Batik Jadi Kebanggaan Remaja
Oleh: Angga, Ferri, Reni, Farida
Dewasa ini batik tak lagi menjadi pakaian orang dewasa, kaum mudapun tak lagi sungkan untuk mengenakan pakaian khas nusantara ini. Dua tahun lalu, lembaga PBB yakni UNESCO resmi mendaulat batik sebagai warisan budaya yang lahir dari bangsa Indonesia. Meski begitu, janganlah kita lekas berbangga, tugas kita saat ini lebih berat, yaitu menjaga dan melestarikan batik yang memiliki potensi kultur dan ekonomis yang sangat besar.
Untuk menghadapi tantangan tesebut, kain batik kini hadir dengan rancangan yang lebih modis dan modern. Hal tersebut bertujuan agar tak hanya dikenakan dalam acara resmi saja, tetapi juga bisa dipakai dalam segala suasana oleh semua kalangan.
Saat ini, batik telah hadir dengan desain-desain yang lebih bervariasi dan menarik dengan warna-warna terang yang lebih berani dan mencolok. Model-model seperti ini dibuat untuk menyelaraskan batik terhadap perkembangan jaman.Para desainer saat ini dituntut untuk mampu membaca keinginan kaum muda dengan membuat paduan batik yang selaras dengan trend yang sedang berkembang dikalangan remaja
Tak hanya modelnya yang bervariasi, beberapa produk batik modern juga hadir dalam bentuk jaket batik, tas batik, kaos batik, hingga sepatu batik yang mulai digemari khususnya oleh kalangan muda, terutama anak sekolah.Potensi batik inilah yang harus dimanfaatkan sebagai nilai ekonomi dalam usaha-usaha batik yang harus dikelola dengan serius. Tak hanya oleh pengusaha besar, tetapi juga masyarakat umum.
Menilik kebelakang, geliat batik mulai muncul sekitar tahun 90 an.Namun saat itu, pemakai batik masih terbatas oleh oang-orang dewasa dan hanya dipakai dalam acara-acara resmi saja. Sekitar tahun 2000 an, batik mulai diwajibkan sebagai pakaian resmi dalam instansi-instansi sekolah maupun pemerintahan. Saat itulah, batik mulai dilirik oleh banyak orang. Desain-desain batik yang masih monoton kemudian disulap menjadi lebih variatif dan modern.Tak hanya dalam acara resmi, batik mulai dikenakan sebagai sebagai pakaian sehari-hari.
Remaja saat ini tak lagi enggan mengenakan batik diberbagai suasana dan tempat.Kita dengan mudah melihat remaja dengan model batik modern disekolah-sekolah, kantor, mall, bahkan kafe. Kebanyakan dari mereka mengaku bangga memakai batik karena batik adalah budaya peninggalan nenek moyang bangsa indonesia.
Saat ditemui dilingkungan kampus, Elly Rosdiana, mahasiswa semester ISTAIN Metro mengaku mulai menyukai batik karena menurutnya batik merupakan warisan budaya bangsa. “Yang membuat saya suka memakai batik karena batik itu kan asli budaya indonesia, apalagi sya kan orang jawa, kalau dipakai wanita, kelihatan anggun,” tutur Elly. Ia juga berpendapat bahwa saat ini batik juga digemari oleh semua usia. “Saat ini tak hanya kalangan mahsiswa saja yang memakai batik, dari kalangan anak kecilpun juga suka,” kata Elly.
Tak hanya sekedar tahu, Medi Heri Saputra, mahasiswa STAIN semester I juga bisa menjelaskan proses pembuatan batik. “Batik itu dibuat dengan warna alami yang diperoleh dari daun mangga untuk menghasilkan warna coklat sebagai warna dasar batik, untuk warna corak berasal dari pewarna tekstil yang dimasak kemudian dilukiskan pada selembar kain dengan menggunakan sebuah alat yang disebut canting,” terang Medi. Saat ditanya kapan mulai mengenal batik, Medi mengaku sudah mulai mengenal batik sejak kecil. “Saya sudah mengenakan batik dari SD bahkan di SMP sekolah sudah mewajibkan muridnya memakai seragam batik,” tutur Medi.
“Batik itu harus dilestarikan karena jika tidak, batik yang merupakan warisan budaya kita bisa-bisa diklaim oleh negara lain,” tutur Medi menambahkan.
Mengenal Batik Metro
Batik merupakan warisan khas nusantara, berbagai jenis batikpun hadir mewakili ciri khas daerah-daerah diIndonesia. Sejauh ini, batik Solo dan Jogja masih menjadi batik kegemaran masyarakat dibanding batik daerah lain. Kebanyakan sentra produksi batik di Indonesiapun masih berasal dari kedua kota tersebut.
Meskipun begitu, batik-batik dari daerah lainpun tak mau kalah bersaing. Kota-kota lain seolah berlomba membuat batik khas daerah mereka, mulai dari Makasar, Medan, Palembang bahkan Lampung. Ya, tak salah memang, Lampung ternyata juga memiliki batik tersendiri. Bahkan, batik Lampung juga telah berpadu dengan cirikhas daerah lain, hingga terciptalah batik–batik khas daerah, seperti batik Lampung Timur, batik Lampung Tengah, batik Lampung Selatan, hingga batik Metro.
Beberapa hari yang lalu, tim Kronika sempat mendatangi salah satu sentra penjualan batik di Metro guna berkenalan lebih jauh dengan batik Metro. Sentra penjualan batik khas Lampung tersebut beralamat di jalan Kerinci nomor 25, Metro Pusat. Cici, salah satu karyawan sentra batik tersebut menjelaskan bahwa tempatnya bekerja merupakan satu-satunya cabang penjualan batik khas Metro di Kota pendidikan tersebut yang juga merupakan cabang dari sentra batik yang setelahBandar Lampung.“Untuk cabang di Metro ini kita satu-satunya disini, batik Metro ini sendiri adalah cabang dari Bandar Lampung yang berlokasi di daerah Kemiling,” tutur Cici.
Sentra batik tersebut hanya menjual batik jadi yang berasal dari berbagai bahan kain.”Di sini kita hanya fokus dalam penjualan aja, tempat produksinya di Jawa sana kita hanya menjual yang sudah jadi aja, bahan-bahannya terbuat dari Katun, Gobi, Tenun, Sutera dan bahan BSY yang dijual meteran,” jelas Cici.
Harga yang ditawarkan disentra inipun bervariasi, mulai dari puluhan hingga ratusan ribu rupiah. “Yang paling mahal sudah jelas yang terbuat dari bahan sutera yang mencapai angka Rp.200.000, untuk keseluruhan itu harganya mulai dari Rp. 80.000 – Rp. 200.000 Per pola,” terangCici. Ia juga menerangkan bahwa batik Metro juga memiliki perbedaan tersendiri. “Yang membedakan antara batik khas Metro dengan batik khas Lampung lainnya itu motif polanya seperti Metro sendiri.Corak dan polanya itu bergambar payung dan juga ada yang pola atau bergambar tugu pena,” lanjutnya.
Saat ditanya mengenai omset, Cici menuturkan jika omset yang dihasikan selama sebulan cukup lumayan. “untuk omset penjualannya sendiri tidak tetap ia, karena namanya orang jualan itu kan ada yang namannya pasang surut, tapi jika di lihat penjualan perhari kalau dijual satu-satu mencapai Rp 2 juta sampai dengan Rp 3 juta di mana konsumenya kebanyakan berasal dari para pegawai dan anak sekolah,” tambahnya panjang.
Cici berharap jika kelak minat anak muda terhadap batik terus meningkat sehingga industri-industri batik khususnya di Metro bisa terus berkembang. “Harapan saya supaya potensi batik terutama di Metro bisa terus berkembang, perhatian serius haruslah diberikan pemerintah dalam perkembangan industri ini, sehingga kendala modal yang banyak dihadapi pengusaha bisa teratasi dan batik Metro bisa lebih dikenal,” kata Cici.[]