38°C
26 April 2024
Kampus

Mahasiswa Abaikan Kode Etik Dalam Berbusana

  • Desember 18, 2011
  • 8 min read
  • 150 Views
Mahasiswa Abaikan Kode Etik Dalam Berbusana

Oleh: Mustahsin
Busana merupakan alat untuk menutup Aurat. Aurat adalah lambang kewibawaan seseorang. Jika aurat itu  terjaga dan terpelihara, maka semakin tinggilah kewibawaan sang pemiliknya. Hal tersebut sebagaimana telah ada ketentuan dari Allah SWT dengan firmanya yang artinya, “Hai Nabi, Katakanlah kepada istri-istrimu dan wanita-wanita mukmin, hendaklah mereka mengulurkan jilbab mereka keseluruh tubuh mereka. Yang demikian itu supaya mereka lebih dikenal, karena itu mereka tidak diganggu,” (QS. Al-Ahzab: 59)
Sekolah Tinggi Agama Islam Negeri (STAIN) Jurai Siwo Metro, sangat menghargai keberadaan aurat. Dengan dikeluarkannya aturan berbusana dalam buku panduan kode etik mahasiswa.Secara langsung mengatur cara berpakaian seluruh mahasiswa/i.STAINMetro menjadikan Islam sebagai tolak ukur dalam menetapkan peraturan berbusana yang baik. Tidak boleh menggunakan busana yang belum memenuhi standar Islam, yang masih memperlihatkan aurat atau lekuk tubuh yang masih nampak, kurang sopan, seperti memakai kaos, manset (bagi wanita), celana jeans dan model busana yang menunjukkan bukan untuk pergi kuliah namun berkesan untuk pergi ke mall dan sebagainya.
Dalam Peraturan yang tertera dalam buku panduan Kode Etik Mahasiswa dijelaskan dalam Bab III Pasal 8 tentang kewajiban mahasiswa alinea ke tiga tertulis; Berpakaian sopan, bersih, rapi dan menutup aurat, serta memakai sepatu (bukan sepatu sandal) padasaat kuliah, ujian, berurusan dengan dosen dan pegawai. Ditambah lagi dengan alinea ke empat tertulis bahwa mahasiswa wajib memakai busana Muslimah (tidak ketat dan transparan).
Hal ini pun menghambat maksud, tujuan dan fungsi dari peraturan kode etik mahasiswa yang juga tertera dalam buku kode etik mahasiswa. Seperti tertera pada Bab II Pasal 2 tentang maksud alinea ke tiga, untuk memberikan dasar, arah dan pedoman dalam bersikap, berperilaku dan berbusana baik di kampus dan di luar kampus. Serta alenea ke empat menerangkan untuk menanamkan akhlak al-karimah dalam bersikap, berperilaku dan berbusana baik di kampus dan di luar kampus.
Serta tidak terwujudnya tujuan kode etik mahasiswa dalam pasal 3 alenia ke tiga tertera terciptanya kehidupan kampus yang akademis dan religius. Serta alenia ke empat menerangkan terbentuknya mahasiswa yang berkepribadian muslim. Ditambah lagi menghalangi fungsi dari kode etik mahasiswa dalam pasal 4 alenia pertama, tertera sebagai peraturan dan pedoman bagi mahasiswa dalam bersikap, berperilaku dan berbusana baik di kampus maupun di luar kampus.
            Kenyataan saat ini sangat ironis karena dalam lingkungan STAIN dari pemantauan Kronika masih jauh dari peraturan yang telah ditentukan dan masih mengabaikan peraturan peraturan itu. Masalah tersebut mendapat tanggapan dari beberapa dosen-dosen STAIN Metro yang merespon keras terkait cara berpakaian yang sesuai tidak dengan label STAIN.
            Salah satunya Mufliha Wijayanti salah satu dosen Syari’ah mengatakan bahwa mengenai tata cara berbusana terkhusus mahasiswi STAIN saat ini terlihat terlalu mengikuti trend yang membawanya masuk ke lingkungan kampus. “Banyak trend, mode berpakaian yang tidak sesuai dengan Islam, dibawa ke lingkungan STAIN. Dan hal ini sangat meresahkan,” ujar Mufliha.
            Menurut Mufliha, mahasiswa dalam berpakaian sopan harus adanya upaya seseorang untuk menghargai dirinya sendiri. Sehingga lanjutnya, hal tersebut dapat menjaga personality. Mufliha juga berpandangan bahwa hal yang sangat memprihatinkan adalah trend mahasiswi yang memasukan baju ke dalam rok atau celananya. Karena menurutnya hal tersebut sangat tidak sesuai dengan kaidah Islam. “Aurat seharusnya disembunyikan, tapi banyak mahasiswi yang malah auratnya ditonjolkan. STAIN dianggap seperti rumah mode busana. Berbagai busana yang tidak sesuai dengan Islam dibawa masuk. Apalagi gaya berpakaian mahasiswi yang memasukan baju, orang lain risih melihatnya,” tutur Mufliha.
            Terkait hal ini, Mufliha mengatakan untuk mambatasi cara berbusana mahasiswi perlu adanya ketegasan dari lembaga. Tapi menurutnya hal yang terpenting adalah rasa kepedulian antar mahasiswa untuk saling mengingatkan. Mufliha pun mengajurkan mahasiswa untuk mematuhi peraturan yang telah ditetapkan STAIN Metro. “Yang terpenting adalah amar ma’ruf, di mana bumi di pijak, di situ langit dijunjung,” ujarnya.
            Hal senada dikatakan Nurkholis yang juga merupakan dosen Syari’ah memberikan tanggapannya. “Mahasiswa sekarang terlalu mengikuti mode. Mereka menggunakan pakaian-pakaian yang secara bentuk tidak sesuai dengan Islam,” jelasnya. Nurkholis juga menuturkan bahwa mengenai tata cara berbusana mahasiswi yang baik terjadi kemerosotan. “Dulu saat saya masih sebagai mahasiswa STAIN, mahasiswa maupun mahasiswi cara berpaikaiannya cenderung rapih dan sopan. Tapi saat ini, kemerosotan itu jelas terlihat. Banyak sekali mahasiswa yang menggunakan pakaian yang tidak sesuai dengan kaidah Islam. Seharusnya mahasiswa jangan terbawa oleh mode busana saat ini, karena itu tidak sesuai dengan label STAIN,” kata Nurkholis.
            Masalah ini pun mendapat tanggapan dari Prof. Dr. Enizar Yazar yang merupakan professor Tafsir Hadist. Terkait hal itu, Enizar mengatakan bahwa semua kembali dengan kesadaran mahasiswa/i sendiri, karena mereka telah memilih STAIN yang berbasis Agama Islam.“Baik dari cara berbusana mereka harusnya sudah tau apa yang menjadi peraturan dalam berbusana dalam Islam,” terangnya. Dari keterangan Enizar, peraturan berbusana di STAIN Metro telah ada sejak dulu, walaupun awalnya masih dalam bentuk lisan. Kemudian aturan tersebut dibukukan dalam bentuk buku panduan kode etik mahasiswa untuk lebih jelas keberadaannya.
            Kemudian, mengenai pelaksanaan peraturan tersebut, menurut Enizar perlu dilakukan ketegasan dari masing masing dosen yang mengajar dikelas.“Karena para dosen ini lah yang bersinggungan langsung dengan para mahasiswa, para dosen wajib menegur dan memberikan sanksi terhadap mahasiswimaupun mahasiswa yang menggunakan pakaian yang kurang sopan. Hal tersebut juga dapat dilakukan oleh Kaprodi, sebagai kepala yang menangani setiap urusan program studi secara khusus,” tuturnya. Lebih lanjut, Enizar juga berharap untuk unit kegiatan mahasiswa (UKM) yang adadi STAIN Metro contohnya UKM Lembaga Dakwah Kampus (LDK) yang bernaung pada keagamaan untukikut berperan menangani masalah dalam cara berbusana mahasiswa. Saat ini mahasiswa dan mahasiswi  STAINmulai kehilangan kepribadian dan ciri khasnya,” ujar Enizar
 Elfa Murdiana selaku dosen Syari’ah pun mengatakan demikian. Menurutnya mahasiswa dan mahasiswi STAINtelah terjadi pergeseran pemahaman mahasiswa terhadap kode etik. Dari pemantauannya banyak mahasiswa yang menggunakan celana jeans dan pakaian ketat. “Sebenarnya seorang wanita akan terlihat indah jika memakai busana muslim yang sesuai, dibandingkan dengan memakai pakaian yang tidak sopan, yang tidak enak dipandang. Busana muslim itu akan membuat wanita terlihat cantik dan anggun, indah dilihat dan enak dipandang. Tidak seperti memakai busana yang ketat dan tidak sopan, apalagi jika busana yang ketat itu dipakai oleh orang yang gemuk, tidak karuan bentuk nya,” ujar Elfa.
Untuk mengatasi masalah ini, menurut Elfa harus ada upaya menyeluruh  dari civitas akademika. Didalam STAIN itu ada dosen, staff, mahasiswa dan para pemimpin lembaga. Jadi harus ada upaya menyeluruh untuk mengatasi masalah ini. Lembaga dan dosen harus tegas terhadap mahasiswa yang bandel. Selain itu juga, BEM, DLM, dan UKM-UKM STAIN seperti LDK, IMPAS, KRONIKA dan UKM yang lainnya harus menyuarakan tentang berbusana yang Islami. Jadi, masalah ini adalah tanggung jawab kita bersama-sama,” tuturnya.
Elfa juga mengatakan bahwa faktor seringterjadinya kejahatan dan pelecehan adalah karena manusia itu sendiri yang mengumbar auratnya.Kadang kala manusia itu tidak sadar, jadi mereka lah faktor terjadinya kejahatan dan pelecahan terhadap diri mereka. Ketika seorang wanita berpakaian ketat, fulgar, dan memperlihatkan auratnya, itu akan menimbulkan hasrat pengen nyolek lah, menggoda dan berkata tidak sopan. Karena pelecehan itu tidak hanya berupa tindakan, tetapi juga kata-kata yang mengarah pada tindakan itu juga merupakan pelecahan,’’ jelas Elfa.  Dosen Syari’ah ini berharap mahasiswa untuk sadar akan peraturan yang ada, dan berprilaku Islam bukan hanya dikampus  tetapi juga diluar kampus.
”Patuhilah aturan yang sesuai dengan peraturan dan juga kenakanlah jilbab dimanapun anda berada, tidak hanya dilingkungan kampus saja. Busana muslim itu akan membuat seseorang terlihat indah, dan enak dipandang. Tidak seperti pakaian yang fulgar, yang hanya akan membuat risih orang yang melihatnya” pesan Elfa Murdiana.   
Nasrullah, mahasiswa Pendidikan Agama Islam(PAI) semester I menuturkan keheranannya saat awal masuk STAIN Metro.Nasrul menuturkan mahasiswa STAIN semuanya memakai jilbab. Tapi dari pandangannya sebagian jilbabyang dipakai tidak memenuhi standar.“Diperparah lagi dengan mengenakan jeanspakaian ketat. Hal ini sangat tidak sesuai dengan STAIN. Bahkan saudara saya pernah berkunjung ke kampus STAIN dan dia terheran-heran saat melihat penampilan mahasiswi yang berpakaiannya kurang sopan dan tidak Islami. Kata saudara saya pun ini tidak sesuai dengan nama STAIN nya,” tuturnya bercerita.
            Nasrul pun berkomentar dengan mengatakan sangat memprihatinkan jika melihat keadaan yang terjadi saat busana mahasiswa yang berlabelkan Islam sudah tidak diindahkan lagi. “Paradigma mereka yang penting “Keren”, lembaga pun kurang mempertegas peraturan tentang berbusana yang kadang sampai menunjukkan lekukan tubuh dengan pakaian yang super ketat,” tuturnya.
            Terkait permasalahan ini, Edi Kusnadi selaku Ketua STAIN Meto memberikan tanggapannya bahwa semua mahasiswa harus menyadari dan mengikuti aturan yang telah ditetapkan dalam kode etik. “Tapi masih banyak mahasiswa yang tidak menyadari dengan berpakaian ketat yang tidak mencerminkan nilai-nilai pendidikan Perguruan Tinggi Islam. Jadi tinggal kesadaran kita dalam cara berperilaku,” ujar Edi.
Menurut Edi Kusnadi juga,, hal tersebut pun memberikan gambaran mahasiswa saat ini kurang kesadaran secara pribadi. Dari penuturan Ketua STAIN ini, permasalahan tersebut merupakan tugas dari semua elemen civitas akademika, bukan hanya pimpinan STAIN saja. “Dosen pun berhak melarang mahasiswa berbusana yang tidak sesuai dan berhak menerapkan aturan kode etik itu,” ujarnya.
Selanjutnya Edi Kusnadi langkahnya dalam menangai masalah tersebut dengan sosialisasi yang terus berjalan dan sasaran utamanya kepada mahasiswa baru. Sementara, Edi melanjutkan,  jika mahasiswa melanggar kode etik  akan diserahkan kepada yang menangani yakni tim sidang kode etik. “Karena dalam kode etik ada peraturan maka ada sanksi,” kata Edi Kusnadi di ruang kerjanya.[]
Bagikan ini:
Baca Juga:  Perdana, Wisuda Pascasarjana
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *