Kronika

Bongkar Pasang Jabatan Berakhir Laporan

Rektor Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro, Siti Nurjanah, baru-baru ini mendapatkan gelar promosi Guru Besar (Gubes), tepatnya promosi Profesor di bidang Ilmu Hukum Keluarga Islam yang ditetapkan pada 1 Maret 2023. Namun, baru-baru ini juga dirinya ramai dikabarkan melakukan penyalahgunaan wewenang hingga dilaporkan ke Komisi Aparatur Sipil Negara (KASN) oleh beberapa dosen yang merasa mendapat ketidakadilan.

 

Dosen-dosen tersebut antara lain Ida Umami (mantan Wakil Rektor I), Husnul Fatarib (mantan Dekan Fakultas Syari’ah), Mat Jalil (mantan Dekan Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam), Hemlan Elhany (mantan Wakil Dekan III Fakultas Ushuluddin Adab dan Dakwah), Liberty (mantan Wakil Dekan III FEBI), Rina El Maza (mantan Wakil Dekan II Fsy).

 

Selain itu, terdapat dua Kepala Program Studi (Prodi) dari Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan yakni, Nindia Yuliwulandana (mantan Kaprodi Pendidikan Guru Madrasah Ibitidiyah FTIK) serta Novita Rahmi (mantan Kaprodi Pendidikan Bahasa Arab). Delapan dosen tersebut kemudian menamai sebagai tim 8.

 

Dosen-dosen tersebut melaporkan dugaan penyelewengan wewenang rektor atas pemberhentian yang dilakukannya kepada beberapa dosen tersebut. Pemberhentian tersebut dilakukan pada 13 Januari 2023 lalu, tepatnya pada reshuffle pejabat struktural ketiga yang dilakukan rektor IAIN Metro.

 

Tindakan yang dilakukan tersebut dianggap melanggar Peraturan Menteri Agama (PMA) Republik Indonesia (RI) Nomor 01 Tahun 2017 tentang Statuta IAIN Metro. Pasal yang dianggap diabaikan oleh rektor IAIN Metro adalah pasal 29 mengenai Sistem Pengelolaan.

 

Laporan yang dilakukan oleh Tim 8 kepada Menteri Agama melalui KASN memiliki nomor laporan P-0581/SJ/B.II/2/KP.04/02/2023, pada (29/01) lalu. Laporan tersebut juga dikirimkan ke Ombudsman RI dengan laporan mengenai penyalahgunaan sistem pengelolaan sumber daya manusia karena tidak sesuai dengan PP No. 94 Tahun 2021 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil.

 

Sebelumnya, rektor IAIN Metro sudah melakukan empat kali reshuffle pejabat struktural di lingkungan institut dan fakultas. Reshuffle pertama dilakukan pada 19 April 2021, sebanyak 28 pejabat baru periode 2021—2025. Kedua, pada 8 Agustus 2022 sebanyak 15 posisi dilakukan reshuffle. Ketiga, pada 13 Januari 2023 sebanyak 39 pejabat, dan terakhir, pada 30 Januari 2023 sebanyak 11 pejabat pelaksana akademik dan administrasi.

 

Tepat tiga hari setelah reshuffle ketiga (16/01), Kronika telah menghubungi Siti Nurjanah dengan tembusan surat wawancara untuk dimintai keterangan lebih lanjut mengenai reshuffle tersebut. Namun, tidak membuahkan hasil sama sekali.

 

Kemudian, Kronika mencoba menghubungi Sekretaris Pribadi (Sespri) rektor pada 27 Januari 2023 melalui WhatsApp juga tidak mendapatkan respons. Selain mencoba menghubungi melalui WhatsApp dan tembusan surat wawancara, ketika ditemui di ruangannya, Siti Nurjanah selalu tidak ada di ruangan.

 

Pada 29 Januari 2023, Kronika berhasil menemui Siti Nurjanah dan menanyakan alasan dan latar belakang reshuffle yang beberapa kali dilakkukannya. Rektor hanya mengatakan bahwa hal tersebut adalah proses yang harus dilakukan untuk perbaikan dan pembaharuan di lingkungan kampus.

 

“Udahlah Mas, inikan juga untuk kepentingan kita bersama, apa yang dilakukan inikan untuk kampus kita,” ungkapnya kepada Kronika.

 

Reporter Kronika kemudian mewawancarai tiga dari delapan dosen tersebut, pada 30 Mei 2023. Dosen pertama yang kami wawancarai ialah Liberty. Mula-mula, ia menceritakan bagaimana surat pemberhentian yang diberikan kepadanya ataupun dosen lain, yang diberitahukan tidak dengan sewajarnya. Ia mendapati bahwa surat undangan reshuffle  dan pemberhentian jabatannya kurang lebih satu jam sebelum acara pelantikan dan serah terima jabatan, pada 13 Januari 2023 lalu.

Baca Juga:  Sedekah Sehat di Masa Pandemi Melalui Bakti Sosial KSR PMI

 

“Sebenarnya kalau dadakan iya dan itu, kan, kebijakan diambil secara sepihak ‎tadi ya, semua dia sendiri (Siti Nurjanah, red.) tidak ada yang tahu, jadi ya bagaimana?” ujarnya.

 

Liberty mengungkapkan bahwa terdapat keganjilan pada administrasi yang berakibat fatal. Hal ini terjadi pada Surat Keputusan (SK) pemberhentian Husnul Fatarib, yang hingga saat ini belum menerima SK Rektor mengenai pemberhentiannya sebagai Dekan Fsy.

 

Menurutnya, apabila seseorang itu diberhentikan dari jabatannya bisa jadi ia melakukan kesalahan yang tidak termaafkan, “Kalau diberhentikan itu tanpa alasan, berarti kita (tim 8, red.) memiliki kesalahan besar, apakah korupsi, apakah berbuat kesalahan yang tidak termaafkan, itu baru boleh dipecat,” ungkapnya.

 

Menurut Liberty, apabila seorang Aparatur Sipil Negera (ASN) melakukan sebuah kesalahan, instansi ASN tersebut harus mengeluarkan surat teguran ataupun surat peringatan, hal ini tertulis pada BAB III Hukuman Disiplin PP Nomor 94 Tahun 2021 yang menunjukkan kesalahan ASN tersebut dan jenis hukumannya. Namun tidak demikian yang dilakukan oleh rektor IAIN Metro atau Satuan Pengawas Internal (SPI).

 

Saat dikonfirmasi di kediamannya, Husnul Fatarib membenarkan perihal SK pemberhentiannya sebagai dekan Fsy. “Saya tidak terima SK sampai hari ini, sampai kita ngobrol (wawancara, red.) ini saya tidak terima SK kalau saya itu diberhentikan. Padahal 13 Januari kemarin saya jelas-jelas dibilang diberhentikan. Saya diberi SK pada saat acara, tetapi SK tersebut hanyalah SK formalitas, untuk kebutuhan dokumentasi saja. Karena SK-nya bukan SK saya, ya saya balikan (kepada panitia, red.),” jelasnya saat memberi keterangan kepada kronika pada 6-6-2023.

 

“Dia (Siti Nurjanah, red.) lakukan itu tanpa ada kompromi, tanpa ada teguran lisan, tulisan, atau apa pun itu tidak ada sama sekali. Jadi saya mengatakan, ini prosedur yang salah. Karena biasanya-kan kalau mau memberhentikan orang ada klarifikasi dulu, ada apa,” jelas Mat Jalil kepada Kronika pada (06/06).

 

Husnul mengungkapkan bahwa sudah banyak dosen yang melakukan upaya pembenahan di lingkungan IAIN Metro, dengan menyampaikan apa hal-hal yang menurutnya penting kepada dosen senior bahkan hingga Senat. Namun, tidak ada respons dan tindak lanjut sama sekali. Hal tersebutlah yang mendorong Tim 8 untuk mencari jalan keluar dengan mendatangi pihak yang berwajib.

 

“Yang di tengah-tengah ketidaktahuannya itu mencoba meraba-raba untuk ke luar kampus. Dalam hal ini Kementerian Agama, tetapi Kementerian Agama tidak bisa berbuat juga. Akhirnya apa? Mencari keluar dari Kementerian Agama (KASN dan Ombudsman RI, red.),” terang Husnul.

 

Saat ditanya apakah Tim 8 sudah mencoba melakukan alternatif lain selain melaporkan hal tersebut ke KASN ataupun Ombudsman RI. Husnul menerangkan bahwa mereka sudah mencoba melakukan proses konfirmasi untuk meminta rektor IAIN Metro melakukan klarifikasi kepada dosen-dosen yang di-nonaktifkan.

 

Cara-cara kekeluargaan sudah diupayakan untuk melakukan mediasi dengan rektor. Namun, rektor tidak menanggapi hal tersebut hingga saat ini, “Ketika kita harus berdiskusi dengan teman-teman (rektor dan tim 8, red), kita lepaskan sekat-sekat itu. Kita coba, seolah kita menjadi seperti dia (tim 8, red). Bagaimana kira-kira, apa sih yang terjadi sebetulnya, apa yang dirasakan oleh kawan-kawan, secara seperti itu saja,” ungkap Husnul.

Baca Juga:  Nobar Kinjeng Wesi

 

Upaya tersebutlah yang diinginkan oleh Tim 8 kepada rektor, agar apa yang menjadi tanda tanya dapat terjawab, alasan apa yang melatarbelakangi pemberhentian juga dapat diterima dengan baik oleh Tim 8.

 

“Akhirnya begitu SK keluar tanggal 13 Januari kami (tim 8) di-rolling. Kita (tim 8) mengajukan surat ke Bu Rektor untuk meminta penjelasan ada apa, cerita saja. Jadi sebetulnya jika Bu Rektor merespons surat itu dengan baik, kami dipanggil 8 orang, jelasin saja, kalau Dekan FEBI saya (rektor, red.) pengen ganti alasannya begini, Dekan Syariah begini, kan enak to. Kalau sudah begitukan clear sudah,” jelas Husnul.

 

“Kalau kami diberhentikan, boleh saja tidak ada masalah bagi saya. Tapi tunjukkan apakah kami melakukan kesalahan atau tidak. Itu saja, kalau kami melakukan kesalahan, tunjukkan salahnya. Kalau kami tidak melakukan kesalahan, tapi kami diganti, ya mbok ada kata permisinya, itu saja. Sehingga orang-orang tidak melihat kami (Tim 8, red.) dengan prasangka yang salah,” imbuh Husnul.

 

Menurut Husnul, pemberhentian ini akan berdampak besar bagi dosen-dosen yang sudah dikenal publik bahkan pada forum nasional. Husnul mengatakan ia sulit menjelaskan kepada publik mengapa ia diberhentikan dari jabatannya sebagai Dekan Fsy ataupun dosen-dosen lain dari jabatannya.

 

Dampak dari pemberhentian tersebut juga dapat menciptakan iklim kerja yang kurang nyaman, karena ada bayang-bayang reshuffle terus-menerus, “Nanti kita bikin program, tetapi nanti tiga bulan lagi dipindah, tiga bulan di-rolling lagi. Orang bekerja kan jadi merasa tidak nyaman karena ada bayang-bayang rolling,” ungkap Husnul.

 

Liberty juga mengungkapkan bahwa hal ini berdampak kepada para pimpinan-pimpinan baru yang menjabat, karena hingga saat ini belum terlihat program yang dilakukan. Menurutnya hal ini karena para pimpinan-pimpinan tersebut merasa serba salah dan takut digeserkan (reshuffle, red.).

 

“Dampaknya itu kepada pemimpin-pemimpin baru ini, dia serba salah, serba salah melangkah, takut salah, dan takut digeser. Sekarang kan orang merasa cemas jika begini,” jelasnya.

 

Mat Jalil juga mengungkapkan hal ini akan membawa ketidakharmonisan di lingkungan civitas academica. Baik antar dosen ataupun karyawan, karena terdapat ketakutan bagi para dosen apabila melakukan hubungan dengan dosen-dosen Tim 8.

 

“Mau deketin kita-kita yang di reshuffle ini ada rasa ketakutan. Jadi takut dibilang apa, gitu. Jadi dosen-dosen yang mau datang kepada kita, ada rasa ketakutan,” terang Jalil.

 

Lebih lanjut Liberty, Mat Jalil dan Husnul saat ditanyai Kronika, apakah mendapatkan intimidasi ataupun diskriminasi dari pihak-pihak lain, setelah mereka melaporkan rektor IAIN Metro ke KASN dan Ombudsman RI. Mereka menerangkan bahwa sempat mendapat intimidasi dari pihak rektor.

 

Berupa penurunan Inspektorat Jendral Kementerian Agama (Irjen Kemenag) atas laporan rektor kepada tim 8 dengan pengaduan yang menyatakan bahwa tim 8 layak diberhentikan karena telah melakukan pelanggaran disiplin kerja. Namun, tidak membeberkan penjelasan mengenai pelanggaran apa yang dilakukan oleh tim 8.

Baca Juga:  Yudisium FTIK, Rektor: Maknai Unggul dengan Berpendidikan

 

“Begitu kita (tim 8, red.) tanya tidak ada penjelasan sama sekali (dari rektor, red.) maka kami menuntut keadilan di situ. Pada prinsipnya bukan menuntut keadilan saja, tetapi juga menegakkan aturan supaya semua dapat berjalan sesuai aturan, dan tugas pokok serta fungsinya masing-masing. Karena hal tersebut termuat di Statuta IAIN Metro,” ungkap Liberty.

 

Liberty mengungkapkan bahwa Tim 8 sebelumnya sudah mencoba mengirimkan surat mengenai dugaan penyalahgunaan wewenang rektor IAIN Metro kepada Irjen Kemenag. Namun, turunnya Irjen Kemenag ke IAIN Metro ini bukan guna menindaklanjuti laporan yang dilakukan oleh Tim 8, akan tetapi untuk memenuhi undangan rektor atas laporan pelanggaran disiplin oleh 10 orang (termasuk tim 8).

 

Hal ini, disadari Tim 8 saat Irjen Kemenag menanyai mereka mengenai hal yang tidak sesuai dengan laporan yang mereka berikan. Dimana Irjen Kemenag justru melakukan pemeriksaan terhadap laporan rektor, kemudian melakukan BAP (Bukti Acara Pemeriksaan) terhadap Tim 8 kurang lebih 12 hari.

 

Liberty mengatakan saat di BAP oleh Irjen Kemenag, ia diberitahu alasan ia diberhentikan adalah karena ia tidak melakukan tugasnya sebagai Wakil Dekan III FEBI untuk melakukan kerja sama dengan pihak luar. Liberty menyangkal apa yang dipertanyakan oleh Irjen Kemenag dan membuktikan segala tuduhan dengan membawa bukti dokumentasi kegiatan mahasiswa ataupun kerjasama.

 

“Saya bawa satu dus laporan kegiatan mahasiswa khususnya, rata-rata dua atau tiga kegiatan dan menemui Irjen Kemenag untuk membuktikan bahwa saya melakukan tugas pokok dan fungsi saya,” tegas Liberty kepada Kronika.

 

Mat Jalil juga mengungkapkan hal serupa, kemudian menceritakan kepada Kronika alasan mengapa ia diberhentikan (versi Irjen Kemenag, red.) adalah ia dianggap tidak melaksanakan tugasnya karena ia sakit. Jalil menjelaskan bahwa hal tersebut jelas tidak relevan dijadikan alasan pemberhentian, karena tidak memenuhi syarat pemberhentiannya sebagai Dekan ataupun pelanggaran disiplin.

 

“Nyatanya Irjen Kemenag tidak menindaklanjut laporan saya. Tetapi menindaklanjut laporan rektor yang melaporkan saya dan teman-teman karena melanggar disiplin. Salah satu yang dianggap melanggar disiplin itu, ketika waktu itu saya masuk rumah sakit dan dirawat di rumah sakit. Kurang lebih tiga sampai empat hari, tetapi bagaimana bisa saya dianggap melanggar disiplin jika saya sedang sakit saat itu,” jelasnya.

 

“Saya jadi ketawa sama teman-teman (tim 8, red.), ya ketawa karena kalau itu jadikan pelanggaran, pelanggaran disiplin yang mana? Masa orang sakit dianggap melanggar disiplin kerja,” terangnya dengan nada bercanda.

 

Menurutnya, apabila reshuffle yang dilakukan adalah untuk pembaharuan dan perubahan di lingkungan kampus, hal tersebut bisa saja menjadi dasar. Namun, reshuffle yang dilakukan tanpa penjelasan sama sekali kepada mereka yang diberhentikan, bukanlah tindakan yang dapat dibenarkan.

 

“Pembaharuan bisa-bisa saja. Kalau pembaharuan, tetapi lebih baik yang mau di reshuffle itu diberitahu kesalahannya apa,” terang Jalil.

 

“Penyegaran ya mungkin boleh-boleh saja ya. Tetapi alangkah baiknya, jika hal tersebut disampaikan kepada kita-kita dalam forum. Ke-kita yang di reshuffle dan diberhentikan,” ungkap Husnul.

 

 

(Reporter/Azis/Utami)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Kronika kini menjadi media mahasiswa yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam menyajikan informasi, analisis, dan opini mengenai berbagai isu sosial, pendidikan, politik, dan budaya, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *