Kronika

Uncategorized

Aku dan Keluhanku

  • Februari 28, 2017
  • 2 min read
  • 151 Views

Mengeluh… Memang pernah aku mengeluh…

Mungkin bukan hanya sekali

karena jumlah pasir yang ada dilautan itu mungkin lebih sedikit dari keluhku

 Tidak usah kubandingkan diriku dengan mutiara dilautan yang selalu berkilau manis

 Tak peduli sekuat apapun kamu menderanya,

 tak peduli dari kedalaman apapun ia timbul, itu teramat dalam bagiku

Aku saja masih ragu apakah aku tidak lebih rapuh dari sampan kecil itu,

 yang sudah bertahun-tahun terendam oleh air

 Memang pernah kamu mengeluh…

Tentu saja peluh yang membuat bentengmu luruh

 Tentu saja gaduh yang membuat kehilangan teduh

 Jika letih berulang sekali lagipun, ataupun kita telah melalui letih yang sama itu berkali-kali,

 dan kita tahu kita pernah melompatinya

Lalu kenapa kita selalu tidak bisa membuang prasangka terhadap letih yang selalu menghampiri itu

Mungkin kita akan tetap duduk pada pantai sendu yang sama,

 mentari redup yang sama, jalan lambat yang sama,

dan setiap hal yang sama itu semua tentang keluhan kita

 Memang tak terbilang keluhan kita

 Bukan hanya tentang tebing, tapi juga tentang pasir, tapi juga tentang debu

Tapi hari ini kita sudah memutuskan

Kita akan menggenggam tali yang dapat mengikatnya sekencang mungkin,

 sekencang yang kita bisa

Kita akan mempunyai kekuatan untuk mendaki, sekuat yang kita mampu

 Hari ini aku dan kamu sudah sejalan, sekata, bahkan semakna

Keluh itu kita tuliskan saja diatas pasir putih itu…

 Kalaupun nanti kita masih saja menangis

Keluh itu akan pergi tersapu oleh ombak itu

 Kalaupun nanti kita masih terpaksa menangis…

 Baiklah, kita tangiskan saja dalam bisik

 Lalu bisik itu kita lipat dalam sebuah amplop

Kita tutup hati-hati

Baca Juga:  Mereka Cahayaku

Lalu dimalam yang gelap kita kirimkan kepada Allah

 Jika tangis itu masih tumpah lagi

 Kita siapkan setumpuk amplo lagi

 Kali ini kita lipat sepucuk kebahagiaan lalu kita bagi-bagikan di jalan-jalan yang lebih dingin dari birunya hati kita. Amploap-amploap itu akan kembali dengan sehelai kebahagian untuk kita. Jika tangis itu masih meluap juga…

Begini saja, kita hitung berapa hari kita singgah di dunia ini,

tumpuk jumlah hari itu

Lalu kita susun jumlah hari yang akan kita tempati di akhirat nanti

 Nanti kita akan menyadari waktu yang kita pikul teramat kilat dibanding waktu yang akan kita habiskan untuk menjelajahi sungai-sungai di bawah taman surga

 Sebagian jiwa kita…

memang diciptakan sebagai pengeluh nomer satu

 Tapi sebagian lainnya diciptakan sebagai petarung nomer satu

Dan kamu aku, hari ini, sudah sejalan, sekata dan semakna.(Ika Dharmawati)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Kronika kini menjadi media mahasiswa yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam menyajikan informasi, analisis, dan opini mengenai berbagai isu sosial, pendidikan, politik, dan budaya, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Previous Post

Next Post

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *