Pusat Studi Gender dan Anak (PSGA) Insitut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro menggelar Worskhop Penyusunan Profil Gender di Ruang Rapat Munawir Sjadzali, Gedung Rektorat Lt.II, Sabtu (18-06-2022).
Workshop ini menghadirkan dua narasumber konsultant gender expert yakni Ida Rosyida, Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta, dan Iklillah, Universitas Indonesia (UI). Tak hanya dalam lingkup dosen, PSGA juga menggandeng tiga peserta yang berasal dari organisasi mahasiswa (Ormawa), Unit Kegiatan Mahasiswa (UKM) Kronika, Riset dan Inovasi (Renov), dan Lembaga Keagamaan Kampus (LKK).
Ida Rosyida menjelaskan bahwa kendala integritas Pengarusutamaan Gender (PUG) di perguruan tinggi menjadi teori yang harus dipahami sebagai langkah awal menuju penyusunan profil gender. Perlu adanya kebijakan-kebijakan reponsif gender. Oleh karena itu, Profil gender sebagai dasar pengambilan kebijakan. Sementara itu, Iklillah menjelaskan terkait praktik penyusunan profil gender bersama peserta workshop.
Berbicara tentang perspektif gender, Elfa Murdiana, Kepala Pusat Penelitian dan Penerbitan selaku tim penyusun profil gender, menyampaikan bahwa gender bukan tentang perempuan, tetapi kebutuhan masing-masing orang. Maka, di sinilah penyusunan profil gender memperlihatkan di mana wajah perguruan tinggi yang responsif terhadap gender.
Ia mengungkapkan, kaitannya dengan perguruan tinggi, mereka adalah bagian dari proses pembangunan pendidikan yang dijamin oleh negara. Pendidikan harus bisa dirasakan oleh seluruh jenis kelamin baik laki-laki maupun perempuan, dan yang berkebutuhan khusus.
“Jadi ini sangat relate sekali, di mana peran perguruan tinggi adalah menjamin pendidikan bagi seluruh masyarakat, agar pendidikan itu bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat,” ungkapnya.
Elfa juga mengatakan bahwa tujuan penyusunan profil gender bukan hanya untuk PSGA, akan tetapi bagaimana perguruan tinggi ini benar-benar mampu bisa dirasakan manfaatnya oleh masyarakat umum dan komunitas akademik. “Bisa tersusun dengan struktural, mewujudkan IAIN Metro yang responsif gender bukan responsif perempuan,” harapnya.
Tanggapan positif datang dari Eka Julisa Putri, UKM Renov, antusias mengikuti worskhop tersebut. Melalui workshop tersebut, ia mengaku lebih mengetahui permasalahan gender yang sering terjadi di kampus, bahkan permasalahan yang terlihat sepele justru memiliki dampak yang sangat besar menurut perspektif gender.
Ia berharap, kondisi tentang ketimpangan ataupun keseteraan serta keadilan gender dapat dianalisis dan dinilai melalui sebuah data terpilah. “Kesetaraan gender dapat semakin dirasakan oleh setiap lini kehidupan kampus, baik dalam bentuk sarana prasarana maupun pengelolaan sumber daya manusia,” harapnya.
(Reporter/Utami)