38°C
28 April 2024
Artikel Kampus Muda

Mengupas Film Gaza Still Alive Bersama Harry Fear

  • Mei 22, 2021
  • 4 min read
  • 53 Views
Mengupas Film Gaza Still Alive Bersama Harry Fear

Melansir dari CNBC Indonesia, serangan Israel di jalur Gaza pada 10 Mei 2021 lalu, telah menewaskan 232 warga Palestina termasuk 65 anak-anak. Hal ini menimbulkan gelombang demonstrasi dari berbagai negara sebagai dukungan solidaritas terhadap Palestina.

 

Tak hanya itu, bantuan berupa donasi juga banyak dilakukan. Mulai dari komunitas hingga tokoh publik. Meski begitu, rasa trauma saat konflik ini akan tetap dirasakan hingga kapanpun. Permasalahan ini akhirnya membuat Harry Fear, jurnalis independen asal London membuat film maker Gaza Still Alive.

 

Saat mengisi tanya jawab yang bertajuk Trauma Anak Gaza yang digelar oleh Lembaga Kemanusiaan dari SMART171 via zoom meeting dan disiarkan langsung di akun instagram resmi smart171, serta kanal youtube SMART17, Selasa (18/9) lalu, Harry menjelaskan alasannya membuat film tersebut.

 

Kegiatan tersebut dimoderatori oleh Maimon Herawati, pendiri dan ketua Smart171 yang akan menerjemahkan penjelasan Harry kepada peserta.

 

Harry mengungkapkan saat peperangan terjadi hal yang banyak disorot adalah kondisi perekonomian negara setelah menghadapi peperangan. Padahal ada dampak yang sangat penting untuk dibahas, yaitu kondisi mental masyarakatnya, terutama anak-anak yang lebih rawan mendapatkan gangguan mental. Sedangkan populasi di Gaza setengahnya berusia di bawah 18 tahun.

 

Tak hanya itu, Harry meminta peserta untuk melihat lingkaran kehidupan di dalam perang. Apa yang ada di pikiran masyarakat Gaza adalah kapan lagi Israel akan menyerang. Dari sini dibutuhkan kekokohan mental yang harus dimiliki anak-anak di Gaza, Palestina.

 

Selanjutnya, Maimon Herawati memberikan pertanyaan terkait bagian film yang menampilkan sosok anak perempuan yang sedang salat. Harry menjelaskan bahwa sumber kekokohan jiwa adalah lebih dekat dengan Tuhannya. Ini yang harus menjadi pengingat bahwa ada sesuatu yang lebih dalam yang dapat mengokohkan mental.

Baca Juga:  Mahasiswa Abaikan Kode Etik Dalam Berbusana

 

Harry kemudian ditanya mengenai pandangannya tentang Gaza saat ini. Ia menjelaskan bahwa konflik atau peperangan bisa berhenti, lembaga Kemanusiaan akan mengirim donasi di Gaza. Namun, 10 tahun yang lalu, sedikit saja yang masuk untuk program yang membantu pulih trauma masyarakat Gaza.

 

Ia juga membagi bantuan menjadi tiga jenis. Bantuan darurat, bantuan setelah gencatan senjata, dan bantuan jangka panjang. Bantuan jangka panjang berfungsi untuk memulihkan gangguan mental anak-anak dan orangtuanya. Hal ini dapat dilakukan dengan cara berbicara kepada orangtua, mendeteksi anak-anak yang mengalami gangguan mental untuk kemudian ditolong.

 

Pembuat film tersebut juga ditanya mengenai bagaimana efek membuat film ini terhadap dirinya sendiri. “Kebebasan yang kita miliki saat ini belum utuh jika ketidakadilan masih terjadi, salah satunya di Gaza. Harry mengajak kita untuk lebih mendekat lagi kepada duka dan luka yang ada di Gaza, dan untuk jurnalis berbicara lebih dalam mengenai apa yang terjadi di Gaza, tidak melarikan diri,” jelas Maimon saat menerjemahkan jawaban Harry.

 

Saat ditanya mengenai lama proses pembuatan film tersebut, Harry menjawab prosesnya selama satu tahun
“Proses editing dan sebagainya selama satu tahun. Dan saat saya tanya apakah dia balik lagi ke Gaza, Harry menjawab, tidak. Karena dia bilang kalau ada gambar yang kurang, dilakukan secara jarak jauh, ada kameramennya di sana,” jelas Maimon.

 

Terdapat juga pertanyaan terkait bagaimana orangtua bertahan hidup, apakah sama dengan anak-anak atau tidak. Jawaban Harry adalah “Ya dan tidak”. Ada orang tua yang bisa memberikan perlindungan mental kepada anaknya, mengalihkan perhatian anaknya dengan mainan agar tidak fokus pada suara peluru dari Israel.

Baca Juga:  Anniversary KBM ke I

 

Namun, ada juga orangtua yang tidak sanggup dan memilih melarikan diri karena tidak sanggup mempertahankan dirinya sendiri.

 

Pertanyaan juga datang dari peserta lainnya, apakah ada kesulitan saat membuat film tersebut. Ia menjawab bahwa tidak ada hambatan yang benar-benar tidak bisa diatasi.

 

“Kesulitan pasti ada, tapi kita mau atau enggak. Israel juga tidak bisa menghalangi hal ini kalau mereka mau menghalangi, karena ini kebebasan untuk menyuarakan,” jawaban Harry yang diterjemahkan oleh Maimon.

 

Peserta juga menanyakan konsekuensi yang diterima Harry setelah membuat film ini. Harry menjelaskan bahwa setiap sesuatu yang kita kerjakan pasti ada konsekuensinya.

 

Namun, kita bisa mempertimbangkan keistimewaan yang dimiliki atau strata sosialnya, “Karena beliau jurnalis, beliau tidak memikirkan efek yang akan terjadi nanti, yang penting orang mengetahui informasi yang akan beliau sampaikan,” tambah Maimon sebagai penerjemah.

 

(Penulis/Nurul Latifah)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *