Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mahasiswa Protes Standar SKS
STAIN ; Senin (14/5) puluhan mahasiswa dan pihak pimpinan STAIN Metro mengadakan dialog membahas permasalahan standarisasi jumlah sistem kredit semester (SKS) untuk mengikuti Kuliah Kerja Nyata (KKN) tahun 2012 di GSG. Pihak pimpinan yang menghadiri dialog tersebut Mukhtar Hadi selaku pembantu ketua I, Hemlan Elhany selaku pembantu ketua III dan kepala Pusat Penelitian dan Pengabdian pada Masyarakat (P3M) Siti Nurjanah beserta sekretarisnya Imam Mustofa.
Dalam dialog tersebut Dedi Ariadi mahasiswa Hukum Islam semester VI mempertanyakan kebijakan lembaga yang menetapkan standarisasi 110 SKS untuk mengikuti KKN. Sementara pada peraturan di buku pedoman akademik tercantum syarat standarisasinya 120 SKS. Hal itu menurutnya dari pihak lembaga sendiri menyalahi aturan pada pedoman akademik. Sehingga mahasiswa menuntut ada kebijakan syarat standar menjadi 100 SKS. Sedangkan jika tidak ada kebijakan untuk diturunkan lagi dalam standar SKS, lebih baik tetap sesuai dengan pedoman akademik yakni 120 SKS.
Hal tersebut langsung ditanggapi Mukhtar Hadi dengan menjelaskan bahwa pada beberapa tahun sebelumnya standarisasi untuk mengikuti KKN hanya 100 SKS. Sehingga menurutnya jika standar SKS tidak dinaikan maka tidak akan ada peningkatan. Kemudian secara bertahap, lanjutnya, tidak akan bisa mengikuti peraturan sesuai pedoman akademik yang standarnya 120 SKS. Maka, dari pihak lembaga menetapkan kebijakan menjadi 110 SKS untuk peningkatan secara bertahap.
Masih kata Mukhtar Hadi, bagi mahasiswa yang jumlah SKSnya tidak mencapai 110 dapat mengikuti KKN tahun depan. Selanjutnya pada tahun ini untuk konsentrasi kuliah. “Kemudian mahasiswa jangan merasa rugi jika tidak mengikuti KKN tahun ini. Karena bisa konsentrasi kuliah. Nantinya tahun depan tinggal mengikuti KKN dan bisa selesai dengan waktu yang sama. Ke depan bisa saja menjadi 120 SKS, secara bertahap akan ada peningkatan. Jika sama seperti tahun lalu akan mengalami kekosongan,” tuturnya.
Kepala P3M Siti Nurjanah menuturkan data yang diperoleh dari bagian akademik bahwa mahasiswa yang masuk kriteria dengan mencapai 110 SKS sebanyak 620 orang dari semua program studi di STAIN Metro. Untuk perbandingannya dari jurusan Tarbiyah sebanyak 543 dan dari jurusan syari’ah 77 mahasiswa. Selain itu, yang seharusnya menjadi pembahasan adalah mengenai bagaimana anggaran dari pusat untuk kuota 400 mahasiswa ini bisa mencukupi jumlah yang masuk kriteria tersebut. “Nah ini yang akan kita diskusi bersama, anggaran untuk 400 orang itu bisa mencukupi jumlah mahasiswa yang masuk kuota. Ini yang seharusnya diperjuangkan, bukan masalah SKS itu. P3M berusaha semaksimal mungkin untuk mensukseskannya,” ujarnya. Menurut Nurjanah, KKN tahun ini waktunya dilaksanakan hingga bulan Ramadhan. Sehingga mahasiswa harus mempersiapkan segala kemampuan yang dimiliki dalam pendalaman spiritual dan mental.
Namun penjelasan tersebut disanggah kembali oleh Khorudin Yusuf Aditya mahasiswa Ekonomi Islam semester VIII. Dikatakannya, pada moment KKN semester ini akan berpengaruh pada psikologi mahasiswa yang tidak dapat mengikuti KKN. Hal itu menurutnya karena rekan mahasiswa seangkatannya pada semester VIII sudah akan sibuk PPL, skripsi dan bekerja, tetapi yang tidak dapat berangkat KKN semester ini nantinya masih dengan persiapan KKN.
Masih kata Yusuf, mahasiswa yang sudah memperoleh 110 SKS tidak menjamin kemampuannya lebih dalam hal spiritual dengan mahasiswa yang jumlahnya di bawah 110 SKS. Hal ini juga menimbulkan masalah, karena pihak lembaga mengubah peraturan pedoman akademik dengan sendirinya.
Begitu juga Muhammad Yadi mahasiswa Hukum Islam semester VI menuturkan bahwa seharusnya sebuah kebijakan bukan putusan dari sepihak. Sehingga menurutnya perlu pertimbangan dari masukan mahasiswa. “Karena pada dasarnya kami semester VI sudah dibiasakan KKN,” terangnya.
Gubernur BEM Jurusan Syari’ah Saiful Anwar yang saat itu sebagai moderator pun ikut menyuarakan bahwa permasalahan KKN ini cukup dilematis. Hal itu dikatakan karena ada beberapa poin yang menjadi kesalahan pihak lembaga. Pertama, lembaga melanggar peraturan sendiri yang seharusnya 120 SKS turun menjadi 110 SKS. Kedua, yang seharusnya KKN dilaksanakan disemester VIII turun di semester VI. Ketiga, tidak ada sosialisasi terhadap mahasiswa dari lembaga yang seharusnya sejak semester awal. Sehingga mahasiswa dapat mempersiapkan diri untuk mencapai target syarat standarisasinya.
Selanjutnya Mukhtar menanggapi, seharusnya pada pelaksanaan KKN dilakukan di semester VIII setelah pelaksanaan PPL. “Kalau ingin menegakkan peraturan maka semestinya 120 SKS. Semestinya KKN dilaksanakan setelah PPL sesuai pedoman akademik, namun saat ini KKN dilaksanakan sebelum PPL,” katanya. Sehingga mengenai ini dari penuturan Mukhtar bahwa dilakukan secara bertahap yang ke depannya dapat dilakukan dengan standar 120 SKS. Namun, pihaknya juga memberi keterangan bahwa mengenai syarat untuk mengikuti KKN pada dasarnya bukan berdasarkan semesternya, namun standar SKS yang dicapai mahasiswa. Sehingga, kata dia, jika ada mahasiswa semester IV yang sudah mencapai target dapat mengikuti KKN.
Sedangkan mengenai sosialisasi, dijelaskan Mukhtar Hadi bahwa pihak lembaga sudah membagikan buku pedoman akademik sejak mahasiswa di semester awal. “Sudah dari semester awal buku pedoman mahasiswa dibagikan. Bukan berarti ini tidak ada sosialisasi,” pungkasnya.
Selanjutnya Pembantu Ketua I tetap pada pendirian awalnya bahwa syarat standarisasi untuk dapat mengikuti KKN sudah mencapai 110 SKS. “Jadi inilah gambarannya 110 SKS. Adapun mahasiswa yang sudah mencukupi 110 SKS untuk segera mendaftarkan diri,” ucap Mukhtar Hadi. Singkat cerita, para pimpinan menyudahi dialog tersebut namun mahasiswa belum merasa puas dan ingin malanjutkan dialog karena tidak ada kepastian yang jelas.
Setelah moderator menetapkan dialog selesai, para pimpinan bergegas keluar GSG. Sedangkan dari pihak mahasiswa terus menggerutu dan mengancam akan mengadakan aksi pada sore hari itu juga. Terbukti, sekitar 30 mahasiswa melancarkan aksi untuk menyuarakan tuntutannya di depan gedung rektorat. Tapi, ketua STAIN yang saat itu diharapkan mahasiswa tidak berada di kampus. Sekumpulan mahasiswa pun ditemui oleh Mokhtaridi Sudin selaku Kabag Administrasi. Selanjutnya pihaknya memberi masukan kepada mahasiswa bahwa jika sudah diadakan dialog tapi tidak ada kepastian, yang memiliki kebijakan sepenuhnya adalah ketua STAIN Edi Kusnadi. “Ketua STAIN sedang di Jakarta, tiga hari ini tidak ada di kampus. Kalau minta diturunkan 100 SKS dan tidak bisa diturunkan masih ada solusi. Ke ketua STAIN dulu, dirapatkan dulu, biasanya keputusan bersama,” tuturnya kepada mahasiswa.
Begitu juga dijelaskan Khusnul Fatarib selaku pembantu ketua IV bahwa pihaknya berjanji untuk membantu mahasiswa dengan mediasi. “Yang akan mengambil kebijakan ketua STAIN, saya akan bantu kalian. Saya akan mediasi, kita minta kebijakan pak ketua. Hanya pak ketua yang mengambil kebijakan. Kalau hanya puket I dan P3M tidak bisa. Kita tunggu pak ketua datang,” tuturnya. Kemudian setelah ada penjelasan dari kedua pimpinan tersebut, aksi mahasiswa dapat diredakan dan satu per satu membubarkan diri.[]