Kronika

Kampus Koran

Polemik Pemira

  • April 4, 2017
  • 3 min read
  • 84 Views

IAIN;<KRONIKA>;, Pemilihan Umum Raya (Pemira) merupakan pemilihan umum yang diselenggarakan IAIN untuk memilih Dewan Mahasiswa (Dema) dan Senat Mahasiswa (Sema). Setelah mengalami kekosongan kepengurusan selama 2 periode, di tahun 2016 lalu, IAIN membentuk Komisi Pemilihan Umum Mahasiswa (KPUM) dan Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) dalam rangka menunjang pelaksanaan Pemira. Segala persiapan telah dilaksanakan, menurut Galih, Ketua KPUM menerangkan bahwa pihak KPUM sudah melakukan segala persiapan, seperti sosialisasi kepada mahasiswa terkait pelaksanaan Pemira melalui banner yang dipasang di depan masjid kampus dan sosialisasi dari mulut ke mulut (21/10).

Lain halnya yang disampaikan KPUM, Dimas Primanda (PAI/VI) mengaku tidak tahu jika ada Pemira pada waktu itu. “Saya tidak tau kalau ada pelaksanaan Pemira waktu itu, karena tidak ada sosialisasi dari panitia penyelenggaranya, yang saya tau cuman ada banner yang dipasang didepan masjid itu saja, selebihnya untuk sosialisasi lebih kemahasiswa tidak ada,” terang Dimas.

Pada 9 November lalu, Pemira dilaksanakan dan dibuka secara resmi oleh Rektor IAIN, Enizar. Awalnya Pemira berjalan dengan baik, namun beberapa saat Pemirapun menjadi ricuh dengan kehadiran sekelompok mahasiswa yang mengacak-acak surat suara yang telah disediakan. Setelah gagalnya pelaksanaan Pemira pada (9/11), akhirnya dilakukan rapat diruang pimpinan di gedung Rektorat oleh Pimpinan dengan perwakilan dari KPUM, Bawaslu, dan Mahasiswa dan akhirnya mendapat keputusan menggunakan sistem parlemen.

Seperti yang terlampir dalam surat pernyataan yang telah dibuat serta disepakati oleh pihak KPUM, Bawaslu, mahasiswa, Waka III serta para saksi yang hadir pada rapat (9/11) pukul 13:00 di gedung Rektorat yang menerangkan bahwa untuk pemilihan Presiden mahasiswa akan dilaksanakan dibawah koordinasi unsur Pimpinan atau dilaksanakan secara parlemen. Keputusan tersebut rupanya tidak sepenuhnya diterima oleh mahasiswa, dibuktikan dengan adanya aksi yang dilakukan oleh mahasiswa pada sore harinya. Deni Pujianto yang mengaku mahasiswa non-aktivis berharap bahwa pelaksanaan pemilihan Sema-Dema kedepan tidak menggunakan sistem parlemen, tetapi tetap menggunakan sistem presidential, ”Saya berharap tetap menggunakan sistem presidential, karena biar sosok pemimpin yang terpilih itu memang hasil dari suara terbanyak, bukan hasil pilihan pimpinan. Saya juga berharap agar mahasiswa yang merupakan aktivis organisasi ini dapat belajar juga dari kami (Mahasiswa.,red) non-aktivis dalam mengontrol diri, mengingat mereka adalah para wakil rakyat yang seharusnya memberikan dan mencerminkan contoh aktivis yang baik, bukan saling menonjolkan tapi memang benar-benar berguna bagi yang lain,” harapnya.

Baca Juga:  Warek III Serahkan Bantuan Sarpras untuk Ormawa

Ada beberapa dari mahasiswa yang menyayangkan atas gagalnya Pemira pada saat itu. “Saya sendiri yang bukan merupakan aktivis organisasi menyayangkan atas gagalnya Pemira dengan insiden demikian. Pemira bisa gagal pasti ada sebabnya, butuh kerjasama dan komunikasi yang baik antara Dema dan seluruh mahasiswa. Waka III yang menangani bidang kemahasiswaan saya rasa juga kurang tegas dan inisiatif dalam menengahi dan memberikan masukan,” ujar Deni Pujianto (PAI/VI). Deni  juga menambahkan bahwa kegiatan Sema-Dema  harus lebih aktif dalam bidang pendidikan lagi, kegiatan yang selama ini dilakukanpun belum dirasakan oleh semua mahasiswa.

Hal senada juga diutarakan oleh Dimas, Ia menyayangkan gagalnya pelaksanaan Pemira dengan kericuhan yang dibuat sendiri oleh mahasiswa, “Pemira kali ini saya rasa hanya sebagai ajang menonjolkan diri dari tiap kelompoknya, menunjukkan siapakah yang lebih hebat. Kita kan mahasiswa, apalagi kita berada di Perguruan Tinggi yang berbasis Islam, seharusnya bisa menyelesaikan suatu masalah ya dengan jalan yang baiklah, selayaknya seorang mahasiswa”.

Saat Kronika menemui Mat Jalil, Wakil Ketua (Waka) III pada (1/3) untuk menanyakan kelanjutan proses pemilihan Sema-Dema yang telah disepakati menggunakan sistem parlementer. Waka III mengatakan bahwa saat ini  belum dapat memberikan keterangan apapun mengenai pemilihan Sema-Dema, “Untuk saat ini saya belum bisa memberikan keterangan apapun berkenaan dengan pemilihan Sema-Dema, nanti saja dibahasnya setelah segala proses alih status ini selesai. Kita kan baru pelantikan Rektor kemaren, setelah itu baru menyusun kabinet kerja IAIN Metro. Nanti saja dibahasnya kalau penyusunan kabinet kerjanya sudah selesai,” terangnya kepada Kronika.(Reporter/Ulfa)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Kronika kini menjadi media mahasiswa yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam menyajikan informasi, analisis, dan opini mengenai berbagai isu sosial, pendidikan, politik, dan budaya, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *