Pelaksanaan BTQ-PPI Molor, Mahasiswa Nilai Waktu Pembelajaran Tidak Maksimal

Ma’had Al-Jami’ah Universitas Islam Negeri Jurai Siwo Lampung (UIN Jusila) menyelenggarakan program Baca Tulis Al Quran dan Praktik Pengamalan Ibadah (BTQ-PPI). Program tersebut ditujukan bagi mahasiswa semester II serta semester IV (tahun angkatan 2024, red.) serta semester IV (tahun angkatan 2023, red.) yang belum lulus pada periode sebelumnya.

Pelaksanaan program tersebut mendapat sorotan dari mahasiswa. Program yang semula dijadwalkan sejak semester ganjil, namun molor karena keterlambatan terbitnya Surat Keputusan (SK) dari pihak rektorat. Hal tersebut berdampak pada padatnya jadwal pertemuan yang hanya dirancang berlangsung selama 16 pertemuan mulai 24 Mei hingga 4 Juli 2025, dan dinilai membuat waktu pembelajaran menjadi kurang maksimal.

Mudir Ma’had Al-Jami’ah, Taufid Hidayat Nizar, menjelaskan bahwa keterlambatan program terjadi karena proses administrasi SK yang molor. Padahal, idealnya program dilaksanakan langsung setelah placement test pada semester ganjil lalu, “Program ini seharusnya dilakukan segera setelah placement test. Tapi karena SK turun terlambat, pelaksanaan baru bisa dimulai sekarang. Kita tidak ingin ada penumpukan peserta, jadi program tetap kita lanjutkan dengan metode yang memungkinkan,” ujar Taufid saat ditemui Kronika, Rabu (2/7/2025).

Tahun ini, BTQ-PPI mencakup 27 kelas, terdiri atas tiga kelas tahfiz dan 24 kelas tahsin. Pembagian kelas didasarkan hasil placement test semester sebelumnya. Sistem pembelajaran menggunakan tutor sebaya dari mahasiswa angkatan 2023 dan 2022 (semester IV dan VI, red.) yang dinilai memiliki kemampuan baca Al-Quran dan hafalan yang baik, “Kita pakai pendekatan tutor sebaya karena interaksinya lebih natural dan nyaman. Tutor juga kita pilih dari mahasiswa yang punya hafalan cukup dan hasil tes yang tinggi. Mereka tidak menerima honor, tapi kami harap ini bisa jadi ladang amal bagi mereka,” jelas Taufid.

Program dilaksanakan setiap Sabtu dan Minggu di Gedung E6 dan E7 Kampus 2 UIN Jusila, memanfaatkan ruang belajar hingga lantai tiga sesuai kebutuhan. Kemudian di akhir program dilakukan evaluasi melalui ujian lisan dan/atau tulisan, mencakup kemampuan tahfiz, tahsin, dan praktik ibadah. Hasil evaluasi menjadi dasar penerbitan sertifikat kelulusan, sebagai syarat administratif pendaftaran munaqasyah, “Sertifikat dari program ini menjadi syarat pendamping saat mahasiswa mendaftar munaqasyah. Hal ini juga sudah tertuang dalam peraturan akademik kampus sejak tahun 2019,” tambahnya.

Taufid menegaskan, unsur PPI bukan program tambahan, melainkan bagian yang terintegrasi sejak awal dalam BTQ. Istilahnya kini lebih ditegaskan agar selaras dengan pedoman Ma’had, “Sejak dulu kegiatan BTQ selalu memuat unsur PPI di dalamnya. Sekarang kita munculkan istilahnya agar lebih relevan dengan pedoman kegiatan Ma’had,” jelasnya.

Taufid berharap mahasiswa mengikuti program ini bukan sekadar untuk lulus administratif, melainkan untuk menginternalisasi nilai-nilai Al-Quran dalam kehidupan sehari-hari, “Harapan saya, mahasiswa mengikuti program ini dengan niat yang lurus. Tujuannya bukan hanya agar bisa membaca Al-Quran, tapi juga agar mereka memahami dan mengamalkan isi kandungannya dalam kehidupan. Inilah bagian dari membentuk kemampuan dasar sebagai mahasiswa Islam,” tutupnya.

Aldo Tominuryanto, mahasiswa Program Studi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI’24), menilai program tersebut bermanfaat, namun belum maksimal. Ia menyayangkan terbatasnya waktu belajar, “Program BTQ menurutku bagus karena bisa membuat kita tahu tentang cara membaca Al-Quran yang benar dengan menggunakan makhrajul huruf dan tajwid. Tapi untuk materinya kurasa kurang karena waktunya sangat singkat,” ujarnya.

Aldo menyarankan adanya tambahan durasi atau alternatif pembelajaran daring untuk mendukung pemahaman mahasiswa, “Kalau memang tidak bisa menambah waktunya, bisa diadakan pembelajaran online agar mahasiswa mudah mengaksesnya, terutama untuk memperdalam materi yang belum sempat tersampaikan di kelas,” tambahnya.

Senada, Nur Rismawati Dewi (PGMI’24) juga berharap program ini ke depan menjadi ruang pembinaan yang lebih mendalam, tidak sekadar menyelesaikan kewajiban administratif, “Harapan saya, program BTQ ini bisa menjadi sarana untuk memperdalam pemahaman saya pribadi terhadap Al-Quran. Bukan hanya membaca, tapi juga dalam mengamalkan nilai-nilainya,” kata Risma.

Ia menambahkan, metode pembelajaran juga perlu disesuaikan agar lebih menarik dan tidak monoton, “Akan lebih baik kalau program ini dibuat dengan metode yang menarik dan menyenangkan, supaya peserta tetap semangat. Semoga program ini terus berlanjut dan makin baik dari waktu ke waktu,” tutupnya.

(Reporter/Zaki)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *