38°C
29 March 2024
Kampus

STAIN Masih Terapkan Lulus Bersyarat

  • Juni 10, 2012
  • 8 min read
STAIN Masih Terapkan Lulus Bersyarat

STAIN Masih Terapkan
Lulus Bersyarat

Oleh: Mutmainah, Farida, Maryani, Yusnaini, Tyas

Maret lalu tepatnya pada Rabu (21/3) STAIN Jurai Siwo Metro mengadakan perayaan Dies Natalis sekaligus wisuda yang diikuti 404 wisudawan/ti strata satu (S1) dan diploma tiga (D3). Namun dari jumlah keseluruhan tersebut, yakni beberapa di antaranya belum dinyatakan lulus 100 persen murni, melainkan lulus bersyarat namun tetap diperbolehkan mengikuti wisuda.
Perlakuan “baik” terhadap mahasiswa yang belum menyelesaikan study-nya 100 persen ini bukan tidak beresiko. Salah satu resiko yang akan terjadi adalah tidak adanya i’tikad baik dari mahasiswa yang bersangkutan untuk menyelesaikan kewajibannya. Dari ketidak selesaian tugas akhir mahasiswa tersebut secaratidak langsung akan memberikan nilai “merah” terhadap pembinaan mahasiswa di STAIN.
Salah seorang wisudawati dari prodi Ahwalus Syakhsiyah, Indra mengatakan bahwa dirinya saat mengikuti wisuda lulus bersyarat. Dikatakannya, hal itu karena masih ada perbaikan skripsi. “Memang ada perbaikan, dengan membuat surat pernyataan, waktu perbaikan sampai tanggal 30 bulan April,” ucapnya. Indra juga menuturkan bahwa berdasarkan keputusan sidang munaqosah (ujian skripsi) harus memperbaiki skripsinya pada bab empat, karena kelebihan dalam metodologi penelitian.
Selanjutnya, kata Indra, pada metode wawancara dalam skripsinya harus dihilangkan karena data yang diperoleh tidak sinkron dengan angket. Terkait keterlambatannya dalam skripsinya, Mahasiswi yang barus saja diwisuda ini mengaku karena kesalahannya sendiri. “Memang kesalahan saya, karena rentan waktu tidak adanya jam kuliah itu terlalu banyak sehingga saya fokus bekerja, bulan satu saya baru fokus menyelesaikan skripsi,” jelas wisudawati yang mengangkat judul pengaruh konsep kedewasaan dalam perkawinan terhadap keharmonisan rumah tangga ini.
Kasus serupa tidak hanya menimpa Indra saja, ada Ana seorang wisudawati dari prodi Ekonomi Islam mengaku bahwa dirinya bisa mengikuti wisuda walaupun skripsinya masih dalam proses perbaikan. Walaupun Ana telah menjadi wisudawati harus tetap memperbaiki skripsinya pada bab tiga dalam jangka waktu dua bulan. “Kesalahan pada rumusan masalah dengan isi, agar bisa selaras,” tuturnya. Keterlambatan tersebut dikatakan karena pekerjaan yang menjadi kendala dalam menyelesaikan skripsi.
Hal senada juga diungkapkan sekertaris jurusan tarbiyah, Suhendi. Menurutnya syarat untuk mengikuti wisuda harus sudah yudisium dan seharusnya menyelesaikan skripsi. Namun, dijelaskannya ada beberapa mahasiswa yang belum selesai karena perbaikan skripsi dengan diberikan surat pernyataan untuk sanggup menyelesaikan agar dapat mengikuti wisuda. “Syarat mengikuti wisuda itu tentu sudah yudisium dan mestinya sudah menyelesaikan skripsi, makanya beberapa mahasiswa yang belum menyelesaikan (skripsi, red) diberikan surat pernyataan sanggup menyelesaikan,” tutur Suhendi.
Masih penuturan Suhendi, wisudawan yang masih dalam perbaikan skripsi ijazah tetap ditahan pihak lembaga. “Bagi mahasiswa yang masih menyelesaikan perbaikan skripsi, ijazahnya belum bisa diambil. Minta copynya saja belum boleh,” pungkasnya. Namun walaupun begitu, lanjut Suhendi, mereka sudah berhak menggunakan gelar akademiknya.
Namun saat Kronika menanyakan jumlah mahasiswa yang wisuda bersyarat Suhendi menganjurkan untuk bertanya kepada staf administrasi. “Saya persisnya gak tahu, coba tanya bu Atun,” kata Suhendi. Namun saat Kronika menanyakan jumlah kepada Atun di ruang jurusan tarbiyah, pihaknya tidak berani memberikan kalau tidak ada persetujuan dari ketua jurusan. Selanjutnya Kronika menemui ketua jurusan tarbiyah Hariplis juga tidak memberikan dengan alasan hal tersebut merupakan hak jurusan dan tidak perlu disebarluaskan.
Ketua jurusan tarbiyah Hariplis mengutarakan bahwa mahasiswa dinyatakan lulus bersyarat karena mereka telah mengikuti wisuda tetapi belum menyelesaikan skripsi. “Mereka yang sudah wisuda tapi perbaikan, memang waktunya belum selesai. Tapi masih ada waktu perbaikan. Untuk mengikuti wisuda itu agar tidak terlena makanya ada syarat dengan membuat surat pernyataan. Waktunya masih dua bulan, bukan waktunya sudah habis. Kalau sudah lewat dua bulan, akan ujian ulang dan kelulusannya dianggap batal,” tuturnya menjelaskan. Sementara ada batasan masa perbaikan skripsi dengan diberi jangka waktu 60 hari terhitung sejak ujian munaqosah.
Begitu juga dikatakan Atun selaku staf administrasi kepada Kronika terkait prosedur pembuatan ijazah bahwa mahasiswa yang sudah melengkapi berkas, akan disetorkan ke akedemik menggunakan berita acara. Baru kemudian akan dibuatkan ijazah kelulusannya. Namun, kata Atun, jika tidak selesai ijazah tidak akan pernah diberikan kepada mahasiswa yang bersangkutan. “Sampai kapan pun kalau mereka tidak selesai, tidak dibuatkan,” tegasnya.
Sementara dari keterangan ketua jurusan syari’ah Mat Jalil menyangkut hal ini hanya mengatakan hal ini sudah sesuai dengan aturan yang berlaku. “Sesuai dengan aturan yang berlaku, dari jurusan sendiri tidak memiliki aturan bahkan aturan tambahan itu tidak ada,” katanya.
Sama halnya Mukhtar Hadi selaku pembantu ketua I yang mengurusi bidang akademik dan wisuda. Dari penjelasannya, mahasiswa yang masih dalam proses perbaikan skripsi dianggap lulus dengan syarat sudah mengikuti ujian munaqosah dan yudisium. “Yang bersangkutan sudah dianggap lulus, karena sudah ujian munaqosah, dan sudah yudisium,” tutur Mukhtar Hadi.
Masih menurutnya, sistematika kelulusan bagi mahasiswa bersyarat untuk mengikuti wisuda ada kebijakan dari STAIN Metro kepada mahasiswa yang sudah menyelesaikan syarat disebutkan di atas. Selanjutnya untuk mengikat mahasiswa agar segera menyelesaikan perbaikan skripsi sesuai waktu yang diberikan, mahasiswa diharuskan membuat pernyataan bahwa kesanggupan akan segera melakukan perbaikan tepat waktu. “Kalau setelah wisuda skripsinya belum diperbaiki lewat dari 60 hari, maka kelulusannya dibatalkan dan harus ujian munaqosah kembali,” jelas Mukhtar Hadi.
Dari penerapan adanya lulus bersyarat di STAIN Metro diungkapkan Mukhtar, ada konsekuensi dari kebijakan ini. Seperti persiapan wisuda akan menjadi terburu-buru, karena dijelaskan Mukhtar seharusnya dalam pendaftaran wisuda sudah ditutup setengah bulan sebelum acara perayaan wisuda. “Di UGM (Universitas Gajah Mada, red) itu satu bulan sebelum wisuda sudah ditutup (pendaftaran) dan wisuda di UGM dilakukan empat kali dalam setahun,” katanya. Masih dari penuturan Mukhtar Hadi, alasan kebijakan tersebut diberikan karena memang STAIN Metro hanya mengadakan satu kali acara wisuda dalam setahun. Sementara untuk jumlah mahasiswa yang diwisuda hanya berkisar 400 orang. “Biaya wisuda kan mahal, jadi sangat disayangkan apabila jumlah wisudawan hanya sedikit. Mahasiswa juga kalau tidak boleh wisuda juga banyak yang protes,” timpalnya.
Mukhtar Hadi mengatakan jika ke depan peserta wisuda mencapai 800 wisudawan, dari STAIN Metro akan mengadakan wisuda dua kali dalam setahun. Dan nantinya, kata dia, untuk waktu pendaftaran wisuda akan lebih diperketat. Sehingga menurutnya tidak akan ada lagi yang sudah wisuda tetapi skripsinya belum diperbaiki.
“Diharapkan mahasiswa yang lulus tepat waktu semakin banyak, lulus dengan IP yang bagus, setidaknya 3,00. Syukur ada 90% yang memiliki IP 3,00, keterampilan wawasan mahasiswa juga semakin bagus,” harap Mukhtar Hadi menutup pembicaraan.
Menanggapi kebijakan STAIN Metro yang masih menerapkan wisuda bersyarat, Muhamad Salim mahasiswa D3 Perbankan Syariah semester VI menyatakan setuju karena hal tersebut dapat memudahkan mahasiswa. “Kalau fokus kuliah memang bisa cepat selesai, tapi kalau sambil kerja terkadang susah bagi waktunya,” ungkapnya. Berbeda dengan Salim, Jannah mahasiswi prodi Pendidikan Bahasa Inggris (PBI) semester VIII mengaku kurang setuju. Hal itu dikatakan karena menurutnya sangat tidak logis jika skripsi dalam masa perbaikan, sudah diperbolehkan mengikuti wisuda. “Karena skripsi belum selesai, lebih baik diselesaikan dulu,” kata Jannah.[]

Baca Juga:  UKPM Teknokra Laksanakan PJTLN Daring Bertajuk Citizen Journalism

Terjebak Kesibukan di Luar Kuliah
Kesibukan di luar kuliah menjadi alasan umum terbengkalainya untuk fokus penyelesaian skripsi. Terkesan sah jika mahasiswa beralasan sibuk berorganisasi atau sibuk bekerja sehingga tugas menuntut ilmu patut lebih lama. Padahal tugas utama Mahasiswa adalah belajar. Sementara kesibukan diluar kuliah adalah penunjang soft skill yang nanti akan menjadi penunjang keberhasilan. Namun dilain sisi sebagian orang berpendapat keberhasilan adalah keberhasilan dalam dunia kerja atau keberhasilan mengelola organisasi, namun terbengkalai pada sisi akademik. Setidaknya meskipun mampu mengejar waktu kuliah tepat waktu namun pada penyelesaian skripsi memilih waktu akhir.
Indra dan Ana setidaknya menjadi contoh mahasiswa yang terjebak dalam kesibukan dunia kerja. Pekerjaan yang menjadi dambaan sayang jika harus ditinggalkan. Mengingat mencari pekerjaan sekarang sangat sulit. terlebih jika tidak memiliki skill. Sehingga pekerjaan yang sudah didapatkan akan dipertahankan. Setidaknya sebagai seftibelt menghadapi tantangan kehidupan.
Kesibukan itu juga dipicu dengan ketatnya pemilik usaha yang mempekerjakan. Sehingga sering terjadi intimidasi dari pemilik usaha bagi karyawan yang sering tidak hadir kerja. Begitu juga dengan yang bergelut di organisasi. Padatnya jadwal organisasi terkadang dijadikan alasan pembenar keterlambatan menyelesaikan studi. Padahal jika kita lihat kembali ke belakang, dengan berkecimpungnya di organisasi akan menjadikan mahasiswa mengatur waktu dengan baik dan bisa menyelesaikan studi tepat waktu.
Dengan tertundanya waktu, maka pada sisi ini mahasiswa kehilangan nilai idealismenya. Semangat menuntut kejujuran, profesional dan lainya seolah tertutup dengan tuntutan untuk selesai wisuda tepat waktu. Sehingga kemauan mengingatkan seakan sirna. Padahal pada kondisi seperti ini nilai idealisme itu diuji. Ujian yang bukan hanya menentukan kelulusan secara akademik, namun lulus menghadapi ujian karakter.
Yang artinya dalam melakukan tuntutan akan terasa indah jika kita menengok kebelakang. Apa yang bisa dan sudah kita berikan baru kemudian kita meminta hak kita.

Baca Juga:  Pelatihan Jurnalistik Mahasiswa FUAD

Tuntaskan Skripsi Baru Wisuda
Wisuda seharusnya menjadi tahap akhir terselesaikanya jenjang pendidikan di perguruan tinggi. Pada dasarnya memang harus seperti itu, namun pada kenyataanya tidak demikian yang terjadi di STAIN Metro. Dengan pemberlakuan lulus bersyarat maka akan menjadikan urusan masih terus berlanjut karena memang belum resmi menyandang gelar akademik.
Mengacu pada perguruan tinggi lain, penutupan pendaftaran wisuda diberlakukan satu bulan sebelum wisuda dilaksanakan. Hal ini sebagaimana diungkapkan oleh Muhtar Hadi mengatakan, “di UGM (Universitas Gajah Mada, red) itu satu bulan sebelum wisuda sudah ditutup (pendaftaran) dan wisuda di UGM dilakukan empat kali dalam setahun”. Dengan pemberlakuan pembatasan maka akan melahirkan sarjana yang berkapasitas.
Sementara itu di STAIN Metro sendiri ujian munaqosyah masih bisa dilakukan 15 hari sebelum wisuda. Dengan demikian dikhawatirkan Output yang didapatkan jauh dari kualitas. Karena terkesan ujian munaqosyah untuk mengejar target jumlah peserta wisuda. Dengan syarat yudisium satu bulan sebelum wisuda setidaknya akan memperbaiki citra perguruan tinggi dan outputnya pun akan lebih berkualitas dalam hal penyusunan skripsi yang benar-benar sudah tuntas. Sehingga dapat dikatakan STAIN Metro terkesan mengejar kuota wisudawan.

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *