IAIN;<KRONIKA>;, Civitas akademika telah mengenal kantin kejujuran yang marak dilakukan pedagang beberapa tahun terakhir. Pedagang kantin kejujuran biasanya dilakukan oleh mahasiswa. Kantin kejujuran identik dengan sistem tes kejujuran, meletakkan dagangan ditempat tertentu tanpa ditunggu, kemudian pembeli mengambil sendiri jajanan yang akan dibeli serta membayar dan mengambil kembalian sendiri.
Sistem yang berusaha diterapkan pedagang, hampir tidak terlaksana, bahkan pedagang sering kali mengalami kehilangan. Keadaan seperti ini sering menjadi keluhan para pedagang. “Mungkin memang ada pembeli yang lupa membayar, atau bahkan sengaja tidak membayar. Jadi buat jengkel, bukannya untung malah rugi terus,”tutur Igne (KPI/IV), pedagang kantin kejujuran. Serupa dengan Igne, Juwita pedagang kantin kejujuranpun mengaku sering kali kehilangan, “Sering kehilangan, sampai saya enggak mau lagi jualan,” tutur Juwita. Beda halnya dengan Juwita, Ammar (KPI/II), salah satu pedagang kantin kejujuran mengaku tidak jera walau sering kehilangan uang. “Saya pernah kehilangan juga, bahkan nyampek bisa 10-30 ribu/hari, tapi saya gak jera kok”.
Menanggapi hal tersebut, Mugi Astuti, Kepala Bagian AUAK (Kabag AUAK) menyatakan bahwa kantin kejujuran tidak di sediakan oleh pihak kampus. Kabag AUAK mengatakan tidak pernah memberikan izin, “Pihak kampus hanya menyediakan kantin permanen dengan dikenakan biaya sewa seperti yang telah ada di kampus 1 . Kami juga tidak pernah memberikan izin, jika ada yang kehilangan maka bukan tanggung jawab kampus. Satpam juga tidak harus bertanggung jawab atas hal tersebut”. Senada dengan Kabag AUAK, Adi, satpam kampus juga menuturkan bahwa pedagang tidak ada koordinasi dengan pihak keamanan, “Pedagang tidak ada koordinasi dengan pihak keamanan, maka dari itu kami tidak bertanggung jawab jika ada yang kehilangan”. Igne pun menuturkan, bahwa sebelumnya memang tidak ada koordinasi dengan pihak kemanan karena pedagang yang lainnya juga tidak pernah koordinasi terlebih dahulu. “Tidak ada koordinasi dengan satpam, ya karena mengikuti tradisi. Dari awal memang hanya meletakkan dagangannya di tempat tertentu tanpa koordinasi terlebih dahulu,” lugas Igne. Berbeda dengan Igne, saat dihubungi via sms Nur Khusaini (Esy/VI) pedagang di kampus 2 mengatakan ada koordinasi dengan satpam, “Ada koordinasi kok dengan satpam, sering ngobrol juga. Kadang kalo kami (pedagang.,red,) masuk kelas, satpam keliling jagain”.
Selain itu, kehadiran kantin kejujuranpun menuai berbagai pendapat dari kalangan mahasiswa. Tidak hanya mengenai jujur atau tidaknya pembeli, tetapi juga fasilitasnya. “Seharusnya kantin kejujuran itu ada tempatnya sendiri, bukan di gazebo atau di teras masjid, kan repot kalau mau duduk tapi di gazebo isinya makanan,” tutur Inayah (PAI/IV). Innayah pun berharap agar kantin kejujuran ini diberi fasilitas tempat dan dikembangkan, “Kantin kejujuran ini harusnya diberi fasilitas tempat dan dikembangkan, karena banyak mahasiswa yang mempunyai jiwa wirausaha”. Senada dengan Innayah, Hafidz (HEsy/II) juga berharap agar kantin kejujuran diberikan fasilitas agar makanan terjaga kebersihannya, “Diberikan fasilitaslah, agar makanan terjaga kebersihannya tidak dihinggapi lalat dan lebih banyak pembeli yang tertarik, juga lebih aman”.
Selain itu, pihak satpam sebenarnya telah menegur para penjual agar tidak berjualan di masjid atau fasilitas lainnya. “Yasudahlah, selagi makanannya bersih dan tetap menjaga kebersihan seperti tidak membuang sampah sembarangan, itu tidak masalah,” tutur Sutimin, satpam IAIN Metro. Sutimin berharap agar mahasiswa bisa jujur ketika membeli makanan di kantin kejujuran, “Karena satpam juga kan tidak bertanggung jawab jika terjadi kehilangan, maka mahasiswa itu harusnya jujur. Kasihan juga sama yang jualan, bukannya untung malah rugi,” tambah Sutimin. Meskipun menuai berbagai pendapat, tetapi Suharni (D-3 PBS/IV) mengatakan mendukung adanya kantin kejujuran dikarenakan tidak meganggu apapun dan jika makananya ditambah maka akan lebih menarik nantinya.
Untuk saat ini IAIN Metro terfokus pada pembangunan fasilitas gedung perkuliahan. Jika memang akan membangun kantin, maka harus memiliki izin terlebih dahulu dari Dirjen Kekayaan Negara. Karena segala hal yang berkaitan dengan tanah milik Negara harus melalui perizinan dan ada skala prioritasnya. “Pembangunan kantin itu tidak sekarang, karena kampus masih fokus pada pembangunan gedung perkuliahan. Dan juga pedagang itu seharusnya tidak boleh berjualan jika IAIN belum memiliki gedung permanen untuk kantin,” lugas Kabag AUAK. Disamping itu, kampus tidak dapat memberikan fasilitas kantin kejujuran meski hanya meja. Mugi juga menambahkan seharusnya tidak ada yang meminta fasilitas meskipun hanya meja, karena pedagang juga tidak pernah mengajukan izin sebelumnya. Pengajuan izin untuk berdagang pun tidak bisa diajukan atas nama pribadi (perorangan.,red), tetapi harus ada yang mengkoordinir. Pengajuan izin juga tidak bisa dilakukan atas nama pribadi, “Tidak bisa mengajukan izin jika atas nama pribadi. Kecuali jika ada yang mengkoordinir, seperti UKM. Tertip birokrasi harusnya,” tambahnya.
“Selama ini enggak pernah denger kalo jualan harus ada izinnya tu, kurang sosialisasi kan berarti,” ujar Nur Khuzaini. Selain itu pihak kampus seharusnya memberikan dukungan untuk mahasiswa dalam berwirausaha. “Lembaga harusnya memfasilitasi pedagang, mulai dari tempat dan nyampek administratif . Ya pokoknya lembaga jangan hanya diemlah terutama Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam, jangan hanya seminar-seminar aja tanpa ada pendampingan langsung , kan kewirausahaan itu berkaitan langsung dengan ekonomi,” tambah Nur Khuzaini. Senada dengan Nur Khuzaini, Nurul Hidayah (ESy/VI) yang merupakan pedagang kantin kejujuran di kampus 2 mengatakan lembaga kurang sosialisasi tentang perizinan berdagang. “Ya memang jika begini mahasiswa salah karena tidak izin, tapi lembaga juga enggak pernah sosialisasi masalah perizinan. Kan jadi serba salah,” tuturnya. “Saya berharap lembaga itu memberi fasilitas, masak berwirausaha enggak di dukung kan,” tambah Nurul Hidayah.
Sering kali mengalami kehilangan, pedagang kantin kejujuranpun memliki harapan besar terhadap mahasiswa agar lebih jujur lagi saat bertransaksi. Tidak berharap apapun untuk kampus, “Saya tidak berharap apapun dari pihak kampus, karena memang tidak pernah izin dengan siapa pun untuk berdagang di kantin kejujuran,” lugas Juwita. Selain itu Igne berharap agar mahasiswa memiliki jiwa sosial, “Saya berharap mahasiswa itu memiliki jiwa sosial, jadi waktu mau beli mereka membayar dengan jujur”. Senada dengan Igne, Ammar, salah satu pedagang kantin kejujuran berharap, mahasiswa yang tidak jujur saat membeli agar tidak mengulanginya lagi. Mahasiswa itu dituntut jujur dalam hal apapun termasuk saat bertransaksi. “Mahasiswa itu dituntut jujur, tapi masih saja ada yang tidak jujur. Untuk pedagang cobalah untuk menitipkan dagangannya di warung-warung agar lebih aman lagi,” tutur Mugi diakhir perbincangan. (Reporter/Elsa/Umaroh)