Kronika

Mahasiswa Muda Opini

Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda dan Maulid Nabi Bagi Pemuda

  • Oktober 29, 2020
  • 3 min read
  • 232 Views
Refleksi Peringatan Sumpah Pemuda dan Maulid Nabi Bagi Pemuda

Pada bulan Oktober tahun ini, tepatnya tahun 2020 bisa dikatakan sebagai bulannya pemuda. Pasalnya terdapat dua peringatan besar, yang mana dapat merefleksikan semangat juang para pemuda yang memiliki niat mulia yakni niat mempersatukan perbedaan menjadi persatuan dan kesatuan yang besar. Kedua peringatan besar yaitu hari Sumpah Semuda yang diperingati setiap 28 Oktober dan tepat sehari setelahnya terdapat peringatan hari lahir Nabi Muhammad SAW atau Maulid Nabi.

 

Jika kita perhatikan dari keduanya, dapat kita ambil hikmah dari sejarah peringatan kedua hari besar tersebut untuk pemuda Indonesia. Pertama, akan diulas secara singkat sejarah hari Sumpah Pemuda, puluhan bahkan ratusan tahun bangsa kita dijajah oleh bangsa asing. Perjuangan-perjuangan bangsa kita untuk melawan dan mengusir penjajah pun dilakukan, tentunya banyak memakan korban jiwa.

 

Pada tahun 1912–1924, terbentuknya organisasi-organisasi kepemudaan yang bersifat kedaerahan, seperti Jong Sumatera, Jong Java, dan masih banyak lagi. Terbentuknya organisasi ini hanya sebatas kedaerahan dengan dasar membela tanah air, akan tetapi tahan air yang dimaksud hanya Andalas dan Sumatera, belum memasuki seluruh wilayah Indonesia.

 

Seiring berjalannya waktu, munculah kesadaran baru dari kalangan pemuda, yang mana adanya kesamaan musuh yang dihadapi mereka yakni Penjajah Belanda. Pada tahun 1926, tepatnya 30 April sampai 2 Mei terjadilah peristiwa kongres Indonesia Muda yang pertama (Kongres Pemuda I), akan tetapi meski sudah dilaksanakan kongres tersebut, tetap belum menemukan titik terang.

 

Kemudian pada 28 Oktober 1928, dilaksankannya kembali Kongres Indonesia Muda yang kedua (Kongres Pemuda II) dan berhasil menemui titik terang, sehingga terbentuklah Sumpah Pemuda yang ditulis oleh M Yamin, diakhir kongres tersebut ditutup dengan lagu Indonesia Raya oleh WR. Supratman yang merupakan lagu ciptaannya dan sekarang menjadi lagu kebangsaan Indonesia.

Baca Juga:  Sudut Pandang Wisudawan Periode II Tahun 2020 Pasca Wisuda

 

Kedua, kisah hidup Nabi Muhammad SAW saat masih muda patutlah menjadi contoh yang baik bagi pemuda saati ini, beliau dilahirkan dalam keadan yatim yang ditinggalkan oleh ayahnya yakni Abdullah pada dua bulan sebelum kelahirannya, dan pada usia 6 tahun ditinggalkan oleh ibunda tercinta. Sejak saat itu, Nabi Muhammad tinggal bersama kakeknya yang bernama Abdul Mutholib, beliau dirawat dengan penuh kasih sayang oleh kakeknya, berselang 2 tahun Abdul Mutholib pun meninggal, dan Nabi Muhammad hidup bersama pamannya yakni Abu Tholib.

 

Sejak kecil beliau sudah hidup mandiri dengan menggembalakan kambing milik pamannya. Pada usia ke 12 tahun, nabi Muhammad SAW ikut berdagang dengan pamannya ke negeri Syam. Sejak kecil sudah belajar kemiliteran hingga saat usianya masih remaja 15 tahun sudah mengikuti perang yaitu perang Fijar yang berlangsung selama 4 tahun, dan pada usia ke 20 tahun, kemampuan berdiplomasi beliau sudah terbentuk dengan ikut berperan dalam perdamaian yakni dalam perjanjian Hilfu Al-Fudhul.

 

Tibalah pada usianya yang ke 25 tahun dengan keahlian dalam berdagang, Nabi Muhammad dipercaya untuk mendagangkan barang dagangan ke negeri Syam oleh Siti Khodijah, yang pada akhirnya menjadi istri nabi Muhammad SAW.

 

Dari kedua peringatan hari besar tersebut dapat mengajarkan kita sebagai generasi muda untuk bisa meneladaninya. Pertama, Nabi Muhammad SAW sejak kecil diajarkan hidup mandiri, sudah lihai dalam urusan berdagang, perannya dalam beberapa peristiwa baik kemiliteran dan diplomasi sudah diakui meskipun beliau masih usia muda.

 

Kedua, memiliki cita-cita mulia yakni mempersatukan bangsa untuk menuju jalan yang lebih baik dan menamakan rasa cinta tanah air. Ketiga, sebagai generasi muda harus semangat dalam belajar, optimis, berkreasi, dan inovasi. Usia muda bukan menjadi alasan untuk bersantai-santai, tapi inilah saatnya untuk berkarya.

Baca Juga:  Perang Politik Sebagai Identitas Negara?

 

Itulah makna yang harus kita ambil dari kedua peringatan hari besar pada bulan Oktober dan selayaknya harus diterapkan oleh kita, khususnya pemuda saat ini. Sehingga tidak hanya sebatas peringatan saja, tetapi harus bisa mengambil makna dari peringatan tersebut untuk memotivasi diri.

 

(Penulis/Zezen Zainul Ali, HKI’17)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Kronika kini menjadi media mahasiswa yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam menyajikan informasi, analisis, dan opini mengenai berbagai isu sosial, pendidikan, politik, dan budaya, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *