Kronika

Opini

Bagaimana Indonesia Berkarakter?

  • Februari 14, 2017
  • 3 min read
  • 250 Views

 

Indonesia yang begitu kaya sumber daya alamnya ternyata tidak mampu memakmurkan seluruh lapisan penghuninya. Siapa yang tidak paham mengenai betapa melimpahnya kekayaan di tanah kepulauan ini. Di samping itu persoalan yang kita hadapi juga demikian berimbang dengan kekayaan alam yang kita punya. Apakah yang salah dengan negeri ini? Sebagai mahasiswa yang menuntut ilmu di jurusan tarbiyah, maka melihat permasalahan yang dihadapi bangsa ini melalui kacamata pendidikan.

Masalah-masalah yang demikian pelik dihadapi sejatinya berakar dari pendidikan. Pendidikan yang kini telah sedikit demi sedikit mulai meleburkan tujuannya, yang semakin diperparah dengan subjek-subjek yang berada di dalamnya. Bukan lagi semestinya kita flashback pendidikan lampau yang lebih baik, atau bukan lagi harus menyalahkan pihak-pihak yang menentukan kebijakan. Tapi marilah kita melihat diri masing-masing, apakah sebagai posisi pendidik, stockholder, maupun sebagai peserta.

Kita juga harus sadari bahwa pendidikan di negeri ini telah miskin karakter. Tolak ukur yang dipakai hanya sekedar angka dan simbol. Kemudian melupakan apa esensi angka dan simbol tersebut. Pengembangan pendidikan juga hanya diarahkan pada aspek kognitif saja, sehingga mengesampingkan aspek afektif dan psikomotorik. Hal itu juga dapat diartikan seolah-olah semua anak di negeri ini harus menjadi ilmuwan dan filosof. Padahal anak-anak yang memiliki potensi atau kemampuan kognitif hanyalah seperlima dari keseluuruhan. Lalu bagaimana dengan mereka yang dalam kategori lain. Padahal masih ada kecerdasan linguistik, musik, parsial dan lain-lain semestinya juga diberi ruang untuk mengembangkan.

Itulah mengapa para anak-anak yang masih polos justru terdoktrin untuk bagaimana caranya memperoleh nilai setinggi-tingginya dan simbol sebagus mungkin, walau dengan cara-cara antimainstream. Para orangtua pun demikian, mereka rela membayar les atau kursus untuk anak-anak mereka asal bisa mendapat nilai bagus di sekolah, dalam waktu yang cepat. Sehingga anak selalu dituntut untuk cepat memahami materi dan mendapatkan nilai tanpa memperhatikan psikologi dan kebutuhan batin mereka.

Baca Juga:  Pemerintahan Mahasiswa untuk Kampus STAIN, Layakkah?

Itulah mengapa dalam ilmu keguruan harus ada psikologi pendidikan dan pengembangan. Agar sebagai pendidik dapat mentransfer ilmu pengetahuan secara utuh tanpa membuat bosan para peserta apapun konten materinya.

Demikian juga penanaman karakter yang tidak kalah penting dalam pendidikan. secara sederhana dapat kita pahami bersekolah adalah upaya untuk membantu para peserta didik mempersiapkan diri agar bisa hidup sebagai warga masyarakat. Di dalam hidup bermasyarakat setidaknya ada tiga poin penting yang harus dimiliki, yaitu: knowledge, skill dan attitude. Tapi yang menduduki poin penting di sini adalah attitude atau sikap. Itulah bagian dimana pendidikan sikap atau afektif memang begitu penting dan tidak boleh dikesampingkan. Anak-anak yang memiliki kecerdasan namun tidak memiliki sikap akan sulit diterima masyarakat.

Oleh karenanya, dari manapun lapisan kita. Marilah kita sadari, bahwa semua masalah yang kita hadapi sekarang akibat gagalnya pendidikan karakter. Sebagai orang tua, guru, maupun peserta marilah kita menjadikan kontekstual sebagai tolak ukur yang nyata. Bukan hanya angka, simbol dan sertifikasi yang kita kejar dari sebuah institusi pendidikan. (Ririn Erviana)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Kronika kini menjadi media mahasiswa yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam menyajikan informasi, analisis, dan opini mengenai berbagai isu sosial, pendidikan, politik, dan budaya, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *