Mengulik Sejarah Perayaan Tahun Baru
Malam pergantian tahun masehi akan segera tiba, hanya hitungan jam. Hampir di seluruh dunia ikut merayakannya, dirayakan setiap tanggal 31 Desember malam. Cikal bakal sejarah perayaan tahun baru berawal sejak zaman kekaisaran Romawi, tepatnya pada era pemerintahan Julius Caesar, meskipun saat itu masih terhitung masa Sebelum Masehi (SM).
Arthur M. Eckstein dalam buku Senate and General: Individual Decision-making and Roman Foreign Relations 264-194 B.C. (1987) menuliskan, tahun 45 SM, tidak lama setelah dinobatkan sebagai kaisar, Julius Caesar memberlakukan penanggalan baru untuk menggantikan kalender tradisional yang sudah digunakan sejak abad ke—7 SM.
Julius Caesar dan Senat Romawi kemudian memutuskan tanggal 1 Januari sebagai hari pertama dalam kalender baru. Istilah Januari diambil dari nama salah satu dewa dalam mitologi bangsa Romawi, Dewa Janus. Sebelum Julius Caesar berkuasa, bangsa-bangsa Romawi menjadikan Maret sebagai awal kalender.
Buku New Year’s Celebrations (2007) yang disusun oleh Katie Kubesh, Niki McNeil, dan Kimm Bellotto memaparkan alasan dipilihnya nama Dewa Janus sebagai awal tahun baru dalam kalender anyar Romawi itu, serta tradisi awal masyarakat Romawi untuk merayakan pergantian tahun.
Dijelaskan, Dewa Janus memiliki dua wajah yang menghadap ke depan dan ke belakang. Dalam kepercayaan orang Romawi, Janus diyakini sebagai dewa permulaan, sekaligus dewa penjaga pintu masuk.
Sejak diberlakukan kalender anyar, setiap tengah malam jelang pergantian tahun yakni 31 Desember, orang-orang Romawi menggelar perayaan untuk menghormati Dewa Janus. Mereka membayangkan, satu wajah Janus melihat ke tahun lama dan wajah lainnya menatap sehari-hari ke depan di tahun baru.
Orang-orang Romawi pun memulai tradisi dengan saling memberikan hadiah pada malam tahun baru. Menurut keyakinan mereka, akhir tahun lama dan awal tahun baru adalah saat yang tepat untuk memberikan hadiah bermakna, biasanya berupa ranting dari pohon-pohon keramat, atau perak dan emas, semua itu melambangkan keberuntungan. Tak lupa juga untuk menyajikan beberapa jenis makanan di rumah.
Penetapan tanggal 1 Januari sebagai awal tahun dalam kalender baru, mempunyai rumusan tersendiri, seperti tertulis dalam Astronomical Observations (2009) suntingan Erik Gregersen, Julius Caesar meminta bantuan seorang ahli astronomi dan matematika dari Alexandria (Iskandariyah) bernama Sosigenes.
Sosigenes menyarankan agar kalender baru dibuat dengan mengikuti perputaran matahari seperti yang sudah diterapkan oleh orang-orang Mesir Kuno, satu tahun dihitung 365 seperempat hari. Julius Caesar setuju dan menambahkan 67 hari pada 45 SM sehingga tahun 46 SM dimulai pada 1 Januari.
Demi menghindari kejanggalan dalam rumusan kalender baru, Julius Caesar menyarankan supaya ditambahkan satu hari pada bulan kedua (Februari) setiap empat tahun. Inilah asal muasal tahun kabisat. Penanggalan anyar ini kemudian dikenal dengan nama Kalender Julian, diambil dari nama Julius (Juli) Caesar.
Saat Kalender Julian diterapkan, memang belum memasuki tahun Masehi. Tahun Masehi dihitung sejak kelahiran Yesus (Isa Al-Masih) dari Nazaret yang mulai diadopsi di Eropa Barat pada abad ke—8 untuk menghitung tanggal Paskah berdasarkan tahun pendirian Roma.
Perayaan tahun baru sempat bergonta-ganti. Sempat tahun baru dirayakan bertepatan dengan Hari Natal.
Kalender Julian kemudian dimodifikasi menjadi Kalender Gregorian dan disetujui oleh pemimpin tertinggi umat Katolik di Vatikan, Paus Gregory XIII, pada 1582. Di tahun yang sama, Paus menetapkan 1 Januari sebagai tahun baru pertama. Sejak saat itu, setiap malam pergantian tahun kian dirayakan dengan meriah di seluruh belahan dunia.
(Oleh/Hesti/Novia)
https://www.google.com/amp/s/m.dream.co.id/amp/news/kenapa-merayakan-tahun-baru-pada-1-januari-2018-190102v.html
https://amp.tirto.id/cikal-bakal-sejarah-perayaan-tahun-baru-masehi-dimulai-di-romawi-dcSc