Tak Patuhi SK Dirjen 4961, PTKI Terancam Tidak di Danai
Selayaknya Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) pada umumnya. IAIN Metro juga melaksanakan ketentuan berdasarkan peraturan Kementerian Agama (Kemenag) dalam menetapkan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD ART) saat Organisasi Kemahasiswaan (Ormawa) akan melaksanakan Reorganisasi, wajib mengikuti pedoman yang sudah tertulis dalam buku pedoman Ormawa pada masing-masing PTKIN.
Sebagai seorang Ketua Dewan Eksekutif Mahasiswa (Dema) tahun 2019, Tanzili mengatakan, AD ART adalah sebuah pedoman suatu aturan dalam organisasi, baik organisasi lingkup kecil ataupun besar. Dalam MOM-I (Musyawarah Organisasi Mahasiswa Institut,. red) yang sudah dilaksanakan pada 28 Desember lalu, hanya membahas terkait pemilihan Sema (Senat Mahasiswa,. red) dan Dema.
“AD ART akan dibahas di kongres. Kongres ini akan diadakan oleh Sema, setelah pemilihan Sema Dema dilakukan, dan akan diikuti oleh Ormawa” terangnya ketika diwawancarai Kronika pada Kamis (02/1).
“Hal-hal seperti ini bukan ranah eksekutif ya, lebih pasnya yang mengurusi adalah lembaga normatif dan legislatif seperti Sema yang mempunyai hak terkait AD ART dan peraturan-peraturan lainnya. Jika lembaga Eksekutif itu diibaratkan seorang presiden RI. Tidak harus ia yang membuat peraturan, tetapi setiap peraturan ia harus tahu,” tambahnya.
Senada dengan Tanzili, ketua Sema 2019 IAIN Metro, Andi Kurniawan mengungkapkan, AD ART merupakan turunan dari buku Pedoman Ormawa. Saat ditanya soal AD ART yang tidak dibahas di MOM-I, Andi menjawab, karena didalam AD ART Ormawa tertera bahwasanya sidang AD ART dilakukan bila mana setengah plus satu dari peserta sidang, meminta diadakannya pembahasan AD ART. Kemarin dari suara penuh tidak ada yang mengajukan, jadi ya tidak diadakan.
“Tergantung kepengurusan tahun depan, akan dibahas kapan AD ART nya, mau diawal atau kapan, tetapi idealnya dibahas di awal. Kenapa hari ini (tahun ini,. red) calon harus ideal, dan diseleksi secara ketat? Dengan itu kita akan mengawalnya sampai akhir nanti. Jika kepemimpinan saya kemarin, tidak dikawal oleh demisioner, jadi kami masih sedikit bingung” tuturnya kepada Kronika, Kamis (02/1).
Andi menambahkan, di MOM-I menyidangkan beberapa sidang pleno, terkait masalah tata tertib dan pemilihan. Maka salah satu wujud pola yang mengideal, yang merupakan imbas 2 tahun birokrasi kampus dibekukan.
Andi mengatakan jika kampus merupakan replika negara. Karena, mahasiswa belajar bagaimana jalannya demokrasi dalam suatu pemerintahan.
“Hari ini sistem di kampus menggunakan pola parlementer, itulah yang membedakan antara negara dan kampus kita. Hal ini sudah tertera jelas di SK Dirjen 4961,” tambah Andi ketika ditemui di sekret Sema.
“Seluruh PTKI seharusnya menggunakan aturan dari Dirjen 4961, tetapi masih ada yang tidak mematuhi peraturannya. Jika PTKI belum mengikuti aturan ini, maka akan diberlakukan sistem otoritas. Jika ditingkat institut ya diserahkan kepada Wakil Rektor (Warek) III. Seumpama ada satu Ormawa yang tidak patuh, maka tidak akan mendapat dana DIPA, sanksi paling parah maka akan dibekukan Ormawa tersebut” katanya.
SK Dirjen ini berasal dari Permen Ristekdikti yang diturunkan kepada Kemenag. Menggunakan sistem perwakilan, minim peluang kecurangannya, “Karena benar-benar sudah mewakili suara dari masing-masing jurusan. Seperti saya dari jurusan PAI (Pendidikan Agama Islam,. red), saya sudah merasa terwakilkan oleh ketua jurusan saya,” imbuhnya.
Lain halnya dengan Andi, menurut Tanzili, peraturan pemilihan Sema Dema, diatur di kampusnya masing-masing, namanya hukum turunan. Hukum dari kementrian itu membebaskan, diserahkan kepada Warek III ingin sistem musyawarah atau demokrasi. Karena melihat di kampus PTKIN lain, tetap tidak bisa terpilih Sema Dema dengan cara Pemira. Mungkin itulah penyebabnya IAIN Metro menggunakan sistem musyawarah.
“Menurut saya baiknya si dengan cara demokrasi, karena bisa ngerasain oh bisa milih siapa-siapa. Namun, kondisi yang terjadi sekarang ya harus menggunakan sistem perwakilan. Kekurangannya sistem perwakilan, memang tidak semua mahasiswa bisa ikut memilih,” ujarnya.
Sedangkan menurut Warek III, Ida Umami, AD ART itu terserah forum, ingin dibahas atau tidak. Jika memang quorum memutuskan isinya tetap seperti tahun lalu, maka tidak akan dibahas lagi di tahun ini.
Pemilihan Sema Dema dengan sistem perwakilan, akan tetap dilaksanakan sampai keputusan dari Dirjen yang diturunkan ke Kemenag tidak diubah, “Ormawa tidak boleh bertentangan, baik itu syaratnya, tata caranya, dan lain sebagainya. Peraturan ini sudah jelas tertera di dalam buku pedoman Ormawa, tertuliskan pada poin Dasar Organisasi nomor 7 yaitu Keputusan Direktur Jenderal Pendidikan Tinggi Islam No. 4961 Tahun 2016 tentang Pedoman Umum Organisasi Kemahasiswaan pada Perguruan Tinggi Keagamaan Islam,” terangnya kepada Kronika, Jumat (03/1).
Kampus lain saja ingin merubah menjadi sistem perwakilan, “Merubah seperti kita susahnya setengah mati. Memang masih ada PTKIN yang menggunakan sistem pemira, tetapi ancamannya uang kemahasiswaan tidak akan dicairkan dari Kemenag,” tambah Ida.
“Karena keputusan didalem MOM-I tidak ada intervensi saya, semua diserahkan ke Sema-I dan Dema-I, jangan sampai saya mengatakan sesuatu yang bukan hak saya. Saya pasrahkan ke Sema Dema, bagaimana sistematisnya, saya hanya memantau saja. Kapan sidangnya, kapan pemilihannya, dan lain sebagainya, seperti itu tugas saya,” tutupnya ketika diwawancarai Kronika.
(Ilustrator/Rani)
(Reporter/Nissa)