IAIN ;<KRONIKA>;, Sejak beralihnya status STAIN menjadi IAIN yang ditandai dengan dilantiknya Ketua STAIN menjadi Rektor pada (1/2) di Jakarta-Jogja tentu menjadi kado terindah di awal tahun untuk seluruh civitas akademika. Setelah berubahnya status, kali ini IAIN akan melaksanakan wisuda yang biasa dilakukan setahun dua kali. Bulan Maret kali ini akan dilaksanakan wisuda periode pertama, dengan jumlah kuota wisuda sebanyak 600 mahasiswa.
Namun dengan jumlah kuota yang telah ditentukan, tidak semua mahasiswa menerimanya. Terbukti dengan diadakannya aksi solidaritas pada Senin (13/3). Sekitar pukul 9:30 di halaman kampus 1 IAIN Metro, sekelompok mahasiswa mengawali aksi dengan mengelilingi kampus dan masuk-masuk ke dalam kelas untuk mengajak mahasiswa lain berpartisipasi menuntut kebijakan lembaga. Layaknya sebuah aksi, pengeras suara dan spanduk yang bertuliskan aksi solidaritas tolak kebijakan kuota wisuda dan tolak pungli dapat menggambarkan tuntutan para mahasiswa saat itu.
Setelah berjalan mengelilingi kampus serta masuk ke dalam kelas-kelas, mahasiswa aksi solidaritas berjalan menuju gedung Rektorat untuk menyuarakan tuntutan mereka (mahasiswa aksi.,red). Suasana aksi solidaritas menjadi memanas dengan naiknya para mahasiswa ditangga gedung Rektorat dan berusaha masuk kedalam, karena Rektor tak kunjung hadir dihadapan mereka. Setelah beberapa lama, sekitar pukul 10.58 Rektor beserta jajaran pimpinan menemui mahasiswa aksi solidaritas untuk memberikan penjelasan mengenai apa yang menjadi tuntutan mahasiswa.
Dalam aksi tersebut, mahasiswa menuntut penambahan kuota wisuda, menolak adanya pungli di lingkungan kampus, serta menuntut agar segera dibentuk birokrasi Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM). Riki Ardianto, Koordinator Lapangan (Korlap) dari aksi yang dilakukan mahasiswa pada siang itu mengaku bahwa alasan mereka mengadakan aksi karena menuntut kepada lembaga akan kebijakan tentang kuota wisuda dibulan Maret, “Kami menuntut agar mahasiswa yang sudah di yudisium dapat diwisudakan pada periode Maret ini,” ujarnya. Riki juga menambahkan kuota wisuda pada periode ini hanya untuk 600 mahasiswa saja, “Sudah Yudisium, sudah Munaqosah tapi kok gak bisa diwisuda, inilah yang menjadi pertanyaan bagi teman-teman mahasiswa yang lain, kecuali kalau dari awal sudah disampaikan bahwa akan ada pembatasan kuota. Tapi ini tidak, setelah dimunaqosah semua baru ada mandat bahwa kuota wisuda dibatasi hanya sampai 600 mahasiswa saja,” tambahnya.
Menanggapi hal tersebut, Rektor IAIN, Enizar mengatakan bahwa semua mahasiswa yang sudah di yudisium pasti akan di wisuda, karena wisuda pada tiap periode pasti ada kuotanya, jadi jika sudah penuh diperiode pertama berarti dapat mengikuti wisuda diperiode selanjutnya. “Kemarin waktu yudisium ibu (Rektor.,red) sudah sampaikan permohonan maaf ibu bahwa tidak bisa mewisuda semua mahasiswa diperiode pertama ini. Bukan tidak boleh wisuda, karena sudah memenuhi kuota jadi silahkan ikut diperiode kedua pada awal Agustus mendatang,” terangnya. Enizar juga menjelaskan untuk pendaftaran wisuda menggunakan sistem online, dan itu juga sudah di umumkan ke mahasiswa. Ketika pendaftar wisuda telah memenuhi kuota, maka secara otomatis pendaftaran akan menutup dengan sendirinya.
Aspirasi dan pertanyaan masih terlontar dari para mahasiswa, masih kekeh menuntut agar pihak lembaga dapat mewisuda diperiode pertama untuk semua mahasiswa yang telah yudisium. “Sebenarnya kebanyakan mahasiswa yang tidak bisa diwisuda periode ini dari angkatan 2011/2012, ini tentu menandakan terjadinya kelambatan lama sekali. Pada tahun-tahun sebelumnya sebenarnya pendaftar tidak sampai memenuhi kuota, kuotanya sisa dari yang ditetapkan. Karena memang terjadi pembludakan diperiode ini,” ungkap Riki. “Untuk apa di yudisium jika akhirnya tidak bisa ikut wisuda, ini namanya mendzolimi mahasiswa,” ujar salah satu mahasiswa aksi.
Suasana sempat memanas lagi, pintu gerbang masuk dan keluar ditutup, bahkan sempat terjadi chaos antar mahasiswa didepan gedung Rektorat. Melihat demikian, Wakil Bidang Keuangan, A. Jamil menenangkan mahasiswa aksi solidaritas dengan mengajak untuk beristighfar bersama. Setelah suasana dirasa sedikit tenang, kemudian A. Jamil memberikan penjelasan tentang wisuda. A. Jamil menjelaskan bahwa kuota ditahun ini adalah hasil dari pembahasan ditahun sebelumnya, “Yudisium adalah momen untuk mengesahkan gelar secara umum. Selama ini yang sudah pernah terjadi di STAIN, mahasiswa yang mengikuti yudisium tidak pernah melebihi kuota wisuda. Namun diperiode ini, mahasiswa yang sudah yudisium ternyata melebihi kuota wisuda dari yang sudah ditetapkan yakni 600, jadi wajar jika terjadi pembludakan. Kuota itu merupakan pembahasan ditahun 2016 yang menghasilkan keputusan ditahun 2017, dan diusulkan berdasarkan fakta yang ada dan disahkan oleh Menteri Keuangan. Jadi ini tidak bisa ditambah ataupun dikurang. Jika kuota ditambah dari 600 maka kita (lembaga., red) salah , jika dikurangi kita juga salah, dan Rektor lah yang akan masuk penjara. Apabila kuota dikurangi maka uang tidak bisa kita ambil dari kas Negara. Oleh karena itu, 600 sudah tidak bisa bergerak lagi,” jelasnya.
Enizar juga menjelaskan mengapa wisuda harus ada kuota dan mengapa dibatasi sampai 600 mahasiswa, “Mengapa ada kuota? Karena kita ini adalah Perguruan Tinggi yang dibiayai oleh Negara dan semua tentu ada aturannya. Jadi wisuda tahun ini sudah kita rencanakan di tahun sebelumnya berdasarkan pengalaman wisuda ditahun sebelumnya. Kuota periode ini 600 mahasiswa, maka berdasarkan kuota ya segitulah yang harus di wisuda,” jelasnya.
Senada dengan Enizar dan A. Jamil, Wakil Bidang Akademik, Husnul Fatarib menerangkan bahwa wisuda diperiode ini memang dibatasi kuotanya sampai 600 mahasiswa, “Kuota kita awalnya 500, namun karena banyaknya mahasiswa yang ujian dibulan Januari maka kuota kita naikkan menjadi 600, dan ini memang sudah keputusan 1 tahun lalu, jadi untuk mahasiswa mohon untuk bisa diterima,” ujarnya. Kemudian untuk mahasiswa yang tidak bisa mengikuti wisuda diperiode 1, pihak lembaga memberikan kebijakan, dapat mengikuti wisuda diperiode kedua pada Agustus mendatang. “Tidak mungkin telat lagi atau tertinggal karena nanti akan diberikan kuota khusus atau dikaping dulu 70 tempat ataupun kursi,” tegas Husnul.
Jamil juga menerangkan bahwa akan lebih dzolim jika lembaga tidak meyudisium mahasiswa yang telah munaqosah, “Seandainya, mahasiswa yang di yudisium kemaren tidak jadi di yudisium karena tidak bisanya ikut wisuda pada periode ini, itu akan lebih dzolim, mengapa? Karena mereka tidak berhak menyandang gelar dan tidak berhak menggunakan ijazah, oleh karena itu, mahasiswa yang sudah munaqosah wajib di yudisium meskipun belum di wisuda karena kuota terbatas,” terangnya.
Selain permasalahan kebijakan tentang kuota wisuda, hal lain yang menjadi tuntutan mahasiswa dalam melakukan aksi adalah meminta kejelasan kepada pihak lembaga berkenaan dengan Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) dikampus yang sampai hari ini belum terbentuk. Menanggapi hal tersebut, Mat Jalil, Wakil Bidang Kemahasiswaan menerangkan bahwa saat ini belum dapat memberikan keterangan apapun, “Untuk Saat ini saya belum dapat memberikan keterangan apapun berkenaan dengan BEM yang ada dikampus kita hari ini, nanti akan diurus setelah segala proses alih status ini selesai, setelah penyusunan kabinet kerja IAIN ini selesai,” terangnya.
Selain itu mahasiswa aksi menolak adanya praktek pungli di lingkungan kampus. Menurut keterangan Riki yang diwawancari oleh Kronika, mahasiswa yang akan yudisium diminta dana 100 ribu yang dialokasikan untuk membeli buku, “Sebenarnya kabar ini masih isu-isu dari mahasiswa saja, saya juga belum tau kebenarannya. Namun memang ada beberapa mahasiswa yang menanyakan itu buku apa dan arahnya untuk apa? Tetapi di Tarbiyah gak ditarikin? Padahal di Syariah ditarikin, yang saya tau, sebelumnya tidak ada penarikan duit seperti ini. Itulah yang saat ini menjadi pertanyaan untuk teman-teman mahasiswa, saat ini uang 100 ribu itu juga sudah dikembalikan lagi kepada mahasiswa saat pelaksanaan yudisium. Walaupun sudah dikembalikan, tapi kami menilai bahwa ini sudah termasuk proses mau dilakukannya pungli, jadi mohon lembaga untuk mengklarifikasi,” ujarnya. Senada dengan Riki, Medy Aristian, salah satu mahasiswa aksi mengatakan walaupun telah dikembalikan tetap saja telah melakukan praktek pungli, dan itu terjadi hanya di Fakultas Syariah.
Aksi semakin gaduh, bukan 1 aksi dalam 1 komando lagi, setiap mahasiswa ingin bersuara dan menyampaikan aspirasinya masing-masing. Disisi lain mahasiswa yang tidak mengikuti aksi mulai geram karena semua gerbang ditutup, hingga mahasiswa membunyikan klakson dan menambah kegaduhan suasana aksi. Masa aksi meminta Siti Zulaikha, Ketua Fakultas Syariah untuk hadir dihadapan mereka (mahasiswa aksi.,red) untuk memberikan klarifikasi mengenai uang 100 ribu itu. Tidak lama akhirnya Siti Zulaikha datang dan memberikan keterangan bahwa uang 100 ribu yang dikumpulkan mahasiswa itu untuk membeli buku, “Uang 100 ribu yang dikumpulkan mahasiswa itu peruntukannya adalah untuk dibelikan buku, sebagai kenang-kenangan alumni kepada Fakultas Syariah dan Ekonomi Islam. Namun, berdasarakan aturan itu tidak diperbolehkan, maka dari pihak Fakultas uang itu kami kembalikan kepada mahasiswa. Terserah mahasiswa menilainya seperti apa, yang jelas ini bukan pungli karena memang mahasiswa sendiri yang mengkoordinir untuk beli bukunya,” tegasnya. Walaupun Siti Zulaikha telah mengklarifikasi, tetapi mahasiswa aksi solidaritas tidak puas dengan jawabannya. Keadaan aksi tetap diselimuti dengan suara gaduh tuntutan mahasiswa aksi. Hingga akhirnya pihak lembaga meminta data kepada mahasiswa aksi, jika memang itu pungli, dan mahasiswa tetap kekeh minta klarifikasi. Husnul mengatakan untuk masalah pungli agar mahasiswa dapat mengumpulkan data yang mengatakan isu bahwa Fakultas Syariah melakukan praktek pungli, “Nanti saya minta untuk mahasiswa yang bisa menyusunkan atau mengumpulkan data ataupun bukti pungli, nanti akan kami (lembaga.,red) tindak lanjuti sesuai kode etik,” lugasnya.
Aksi tetap berlanjut hingga siang hari, saat pukul 12:00 mahasiswa mengajukan surat penyerahan atas tuntutan mahasiswa kepada lembaga untuk dapat ditindak lanjuti dan keputusan akan didapat dalam kurun waktu 1×24 jam. Setelah surat penyerahan atas tuntutan diterima dengan diwakilkan dan ditandatangani oleh Husnul Fatarib, setelah itu mahasiswa aksi solidaritas membubarkan diri dari gedung Rektorat.
Keesokkan harinya, Selasa (14/3) untuk menindak lanjuti tuntutan mahasiswa, jajaran pimpinan meminta perwakilan dari mahasiswa aksi solidaritas untuk hadir di gedung Rektorat. Menurut keterangan Riki yang hadir di gedung Rektorat mengatakan bahwa dari pihak pimpinan telah mengklarifikasi bahwa kasus dibagian Fakultas Syariah bukan termasuk pungli, “Ternyata yang dituduhkan mahasiswa terkait pungli itu bukan termasuk pungli. Pimpinan sudah mengklarifikasi dan menjelaskan bahwa uang 100 ribu itu bukan pungli, karena arahnya jelas bahwa uang itu untuk dibelikan buku yang memang harganya ratusan ribu dan nyarinya pun bukan di daerah sini. Kemudian teman-teman mahasiswa yang disuruh mengkoordinir dan membeli bukunya itu mau, mereka juga tidak ada yang keberatan, jadi bukan pungli arahnya,” ujar Riki kepada Kronika. Riki juga menambahkan bahwa isu tentang pungli yang ada di Fakultas Syariah itu murni hanya tuduhan teman-teman mahasiswa saja, “Itu pyur tuduhan, karena sebelumnya kami juga belum mengkroscek apakah benar ini pungli dan kami juga tidak dapat mengumpulkan data ataupun bukti yang mengatakan itu pungli,” tambahnya.
Riki pun menegaskan bahwa aksi yang dilakukan merupakan aksi solidaritas, yang sebenarnya lebih memfokuskan pada wisudanya, “Sebenarnya aksi itu kita (mahasiswa aksi.,red) fokuskan pada wisudanya, namun karena kita banyak orang dan posisinya ada berbagai macam kalangan, jadi banyak aspirasi yang disampaikan. Kemudian untuk masalah wisuda belum ada hasil akhir yang disepakati,” terangnya. “Jika kebijakan di lembaga itu harus dan mengikat dan menyulitkan mahasiswa ya untuk apa. Seharusnya kan kebijakan itu berpihak ke mahasiswa. Kedepannya lembaga jika membuat kebijakan ya diperhatikan mahasiswanya,” harap Medy Aristian. (Reporter/Ulfa, Momo, Umaroh)