Kronika

Nasional Resensi

“Yang Tak Tergantikan”, Tentang Orang Tua Tunggal yang Harus Berjuang untuk Anaknya

  • Februari 26, 2021
  • 3 min read
  • 122 Views
“Yang Tak Tergantikan”, Tentang Orang Tua Tunggal yang Harus Berjuang untuk Anaknya

“Ayah itu orang baik, tapi manusia itu bisa berubah bisa jadi lebih baik atau sebaliknya,” ucap Aryanti. Kutipan tersebut merupakan salah satu penggalan dialog film berjudul “Yang Tak Tergantikan”. Mulai tayang di aplikasi Disney+Hostar sejak Jumat (15-01-2021).

 

“Yang Tak Tergantikan” merupakan sebuah film yang diproduksi oleh Falcon Picture, yang disutradarai oleh Herwin Novianto dan diperankan oleh aktor senior Lulu Tobing.

 

Bercerita tentang Aryati (Lulu Tobing), seorang single parent setelah memilih bercerai dengan suaminya, serta harus berjuang sendiri membesarkan tiga anaknya dengan karakter yang berbeda-beda. Salah satu yang membuat film ini kuat adalah jalan ceritanya yang relate dengan kisah single parent pada umumnya. Terutama, seorang ibu yang membesarkan anaknya sendiri: dia jadi ibu sekaligus ayah.

 

Dengan segala kesederhanaan keluarga kecil ini, Aryati menghidupi tiga anaknya dengan menjadi supir taksi online. Lika-liku tanggung jawab sebagai orangtua dia jalani sendirian. Sampai, kondisi ekonomi yang tidak kunjung membaik membuatnya kalang kabut.

 

Tak ingin anak-anaknya turut merasakan penderitaan yang ia alami, Aryati memilih menutup rapat alasannya berpisah dari sang suami. Ia pun selalu terlihat tegar dan menutupi keburukan mantan suaminya di hadapan ketiga anaknya.

 

Usai orang tuanya berpisah, Bayu (Dewa Dayana), si sulung yang mulai merambah dunia kerja berusaha membantu ibunya untuk membiayai kedua adiknya yang masih duduk di bangku SMA.

 

Ke-2 anak Aryati lainnya sudah menginjak bangku SMA. Artinya, anak-anak mulai masuk ke tahap yang cukup kritis dalam memandang kehidupannya. Hingga suatu hari, salah satu dari anak Aryati, menanyakan soal alasan Aryati berpisah dengan suaminya.

 

Salah satu putri Aryati, Kinanti (Maisha Kanna) sepertinya masih sangat ingin bertemu ayahnya. Dia juga mengirim pesan kecil ke ibunya agar bisa kembali bersatu dengan ayahnya. Kinanti menganggap ayahnya orang baik.

Baca Juga:  UKPM Kronika Berhasil Raih Silver Winner ISPRIMA 2022

 

Namun, Aryati menanggapinya dengan bijak tanpa memberitahu alasan bercerai sebenarnya. Dia mengatakan pada Kinanti jika ayahnya orang baik. Namun, manusia bisa berubah, bisa menjadi lebih baik atau sebaliknya.

 

Lantas, Kinanti berani menemui ayahnya selepas sekolah. Kinanti sempat memberi tahu pada saudaranya Tika (Yasamin Jasem). Hal ini cukup membuat Aryati cukup marah.

 

Hingga akhirnya, Aryati mengalami kecelakaan dan dirawat di rumah sakit. Kinanti bersikeras ingin memberitahu ayahnya, tetapi dicegah oleh Tika.

 

Permasalahan tidak sampai di situ. Perhiasan milik Aryati hilang. Padahal, sewa rumah kontrakan mereka sebentar lagi akan habis dan perlu diperpanjang.

 

Film ini berusaha mengungkap beragam tradisi yang saat ini jarang dilakukan oleh keluarga modern. Contohnya, yaitu aktivitas makan bersama di satu meja makan. Padahal, dari kegiatan yang terlihat sepele ini akan muncul sisi kebersamaan hingga mengobrol untuk bertukar pikiran. Adegan berulang yang ditunjukkan film ini ketika Aryati turut menyelesaikan permasalahan anak-anaknya di meja makan, tanpa menunjukkan ekspresi marah.

 

Semua keakraban tersebut dituangkan pada kehidupan Lulu Tobing yang berperan sebagai seorang ibu tunggal bernama Aryati di dalam film.

 

Uniknya, film ini, di antara keluarga Aryati, sehari-hari Bayu, Tika, dan Kinanti dipanggil dengan “Mas”, “Mbak”, dan “Adik” berturut-turut. Jarang sekali Aryati memanggil mereka dengan nama depan masing-masing.

 

Film ini dibuat hanya dalam waktu singkat, yaitu 11 hari. Lokasi pengambilan gambarnya ada di kota Jakarta. Beberapa di antaranya Pulo Raya, Lebak Bulus, dan Taman Mini. Di samping itu, tantangan beratnya mesti dilakoni pada masa pandemi Covid-19 yang memerlukan perhatian ekstra dari pemain dan kru film terkait kesehatan.

Baca Juga:  FGD Rektor, Pencegahan Radikalisme di PTKIN

 

Ini membuat “Yang Tak Tergantikan” mudah dicerna penonton. Tak ada ibu yang sempurna. Tak ada anak yang 100 persen membanggakan. Saling belajar dan menerima adalah kunci membuat keluarga yang tak sempurna itu mencapai kebahagiaan. Itulah pesan penting Herwin Novianto lewat film berdurasi 104 menit ini.

 

(Penulis/Novia)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Kronika kini menjadi media mahasiswa yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam menyajikan informasi, analisis, dan opini mengenai berbagai isu sosial, pendidikan, politik, dan budaya, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *