan rekan-rekannya dari berbagai belahan Negara di Dunia. Bahkan kita yang masih akan berkarya pun akan merasakan perasaan yang sama. Tuntutan kualitas sumber daya manusia membutuhkan good character.
Bagaimanapun juga, karakter adalah kunci keberhasilan individu. Dari sebuah penelitian di Amerika (dikutip dari www.pendidikankarakter.com), 90 persen kasus pemecatan disebabkan oleh perilaku buruk seperti tidak bertanggung jawab, tidak jujur, dan hubungan interpersonal yang buruk. Selain itu, terdapat penelitian lain yang mengindikasikan bahwa 80 persen keberhasilan seseorang di masyarakat ditentukan oleh Emotional Quotient.
Dari sudut pandang psikologis, terlihat terjadi penurunan kulaitas “usia psikologis”. Usia 21 tahun pada tahun 2011, dengan anak yang berumur 21 pada tahun 2001. Maksud usia psikologis adalah usia kedewasaan, usia kelayakan dan kepantasan yang berbanding lurus dengan usia biologis. Jika anak sekarang usia 21 tahun seakan mereka seperti berumur 12 atau 11 tahun. Mungkin ini mengejutkan dan menyakitkan.
Walau tidak semua, tetapi kebanyakan memiliki kecenderungan seperti itu. Beberapakali kerjasama yang hasilnya kurang maksimal. Kejadian ini Kembali meningatkan, disekolah pada umumnya tidak diberikan pendidikan untuk mengatasi persaingan pada dunia kerja. Sehingga ada survey yang mengatakan rata-rata setelah sekolah seorang perlu 5-7 tahun beradaptasi dengan dunia kerja dan rata-rata dalam 5-7 tahun tersebut pindah kerja sampai 3-5 kali. Hmm dan proses seperti ini sering disebut dengan  proses mencari jati diri.
Diri” itu didalam diri atau diluar diri?“ saya cocoknya kerja apa ya? Coba kerjain ini lah” lalu kalau tidak cocok pindah ke lainnya. Kenapa tidak diajarkan disekolah, agar proses anak menjalani kehidupan  di dunia yang sesungguhnya tidak mengalami hambatan bahkan tidak jarang yang putus asa karena tumbuh perasaan tidak mampu didalam dirinya dan seumur hidup  terpenjara oleh keyakinannya yang salah.
Karakter merupakan nilainilai perilaku manusia yang berhubungan dengan Tuhan diri sendiri, sesama manusia, lingkungan dan kebangsaan yang terwujud dalam pikiran, sikap, perasaan, perkataan, dan perbuatan berdasarkan norma-norma agama, hukum, tata krama, budaya dan adat istiadat.
Di STAIN Jurai Siwo, pengaplikasian pendidikan karakter juga berarti melakukan usaha sungguh-sungguh, sitematik dan berkelanjutan untuk membangkitkan dan menguatkan kesadaran serta keyakinan semua civitas akademika bahwa tidak akan ada masa depan yang lebih baik tanpa membangun dan menguatkan karakter civitas akademika. Dengan kata lain, tidak ada masa depan yang lebih baik yang bisa diwujudkan tanpa kejujuran, tanpa meningkatkan disiplin diri, tanpa kegigihan, tanpa semangat belajar yang tinggi, tanpa mengembangkan rasa tanggung jawab, tanpa memupuk persatuan di tengah-tengah kebhinekaan, tanpa semangat berkontribusi bagi kemajuan bersama, serta tanpa rasa percaya diri dan optimisme. Inilah tantangan kita sebagai generasi perubah.
Theodore Roosevelt mengatakan: “To educate a person in mind and not in morals is to educate a menace to society” (Mendidik seseorang dalam aspek kecerdasan otak dan bukan aspek moral adalah ancaman marabahaya kepada masyarakat).
Artinya pendidikan karakter mutlak perlu dilaksanakan terlebih di Perguruan Tinggi Islam. Sehingga simbol keislaman bisa tersosialisasikan dengan baik dan mendapat citra baik.
Bagikan ini:
Baca Juga:  Bahas Pengurangan UKT, Dema-I Tegaskan Hasil Tidak Sesuai Kesepakatan Pimpinan
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *