38°C
19 May 2024
Uncategorized

Tangan di Bawah, Tetap Hidup Mewah?

  • Juni 7, 2012
  • 9 min read
  • 33 Views
Tangan di Bawah, Tetap Hidup Mewah?

Tangan di Bawah, Tetap Hidup Mewah?

Oleh: Erma, Kalimatus, Ridho
Aprian, Dwi, Feri, Imam

Lebih baik tangan di atas daripada tangan di bawah. Peribahasa itu yang sering terdengar di telinga kita. Namun kalimat tersebut tidak berlaku bagi sebagian orang yang setiap harinya melakukan aktivitas meminta-minta (pengemis). Dari pantauan Kronika di lapangan yakni sekitar pusat pertokoan kota Metro masih dijumpai beberapa pengemis dengan penampilan yang berbeda-beda. Tapi kebanyakan dari mereka sudah berusia lanjut. Bahkan tak sedikit pula pengemis dari kalangan anak-anak di bawah umur.
Dari sisi sosial pandangan masyarakat tak sedikit yang merasa iba dan memberikan lembaran uangnya. Namun dibalik itu semua terdapat hal yang mencengangkan bahkan di luar dugaan dari sosok pengemis menyangkut penghasilan yang didapat. Keberadaan orang-orang yang menjadikan kebiasaan mengemis sebagai profesinya dapat hanya dengan bermodalkan baju kumal dan memasang muka memelas. Dengan begitu mampu menarik simpati orang yang melihatnya. Apalagi jika terdapat cacat fisik akan semakin menambah belas kasih dari orang lain. Tak sedikit pula Kronika mendapati pengemis yang fisiknya sempurna, namun dengan bermodalkan membawa anak kecil mampu pula menghipnotis banyak orang untuk memberikan uang.
Sementara sasaran tempat aktivitas meminta-minta, biasanya pengemis memilih mangkal di tempat keramaian seperti pusat perbelanjaan hingga dekat lampu merah. Tak putus sampai di situ, Kronika mewawancarai salah satu pengemis. Sebut saja Joko (nama samaran) yang sudah berumur 46 tahun. Seorang ayah yang memiliki tiga anak dan satu isteri ini mengaku berasal dari Trimurjo Lampung Tengah. Pria separuh baya dengan pakaian kumal ini dilihat dari segi fisik memiliki keterbatasan yakni dengan kaki kecil dan satu tangannya cacat. Untuk memenuhi kebutuhan keluarganya, Joko mengemis sudah dilakukan selama 26 tahun tepatnya mulai dari tahun 1986.
Dari pengakuannya penghasilan yang diperoleh setiap harinya saat ini mampu mencapai Rp 100-200 ribu. Maka jika dikalkulasikan penghasilan perbulan yang didapat mencapai Rp 3-6 juta. Angka tersebut sangat fantastik dari segi nominal penghasilan pekerja pada umumnya yang bukan mengemis. Mengemis dilakoni Joko pada pertama kali karena desakan kebutuhan. Namun, Joko mengaku saat ini sudah menjadi kebiasaan setiap harinya tanpa ada rasa malu sedikitpun. Bahkan dikatakannya juga kebiasaan mengemis tersebut sudah mendarah daging pada pribadinya.
Cukup mencengangkan juga, Kronika mendapati sosok pria ini mengemis sambil membawa handphone yang dimilikinya. Kebutuhan akan alat komunikasi tersebut dikatakan Joko karena untuk menghubungi pihak keluarga untuk menjemput saat akan pulang.
Sosok lainnya yakni Ponidi yang kesehariannya mengemis di sekitar Chandra Supermarket. Berbeda dengan Joko, Ponidi yang berumur 45 tahun ini mengaku asli warga kota Metro yang bertempat di bedeng 25. Sangat mengherankan, sama halnya yang diakui Joko, Ponidi mengaku penghasilan yang didapat mencapai Rp 200-300 ribu perhari. “Sehari dapet Rp 200 sampai 300 ribu. Kalau tanggal muda dapat Rp 500 ribu seharinya,” katanya.
Bahkan dari penuturannya juga, Ponidi mampu menyewa orang lain untuk jasa antar jemput setiap harinya dengan memberi upah Rp 500 ribu per bulan. Setiap harinya Ponidi memulai aktifitas mengemis dari pukul 08.00 hingga pukul 17.00 wib. “Mulainya jam delapan, kalau pulang biasanya jam lima. Tapi gak tentu juga pulangnya tergantung jemputan,” ucap Ponidi kepada Kronika.
Diceritakannya, sebelum mengemis di kota Metro Ponidi pernah disewa orang lain untuk mengemis di luar kota yakni di Jambi, Purbolinggo dan Batam. Namun saat ini lebih memilih mengemis sendiri. Karena, kata dia, saat ikut dengan orang lain penghasilannya harus dibagi dan biaya tempat untuk menginap mahal. “Kalau numpang tidur setiap hari Rp 45 ribu. Itu menginap di hotel. Nama hotelnya Sukajaya saat di Jambi, ada yang nganter juga,” ucapnya sambil mengingat masa itu.
Terkait hal ini Djohan Steven selaku kepala Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan (Dinsosnaker) kota Metro mengatakan pada dasarnya tidak akan ada pengemis jika tidak hidup susah dan kemiskinan. Namun dalam pandangannya, ketika dilihat kenyataan yang terjadi saat ini pengemis dijadikan sebagai tuntutan hidup. Selain itu menurut Djohan dijadikan ada pula yang menjadikan pengemis sebagai ajang bisnis oleh para oknum yang tidak bertanggung jawab. “Banyak pengemis seperti halnya anak-anak yang meminta-minta, mereka itu berasal dari beberapa kelompok dan di setiap kelompok tersebut ada beberapa orang sebagai pengarah dan pemantau kerja mereka. Setelah dirasa cukup aman dari petugas kemudian mereka (pengemis, red) dikerahkan untuk bekerja setelah itu dikumpulkan kembali kemudian pulang,” tuturnya.
Dikatakan Djohan kebanyakan pengemis di Metro berasal dari berbagai daerah yang berbeda-beda. “Ada dua versi pengemis, ada yang memang penduduk asli dan ada juga yang berasal dari daerah lain (pendatang, red),” ujarnya. Menurut Djohan, ironisnya banyak dari mereka yang justru melakukan rutinitas tersebut atas dasar arahan dari orang tua mereka. Misalnya dengan memanfaatkan kondisi fisik yang kurang sempurna, keadaan ekonomi keluarga yang kurang mencukupi, dan orang tua pengangguran.
Menyikapi hal ini pihak Dinas Sosial telah berulang kali melakukan kerjasama dengan Satuan Polisi Pamong Praja (Satpol PP) untuk melakukan sidak (inspeksi mendadak) yang selanjutnya diberi pembinaan. Sementara jika anak di bawah umur akan dipulangkan ke orang tua masing-masing atau di salurkan serta dibina di panti-panti.
“Kita lakukan penangkapan dan ada surat peringatan setelah itu untuk tidak mengulanginya lagi. Ketika ada yang ketahuan melanggar kita kenakan sangsi bagi mereka,” papar Djohan. Selanjutnya Djohan menjelaskan bahwa sangsi yang diberikan kepada para pengemis dapat berupa teguran, pengarahan dan pembinaan. Sehingga dikatakannya tidak ada sangsi tegas dalam bentuk kurungan atau denda. “Begitu juga terkait masyarakat yang memberikan santunan berupa uang kepada para pengemis. Karena pada dasarnya mereka ngasih itukan karena rasa iba, dan sampai saat ini belum ada Perda (peraturan daerah, red) yang melarang tentang memberikan uang kepada pengemis,” jelasnya.
Dari penuturannya, terdapat juga orang tua memanfaatkan anaknya yang dijadikan alat untuk mengemis. Untuk mengatasi hal itu, lanjut Djohan, sudah terdapat panti yang di dalamnya diberikan pembinaan. Namun, menurutnya hal tersebut perlu adanya dorongan dari orang tua. Tetapi juga, kata dia, terdapat kesulitan jika dari pihak orang tuanya yang mengorbankan anaknya untuk mengemis. “Karena orang tuanya membiasakan pekerjaan itu. Sehingga mereka sudah terbiasa dan keenakan. Tapi terkadang orang tuanya tetap menyuruh meski sudah diperingati. Karena hasil mengemis itu cukup baik (menggiurkan, red),” kata Djohan.
Sementara dikatakan pihaknya, dalam pembinaan yang dilakukan bertujuan untuk menyadarkan para orang tua agar anaknya tidak mengemis. Jadi, lanjutnya, pihak orang tua juga harus berfikir bagaimana mengatasinya dengan mencari pekerjaan yang lebih baik. Namun dalam melakukan pembinaan menurut Djohan tidak mudah karena butuh kesadaran dari pribadinya. “Yang namanya penyakit walaupun sudah dibina, jika terpengaruh lagi ya bisa balik lagi. Jadi tidak mudah, tapi bukannya kita tidak bisa. Cuma tugas kita menyadarkan mereka. Dengan kemanusiaan mungkin kita bisa melarang mereka, tapi ditakutkan jadi maling (pencuri, red). Mungkin mereka merasa lebih terhormat dengan meminta daripada mencuri dan mencopet. Tapi bukan berarti kita membiarkan mereka, karena tidak baik juga, tetap akan kita ingatkan untuk tidak mengemis,” tutur Djohan panjang lebar.
Lebih lanjut untuk mengatasi hal ini Djohan berharap ke depan agar tidak ada pengemis dengan berbagai upaya dalam memberikan pembinaan supaya menjadi lebih baik. Dikatakannya juga, tugas ini bukan hanya dari Dinas Sosial saja, namun perlu adanya kerjasama dari masyarakat dan lingkungan untuk memberikan arahan. “Jadi bagaimana caranya mereka itu (pengemis, red) tidak mengemis lagi,” ujarnya.
Dari sisi lain dalam pandangan tokoh agama memberi penjelasan terkait keberadaan pengemis. Seperti ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) kota Metro M.Saleh mengatakan bahwa dalam ajaran Islam kebiasaan meminta-minta merupakan perbuatan dilarang tetapi tidak diharamkan. Dijelaskan juga aktifitas mengemis sangat tidak dianjurkan jika dijadikan sebagai profesi atau mata pencaharian.
Sementara untuk uang yang diperoleh pengemis dari meminta-minta menurut M.Saleh dalam pandangannya hukumnya mubah. “Setelah dikumpulkan oleh si pengemis dan banyak ya diperbolehkan untuk digunakan oleh si pengemis. Misalnya untuk berdagang karena konteksnya adalah mubah, serta masih dalam kepentingan yang baik dan halal jadi boleh untuk dimanfaatkan,” terangnya.
Berikutnya pandangan Islam bagi yang memberi dikatakan M.Saleh tidak ada masalah serta diperbolehkan. Hal tersebut dikatakan karena memberi adalah termasuk sedekah. “Jika ada seseorang berniat bersedekah kepada siapapun memiliki pahala tersendiri apalagi ia memberinya ikhlas dalam rangka sedekah atau infak, dan lain-lain,” ujarnya.
Dalam solusinya ketua MUI kota Metro ini mengatakan untuk mengatasinya tidak mudah. Hal itu dengan alasan karena, jika dibayangkan pekerjaan mengemis hanya menghilangkan rasa malu dan tidak menggunakan tenaga serta pikiran. Jadi menurutnya dengan mengemis tidak terpacu untuk melakukan pekerjaan lainnya. “Apabila seseorang sudah mainsetnya seperti itu, walaupun diberi bantuan akan kembali lagi karena mainsetnya sudah seperti itu. Apabila diberi bantuan untuk berdagang misalnya, maka akan sia-sia. oleh karena itu salah satu solusinya adalah merubah mainset para peminta-minta tersebut,” tutur M. Sholeh.
Dalam hal ini, jika ingin memberi santunan yang sudah diniatkan atau direncanakan M. Saleh menganjurkan untuk diberikan kepada panti asuhan. Karena menurutnya sumbangan yang diberikan akan lebih banyak manfaatnya. “Apabila bantuan sudah direncanakan dan diniatkan, sebaiknya diberikan ke panti asuhan. Karena lebih usefull (berguna) dan lebih banyak manfaatnya. Sedangkan apabila diberikan ke individu ya individu itu saja yang memanfaatkan. Tetapi jika ke panti asuhan akan dikelola oleh pengurusnya sehingga untuk semua kebaikannya,” ucapnya. Sementara, kata M. Sholeh, jika sifatnya insidental dalam pengertian tidak direncanakan (tiba-tiba bertemu pengemis) ada keinginan memberi tidak masalah dan disesuaikan dengan hati.
Di tempat terpisah, Enizar Yazar yang merupakan profesor tafsir hadist mengatakan hal yang sama. Dari penjelasannya, menjadi pengemis karena faktor keadaan dan tidak bisa bekerja diperbolehkan. Sementara dikatakannya jika keadaannya sebaliknya yakni dapat bekerja yang tidak diperbolehkan. “Seperti orang jompo, orang tua, anak-anak kecil karena tidak ada yang menangung. Tetapi ketika orang bisa bekerja kemudian menjadi pengemis ya tidak diperbolehkan,” jelasnya.
Namun jika mengemis karena sebuah profesi dikatakan Enizar, juga termasuk tidak diperbolehkan. Hal itu dikatakan karena menjadi pengemis hanya dalam keadaan darurat, seperti tidak ada pekerjaan karena tidak mampu bekerja. “Dari pada mereka maling,” ujarnya. Dikatakan Enizar jika seseorang dalam keadaan mampu bekerja namun malas untuk bekerja seharusnya mereka tetap dituntut untuk bekerja keras. “Banyak orang tua, jompo yang gak suka kerja, kalau gak ada yang nanggung ya tidak apa karena dia tidak pandai bekerja. Tapi kalau emang dia bisa bekerja kemudian mengemis itu tidak diperbolehkan, itu yang salah. Kalau dalam Islam dianjurkan untuk bekerja keras,” tutur Enizar.
Terakhir Enizar juga berpesan saat memberi santunan ada banyak faktor yang dilihat saat memberi yakni orang yang disedekahi mampu bekerja atau tidak. Menurut Enizar lebih baik juga memberikan bantuan ke Badan Amil, Zakat, Infaq dan Sodakoh (Bazis) agar dapat difungsikan dan diberdayakan supaya tepat sasaran.[]

Bagikan ini:
Baca Juga:  Kuliah Kerja Nyata (KKN) Mahasiswa Protes Standar SKS
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *