Profesionalitas Membutuhkan Kesabaran
Menjadi guru profesional bukanlah perkara mudah. Meskipun profesi guru tidak ada apa-apanya dibandingkan profesi bergengsi seperti, dokter, bidan, polisi atau tentara. Tapi sebetulnya menjadi guru yang baik tidak bisa dilakoni semua orang. Terlebih berkembangnya zaman membuat kebutuhan peserta didik mengalami perubahan. Seorang guru pun harus menggunakan strategi mutakhir agar nilai pendidikan dan moralitas tetap terbangun.
Problema yang timbul dari pekerjaan mengajar pasti tidak jauh-jauh dari peserta didik atau media. Terkadang seorang guru merasa kurang maksimal menyampaikan materi pembelajaran dikarenakan kurangnya media. Meskipun menggunakan strategi yang indah tapi jika medianya terbatas ya sama saja. Adapula yang menjumpai kasus dengan beragam sifat peserta didik. Seperti kurang memperhatikan saat menjelaskan, hyperactive, silent is tempe (alias meneng-meneng tapi nggak mudeng), dan masih banyak lagi jenis peserta didik yang unik.
Ketika sudah menjadi guru pasti lambat laun kita berpikir kritis bagaimana caranya supaya transfer of knowledge sukses serta menanamkan nilai moralitasnya. Apalagi menghadapi peserta didik dengan usia yang berbeda seperti di TPA atau pendidikan kesetaraan. Akan sedikit menerapkan konsep reward and punishment untuk mereka. Misalnya bagi yang tidak ribut akan dipanggil mengaji terlebih dulu, sedangkan yang ribut mengaji terakhir. Tapi itu tidak cocok sebab apa? Usia mereka tidak sama. Ada yang masih TK kalau disuruh nderes malah lari-larian, mau dikasih panishment berupa tugas menulis yaa masih belum mudeng. Asal mau berangkat berangkat, membaca doa belajar, dan setelah belajar saja sudah alhamdulillah. Konsep punishment bisa diterapkan jika peserta didiknya seumuran.
Konsep punishment berfungsi supaya memupuk effort (kerja keras) peserta didik dalam belajar, kemudian supaya peserta didik segan terhadap guru sehingga wibawa seorang guru terjaga, memberi efek jera bagi peserta didik supaya tidak mengulangi kesalahan yang sama, serta peserta didik tidak melunjak dan mengabaikan moralitas. Namun penerapan konsep punishment juga harus memperhatikan beberapa hal seperti: (1) sanksi yang diberikan tidak menyakiti peserta didik secara fisik maupun verbal, (2) sanksi yang diberikan bukan semata-mata karena perasaan subjektif saja melainkan bentuk kedisiplinan, dan (3) sanksi yang diberikan benar-benar memberi efek jera dan ada manfaatnya, misalnya dengan memberi tugas menulis huruf hijaiyah. Ada manfaatnya gitu loo sanksi itu. Bukan hanya perasaan kesal dari guru saja.
Kemudian muncul pertanyan. Bagaimana jika menghadapi peserta didik yang dikerasin membangkang, dilembutin malah melunjak?
Sebenarnya selalu ada cara. Pasti ada celah untuk menaklukannya. Salah satu cara yang cocok adalah dengan memotivasinya. Misalnya diberikan wejangan betapa pentingnya belajar materi ini. Semakim sering diberi motivasi dan penguatan In Sya Allah lambat laun pasti peserta didik luluh juga.
Dan jangan lupa jangan abaikan satu kekuatan luar biasa yang datang dari luar diri kita sebagai menusia. Kekuatan itu adalah doa. Doakan peserta didik kita supaya mudah menerima materi yang kita ajarkan. Mohon pada Allah untuk membuka hati mereka, In Sya Allah semua membuat kita tersenyum
Penulis: Ririn Erviana