Dear Diary Broken Heart
Malam ini aku pejamkan mata ini kembali, mencoba menikmati perasaan menyedihkan yang kualami. Bukan rasa kesepian atau kebosanan yang sering kualami. Tapi perasaan dilupakan oleh seseorang yang tak bisa dilupakan.
Harusnya kusadari perasaan ini hanya mengundang sakit dan air mata yang dulu pernah ku pendam. Namun semakin ku mencoba melupakan dan tersiksa ku menahan perasaan ini. Seperti ingin menangis, tetapi ku tak bisa lakukan itu, seperti ingin menangis.
Bukannya ku tak pernah mencoba untuk pergi, tapi setiap langkah yang kupilih selalu saja ada kerinduan untuknya. Ya..kerinduan yang menghampirinya. Mungkin akan terdengar agak berlebihan namun ku tak bisa lepas dari bayangannya. Tidak bisa melepaskannya! Oh, setiap hembus nafasnya selalu terdengar ditelingaku, setiap senyum diwajahnya tak pernah lepas dari setiap kedip mataku dan semua yang selalu tentangnya selalu ada didalam pikiranku saat ini.
Seyum? Yaaaaaaa.. senyumannya itu. Senyuman yang membuat hati ini tak bisa berpaling. Bagaimana aku bisa berpaling jika senyum yang ku cari ada didirinya. Senyumnya satu-satunya yang bisa membuatku bahagia walau aku tau senyum itu bukan untukku bahkan bukan milikku.
Apakah aku sudah gila? Mungkin iya mungkin juga tidak. Apakah ini adalah cinta? Entah aku menyebutnya apa, hanya saja setiap ku melihat senyumnya dan setiap ku mendengar tawanya hati ini pun ikut bahagia. Namun setiap kali dia sedih murung dan kecewa hati ini ikut sakit dan merasa tak bahagia.
Aku tak mengerti mengapa aku masih peduli kepadanya saat aku tahu dia sudah tidak peduli lagi padaku. Hari-hariku terasa hampa tanpa dirinya. Hari-hariku penuh kerinduan yang kutulis hanya untuknya. Walaupun dia takkan pernah mengerti dengan perasaanku, padanya. Karena aku sendiripun tak mengerti apa yang sedang kurasakan padanya. Sungguh ku tak mengerti tentang rasa ini. Maafkan diriku, tak sepatutnya diriku memiliki perasaan itu. Karena aku sadar aku bukanlah seorang insan yang sempurna. Dia memang benar, tak ada yang salah selalu menjadi yang benar. Dia tinggalkan aku bersama dengan semua kelemahan yang aku miliki.
Ku tak bisa yakinkan kejujuran dan ketulusan perasaan ini di hadapanya karena, memang tak bisa dan takkan bisa. Kenapa? Entah mungkin ku tak pantas untuk mendapatkan senyumnya.
Akhirnya aku mengerti arti perasaan ini untuknya, tak menuntut dihargai karena dengan tak berharganya perasaan ini dan bisa bebas membuangnya. Benarkan? Aku tersenyum dalam lamunanku, akhirnya air mataku pun turun membasahi jiwa yang kering dan tandus ini. Kukira ku tak akan bisa menangis namun Tuhan memang adil, Ia menciptakan tawa Ia juga yang menciptakan tangis agar kita bisa menghargai setiap kebahagiaan dan kesedihan yang lahir dihati kita.
Tuhan jika perpisahan ini adalah jalan terbaik, kembali bahagiakanlah aku dengan membuatku melupakannya. Karenanya sejujurnya aku sendiri pun tak akan mampu untuk melakukannya.
Hari ini, hari ini terulang kembali. Hari dimana aku merindukannya, hari dimana aku kehilangannya. Kau taahu? Jujur aku pernah berfikir, tidak masalah jika dia melupakanku. Aku juga akan mencoba melupaknnya, aku akan berkata pada diriku sendiri untuk berhenti. Dan kini setelah aku sudah menghapus semua pikiran tentangnya, wajahnya kini terbayang kembali. Mengapa sulit untuk melakukannya, aku bahkan tidak bisa memberitahunya bahwa aku merindukannya.
Kerinduan yang diciptakan olehnya? Jujur kerinduan yang diciptakan olehnya benar-benar sangant menyiksa. mungkin sakitnya tak akan pernah terlihat namun lukanya bisa aku rasakan. Seperti orang bodoh, sama seperti orang bodoh aku berkata pada diriku bahwa aku tidak akan punya perasaan seperti cinta. “Berhenti dan lupakan! Kumohon berhenti dan lupakan! Pergi dan tinggalkan aku sendiri!”
Seperti bintang dimalam ini, aku kembali memandangnya dan mencoba untuk menyentuhnya seakan dekat, tetapi nyatanya aku hanya bisa memandangnya tanpa pernah mampu menyentuhnya. Karena, aku sadar, aku bukanlah malaikat yang memiliki sayap untuk terbang menyentuh hatinya. Hanya manusia yang tak sempurna yang bisa mengaguminya tanpa pernah dia sadari dan mengerti. Yaaaa… benar hanya bisa mengaguminya.
Kembaliku tersenyum dan menangis diwaktu yang sama. Kuangkat telponku dan ku letakkan kembali. Tahukan kamu berapa kali ku lakukan itu? Berulang kali, kenapa?kenapa aku seperti ini selama beberapa hari? Aku merindukannya seperti aku akan menjadi gila, karena dia. Menunggu sebuah pesan darinya berhari-hari menjadi harapan bahkan seperti obsesi. Obsesi yang begitu besar melebihi apa yang kuharapkan.
Kini aku menyerah. Aku menyerah pada kerinduan untuknya. Aku mencoba merasakan disetiap ujung-ujung jariku disetiap ujung-ujung penaku. Tetapi aku lupa, aku selalu lupa bahwa seindah apapun dirinya aku tetap tak dapat menyentuhnya. Tahukah kamu? Kini aku temukan satu alas an, kenapa dia selalu hidup dalam ruang hatiku? Karena aku mencintainya.
Aku mencintaimu, kata-kata yang terus aku teriakkan didalam hatiku. Aku mencintaimu, kata-kata yang hanya bisa ku bisikan di belakangnya. Aku mencintamu, kata-kata yang tidak bisa aku sampaikan padanya.
Selamanya aku akan membiarkannya, selamanya aku akan menunggunya, selamanya, selamanya dan hanya dirinya. Tanpa sadar lelahnya langkah ini membawaku kesisi lain hatiku rapuh. Meskipun aku tahu ini tak akan merubah keadaan. Meskipun terlambat untuk ku akui. Namun, seiring waktu berjalan aku masih disini bersama kesetiaanku.
Walaupun dia dapat menghapus aku dari hatinya, tapi itu tak akan mengapus jejaknya dari hatiku. Kenapa? Karena dirinya belum mengembalikan air mata yang telah kuberikan untuk semua kerinduan kualami. Karena dirinya belum menyampaikan kata yang harus diucapkan untuk sebuah petanyaan.
“Siapakah aku bagi dirimu?”(Ika Dharmawati)