Birokrasi Lambat‚ FEBI Mogok Pelayanan

Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI) Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro telah menerima surat resmi dari Kantor Perwakilan Bank Indonesia Provinsi Lampung, yang tertanggal 10 Desember 2024 dan bernomor 26/1300/Bdl/Srt/B.
Surat tersebut berisi permohonan untuk mengerahkan tenaga pencacah (surveyor) dari mahasiswa dalam rangka pelaksanaan dua kegiatan survei penting, yaitu Survei Pemantauan Harga (SPH) dan Survei Pusat Informasi Pangan Strategis (PIHPS). Kegiatan tersebut bertujuan untuk mengumpulkan dan menganalisis data yang akan digunakan sebagai dasar dalam perumusan kebijakan ekonomi oleh Bank Indonesia
Namun, di balik proses perekrutan mahasiswa sebagai surveyor tersebut, muncul dugaan nepotisme yang melibatkan pihak Dekanat FEBI. Beberapa sumber yang kronika dapatkan‚ mengungkapkan bahwa keputusan perekrutan tidak sepenuhnya transparan‚ yang menimbulkan kekhawatiran di kalangan mahasiswa dan dosen.
Lebih lanjut, terdapat pula informasi bahwa Dekanat mengabaikan rekomendasi yang diberikan oleh program studi di lingkungan FEBI, khususnya dari Program Studi Akuntansi Syariah (AKS) dan Ekonomi Syariah (ESY).
Rekomendasi tersebut seharusnya menjadi pertimbangan penting dalam proses seleksi, namun sebaliknya yang terjadi, sehingga menimbulkan pertanyaan mengenai integritas dan keadilan dalam proses perekrutan tersebut yang berpotensi merusak kepercayaan terhadap manajemen fakultas dan dapat berdampak negatif pada reputasi FEBI di mata publik.
Ketegangan di lingkungan FEBI semakin meningkat seiring dengan munculnya dugaan-dugaan yang ada. Program ESY dan AKS menjadi sorotan utama, di mana kedua program studi ini telah mengambil langkah tegas dengan melakukan mogok pelayanan kepada mahasiswa dan dosen. Tindakan ini merupakan bentuk protes terhadap manajemen FEBI yang dinilai telah mengabaikan kebutuhan dan aspirasi.
Mahasiswa dan dosen pengajar di kedua program studi merasa bahwa suara mereka tidak didengar dalam pengambilan keputusan yang berdampak langsung pada kualitas pendidikan dan pelayanan akademik.
Mogok pelayanan ini mencerminkan ketidakpuasan yang mendalam terhadap manajemen fakultas, yang dianggap tidak memberikan perhatian yang cukup terhadap rekomendasi dan masukan dari program studi.
Lebih lanjut kronika melakukan wawancara dengan Sekretaris Prodi ESY, Hotman. Dalam wawancara yang dilakukan ia mengungkapkan bahwa hal yang dilakukan saat ini—mogok kerja‚ merupakan langkah terakhir dan terbaik. Karena ia merasa selama ini bekerja sendiri mengurusi Prodi.
“Karena Ketua Prodi sudah sekian lama mengajukan pengunduran diri tapi tidak ada respons ataupun solusi terbaik dari tata pamong (Dekanat.‚ Red.) dari prodi sehingga-nya saya harus bekerja menangani segala sesuatu itu mulai dari administrasi hingga mengambil keputusan‚” jelasnya saat ditemui kronika diruangannya pada 20/12.
Hotman menyoroti salah satu insiden yang sangat mengecewakan, di mana proses penentuan pembimbing skripsi dilakukan secara sepihak oleh pihak fakultas‚ “Kami sebagai pembimbing telah menyusun dan menganalisis judul skripsi mahasiswa, tetapi tiba-tiba semua itu diubah tanpa adanya diskusi atau rapat yang melibatkan kami,” ungkapnya dengan nada frustrasi. Ia menegaskan bahwa keputusan yang diambil tanpa melibatkan program studi tidak hanya merugikan dosen, tetapi juga mahasiswa yang seharusnya mendapatkan bimbingan yang sesuai.
“Yang mengecewakan bukan hanya perubahan sepihaknya, tapi pengabaian terhadap proses akademik yang sudah berjalan,” tegas Hotman‚ “Pihak Dekanat menyerahkan tanggung jawab ke Prodi untuk menelaah dan menentukan pembimbing skripsi, tapi hasil kerja kami diubah total tanpa diskusi.”
“SK Dekan yang terbit mengabaikan rekomendasi Prodi dan tidak merujuk pada aturan yang ada,” imbuhnya dengan tegas.
Setelah itu, Hotman juga membahas permintaan dari Bank Indonesia untuk merekomendasikan sepuluh mahasiswa sebagai tenaga pencacah. Ia menjelaskan bagaimana ia berusaha untuk memastikan bahwa rekomendasi tersebut dibagi secara proporsional antara program studi di fakultas. “Saya mengusulkan agar dari sepuluh mahasiswa yang diminta, kita bagi menjadi tiga dari ESY, tiga dari Perbankan Syariah, dua dari Akuntansi Syariah, dan dua dari Manajemen Haji dan Umroh,” jelasnya.
Hotman berharap langkah ini dapat memberikan kesempatan yang adil bagi semua program studi dan menciptakan suasana yang lebih inklusif‚ “Kami ingin memastikan bahwa setiap suara didengar dan setiap program studi mendapatkan kesempatan yang sama untuk berkontribusi,” jelasnya.
Dalam proses seleksi mahasiswa untuk menjadi tenaga pencacah yang diminta oleh Bank Indonesia, Hotman mengungkapkan bawah ia mendapatkan dukungan penuh dari Liberty, Wakil Dekan III yang membidangi kemahasiswaan dan kerja sama.
Liberty mengiyakan usulan Hotman untuk melakukan seleksi di internal program studi, menegaskan pentingnya pembagian rekomendasi secara proporsional antara program studi di fakultas‚ “Gitu kan, supaya porsinya terpenuhi. Masalah terpilih atau tidaknya itu sudah urusan Bank Indonesia, pikir saya,” ungkap Hotman, menjelaskan bahwa langkah ini diharapkan dapat memberikan kesempatan yang adil bagi semua mahasiswa.
Setelah mendapatkan persetujuan dari Liberty, Hotman segera meminta izin untuk melanjutkan proses seleksi‚ “Siap,” jawab Libertiy “Oke.” Dengan semangat, Hotman kemudian menyampaikan pengumuman kepada mahasiswa angkatan 2021 (Semester VII., Red.) yang merupakan mahasiswa semester akhir dan sudah tidak memiliki mata kuliah teori lagi, meskipun masih ada skripsi yang harus diselesaikan‚ “Maksud saya, ini sebagai tanda bahwa mereka masih aktif dan terikat dengan FEBI IAN Metro,” jelasnya.
Setelah pengumuman tersebut, Hotman menerima tanggapan dari 14 calon yang berminat. Ia meminta masing-masing dari mereka untuk mengirimkan transkrip nilai sebagai langkah awal dalam proses seleksi berdasarkan IPK. Meskipun IPK bukanlah satu-satunya pertimbangan, Hotman ingin menggali pemahaman mahasiswa terhadap ilmu ekonomi mikro dan makro, khususnya di bidang ESY‚ “Strategi saya begitu,” tambahnya.
Setelah proses seleksi, Hotman mengumumkan bahwa mereka yang terpilih diharapkan untuk menemui dirinya pada hari Kamis, 12 Desember 2024, untuk menjalani proses wawancara.
“Alhamdulillah, dari 14 calon yang mendaftar, 12 di antaranya hadir untuk wawancara. Meskipun satu calon dari angkatan 20 tidak hadir tanpa konfirmasi, saya sudah memilih tiga mahasiswa yang akan direkomendasikan‚” ungkapnya.
Setelah wawancara, Hotman mengumumkan kepada ketiga mahasiswa tersebut agar segera mendaftar melalui tautan yang disediakan dalam surat permohonan untuk proses selanjutnya di Bank Indonesia.
Setelah menyelesaikan proses pemberkasan yang meliputi daftar hadir dan rekomendasi, Hotman segera mengirimkan semua berkas tersebut kepada Liberty, Wakil Dekan III yang membidangi kemahasiswaan.
“Ibu, ini hasil seleksi saya dari Prodi, berkas dan prosesnya untuk program studi ESY, hasilnya saya menemukan tiga orang,” lapor Hotman‚ “Oke, terima kasih,” jawab Liberty.
Namun, setelah proses seleksi dan pengumuman, kenyataannya sangat mengecewakan. Rekomendasi dari Dekan tidak mencantumkan satu pun mahasiswa hasil seleksi dari program studi ESY.
Kecurigaan mulai muncul di kalangan dosen dan mahasiswa bahwa rekomendasi yang diberikan oleh Dekan FEBI Metro sarat dengan unsur KKN.
Terdapat informasi mengenai lobbying—proses yang melibatkan upaya seseorang untuk meng-ubah dan mencapai kesepakatan—yang dilakukan oleh mahasiswa angkatan 2020 (Semester IX.‚ Red.), khususnya seorang mahasiswi dari salah satu prodi yang ada di FEBI, yang diduga melakukan lobbying dengan Wadek III FEBI.
Hotman menyampaikan kepada kronika bahwa ia memastikan hal tersebut benar adanya. Ia telah mengonfirmasi informasi tersebut dengan yang bersangkutan, dan mahasiswi yang dimaksud tersebut mengiyakan bahwa ada pengalaman sebelumnya yang membuatnya diarahkan untuk membimbing adik-adiknya (Mahasiswa Angkatan 2021 atau setelahnya.‚ Red.).
Namun, yang lebih mengecewakan adalah kenyataan bahwa Mahasiswi tersebut sudah Munaqosyah, yang berarti masa aktifnya sebagai mahasiswa hampir berakhir.
Ketidakpuasan ini memunculkan reaksi di kalangan dosen dan mahasiswa. Mereka yang telah diseleksi merasa di-zolimi oleh pihak fakultas, mereka memutuskan untuk melakukan aksi mogok pelayanan sebagai bentuk protes‚ “Kami tidak terima dengan situasi ini,” tegas Hotman‚ “Kami merasa hak kami sebagai dosen dan mahasiswa diabaikan‚” imbuhnya.
Hingga saat ini, belum ada konfirmasi sama sekali dari pihak fakultas terutama dari Dekan dan Wakil Dekan III. Ketidakjelasan ini menciptakan kebingungan dan kekhawatiran di kalangan mahasiswa yang menantikan kejelasan mengenai proses rekomendasi mahasiswa untuk menjadi tenaga pencacah yang diminta oleh Bank Indonesia.
Meskipun BI meminta sepuluh mahasiswa, pihak fakultas hanya mengirimkan delapan nama untuk direkomendasikan‚ “Nah, yang anehnya lagi itu diminta 10 oleh BI tapi yang dikirimkan 8, direkomendasikan 8. Kan carut-marut cara kerja begitu,” keluh Hotman.
Saat ditanyai akan melakukan mogok kerja berapa lama ia mengungkapkan dengan tegas bahwa Prodi ESY dan AKS akan siap untuk melakukan mogok kerja hingga ada kejelasan dari pihak fakultas‚ “Kami tidak butuh permintaan maaf. Kalau maaf saja ya gampang, tapi kami butuh pernyataan bahwa pola kerja dari Dekan dan unsur pimpinan lain akan berubah,” tegas Hotman.
Mereka menilai bahwa selama ini, pimpinan fakultas tidak menunjukkan profesionalisme dan hanya berfokus pada jabatan semata. Hal tersebut terlihat dari ketidakjelasan visi dan koordinasi yang seharusnya ada untuk membangun masa depan fakultas‚ “Kami dibiarkan begitu saja, tidak ada perhatian atau pengarahan yang jelas,” tambahnya.
Hotman juga menuturkan bahwa ia telah mengomunikasikan masalah tersebut langsung dengan Rektor Institut Agama Islam Negeri Metro Metro‚ Siti Nurjanah. Ia menegaskan bahwa proses seleksi yang berlangsung tidak transparan dan diduga mengandung unsur kolusi, korupsi, dan nepotisme (KKN).
“Saya sampaikan bahwa ini memang syarat dengan unsur KKN,” ungkap Hotman. Ia menjelaskan kepada Rektor mengenai indikator-indikator yang mendasari pernyataannya, menekankan bahwa jika terbukti ada pelanggaran, mahasiswa yang terlibat harus dikenakan kode etik yang sesuai.
Siti Nurjanah merespons dengan serius, meminta agar masalah ini diselesaikan secara arif dan bijaksana‚ “Ibu Rektor meminta agar semua pihak dapat berkomunikasi dan mencari solusi yang tepat,” ujar Hotman.
Menanggapi situasi yang terjadi, mahasiswa merasa perlu untuk menyampaikan aspirasi mereka dengan cara yang konstruktif‚ “Makanya kawan-kawan ini, adik-adik mahasiswa ini mendatangi saya. Mereka meminta petunjuk dan arahan supaya aspirasi mereka tersampaikan tetapi yang elegan,” jelas Hotman. Ia menekankan bahwa mahasiswa ingin menghindari tindakan anarkis dan lebih memilih pendekatan yang damai dalam menyampaikan ketidakpuasan mereka.
Kronika juga mencoba menwawancarai beberapa mahasiswa di lingkungan ESY. Salah seorang mahasiswi yang tidak mau disebut namanya mengungkapkan kekecewaanya (20/12).
Ia menerangkan bahwa ia adalah mahasiswi yang terpilih dari tiga mahasiswa ESY yang direkomendasikan sebagai surveyor‚ “Setelah surat turun dari Ka Prodi, kami langsung wawancara esok harisnya sampai jam 12 siang. Informasinya ada tiga orang yang lolos,” ungkapnya.
Kemudian, setelah wawancara, situasi menjadi semakin membingungkan baginya pasalnya tidak ada kejelasan apapun dari fakultas‚ “Tidak ada kejelasan selama berjalan-jalan hari ke depan. Biasanya, kalau tahun lalu ada informasi grup atau informasi langsung dari Bank Indonesia, tapi kemarin itu bener-bener sepi. Kami jadi tidak yakin apakah ini sebenarnya keterima atau tidak,” tambahnya dengan nada kecewa.
Kekhawatiran semakin meningkat ketika salah satu temannya, menanyakan tentang grup komunikasi yang biasanya ada‚ “Sebelum kita bilang, ‘Kak, kok nggak ada grup?’ akhirnya kita cari tahu, ternyata tidak ada grup dari hari Senin (Pengumuman Seleksi.‚ Red.). Dan kami yang lolos wawancara Ka prodi ini, tidak masuk ke grup tersebut,” jelasnya.
Mahasiswi tersebut merasa bingung dan frustrasi ketika mengetahui bahwa perwakilan yang masuk ke grup calon surveyor adalah dua temannya yang sebenarnya tidak lolos dari wawancara tingkat Prodi‚ “Kami cari tahu siapa yang masuk ke grup itu, dan ternyata mereka tidak lolos dari wawancara Ka Prodi,” ungkapnya.
“Dia orang itu (dua temannya.‚ Red.) nggak ada omongan sama kita. Padahal dia tahu kalau yang direkomendasikan oleh Prodi itu kita bertiga,” keluhnya. Seharusnya, mereka yang direkomendasikan bisa memberi tahu tentang situasi tersebut‚ “Harusnya kan dia ngasih tahu kita, ini kok aku di masukin grup, kok bukan kalian. Dia malah diem aja. Padahal dia tahu posisinya yang direkomendasikan oleh rekomendasi siapa,” jelasnya.
Lebih lanjut‚ ia mengetahui bahwa dua temannya yang direkomendasikan sebenarnya sudah dihubungi sebelumnya. “Dihubungin sama orang gitu loh,” ungkapnya dengan nada kecewa.
“Itu pengakuan mereka setelah ditanyai. Mereka mengaku sudah tahu bakal direkomendasikan dengan atasan,” jelasnya. Namun, mereka tetap mengikuti wawancara seolah-olah tidak tahu apa-apa‚ “Padahal mereka sudah ngumpul berkas di luar,” tambahnya.
Ia merasa ada ketidakadilan, terutama karena banyak dari mereka yang tidak direkomendasikan oleh Prodi yang ada.
Di tengah kekecewaan ini, mahasiswi tersebut berharap agar pihak fakultas dapat lebih bijak dalam mengambil keputusan‚ “Yang mau disampaikan ke Dekanat, seharusnya sebagai pimpinan juga harus lebih adil lagi,” tegasnya.
Ia menekankan pentingnya untuk membaca dan mengoreksi berkas sebelum menandatangani surat rekomendasi‚ “Kalau emang tahu kayak gini, kan kalau hanya orang-orang terdekat, orang-orang yang dikenalnya, ya mendingan gak usah di-share di grup gitu loh. Ya buat apa kita datang interview, kita ngeluarin waktu kita untuk interview,” keluhnya.
Perasaan sakit hati pun semakin mendalam ketika mereka menyadari bahwa semua usaha dan waktu yang mereka curahkan untuk wawancara terasa sia-sia‚ “Apalagi sakit hatinya. Kan kasihan yang udah interview,” ujarnya dengan nada penuh kekecewaan.
Sama halnya dengan mahasiswi ESY tersebut‚ salah satu mahasiswi AKS yang di rekomendasikan Prodi juga mengungkapkan bahwa meskipun mereka telah mempersiapkan berbagai dokumen penting seperti CV dan pertanyaan wawancara, termasuk rekomendasi Ka Prodi‚ “Setelah kita daftar, tidak ada informasi lain. Jadi kita daftar di link itu aja,” keluhnya.
Meskipun, Ka Prodi AKS LelLa Anita telah memberikan pemberitahuan awal mengenai proses pendaftaran, mahasiswi tersebut menilai komunikasi selanjutnya sangat kurang‚ “Gak ada pemberitahuan ini tuh selanjutnya kita kayak mana, kumpul di mana gitu,” tambahnya.
Setelah semua usaha dan persiapan yang dilakukan, mahasiswi tersebut merasa sia-sia ketika mereka tidak mendapatkan kesempatan untuk melanjutkan ke tahap wawancara di Bank Indonesia.
Ia berharap agar pengalaman tersebut menjadi perhatian bagi pihak FEBI Institut Agama Islam Negeri Metro dan penyelenggara seleksi lainnya. Mereka ingin memastikan bahwa mahasiswa lain tidak mengalami hal serupa di masa depan, sehingga proses seleksi dapat dilakukan dengan lebih transparan dan informatif.
*Hingga berita ini diterbitkan belum ada konfirmasi dari pihak fakultas
(Reporter/Azis/Bl/Indah/Zk)