Institut Agama Islam Negeri (IAIN) Metro melakukan penataan ulang lokasi fakultas dengan memindahkan Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) dari Kampus II ke Kampus I, sementara Fakultas Ushuluddin, Adab, dan Dakwah (FUAD) dipindahkan dari Kampus I ke Kampus II. Proses perpindahan ini telah dimulai sejak awal Mei 2025 dan diperkirakan akan selesai pada akhir bulan.
Perpindahan tersebut dikonfirmasi oleh Kepala Biro Administrasi Umum, Akademik, dan Kemahasiswaan (AUAK), Ahmad Supardi, ia menjelaskan bahwa kebijakan tersebut dilatarbelakangi oleh kebutuhan akan efisiensi ruang dan peningkatan fasilitas.

Ia mengatakan bahwa ruang untuk mahasiswa FTIK tidak mencukupi apabila tetap di Gedung Kuliah Terpadu (GKT) kampus II, “Alasan kepindahannya karena di sana ruangannya kurang untuk FTIK, mahasiswanya lebih banyak, sedangkan di sini ruangnya berlebih,” ujarnya saat diwawancara Kronika di Gedung Munaqosyah lt II, Selasa, 20 Mei 2025.
Ia juga menambahkan bahwa langkah tersebut diambil agar setiap fakultas dapat memaksimalkan penggunaan ruang dan menjamin kenyamanan civitas academica, “Kalau satu Program Studi (Prodi) punya tiga rombel, dia butuh tiga ruangan, sembilan Prodi berarti sembilan Ketua Program Studi (Kaprodi), sembilan sekretaris, itu semua butuh tempat,” ungkapnya.
Lebih lanjut, Ahmad Supardi menyebutkan bahwa kebijakan tersebut tidak hanya soal teknis ruang, tetapi juga untuk menghidupkan kembali suasana akademik di Kampus I yang sebelumnya terkesan sepi, “Salah satunya juga agar Kampus I kembali hidup, sekarang saat zuhur lumayan penuh, kalau dulu (Sebelum perpindahan FTIK dan FUAD,. Red) satu baris pun tidak penuh,” tuturnya.

Terkait ketersediaan ruang di Kampus II pasca kepindahan FTIK, ia menyampaikan bahwa gedung GKT tersebut tetap dimanfaatkan oleh FUAD serta Program Pascasarjana, “FUAD tidak akan membuat ruangan kosong karena mereka akan bergabung dengan Pasca, masih banyak yang menggunakan ruang di sana,” ujarnya.
Ia juga menegaskan bahwa penggunaan gedung kuliah bersifat fleksibel, “Gedung kuliah itu bisa dipakai siapa saja, yang penting ada jadwalnya, bukan berarti gedung ini hanya untuk Prodi A atau B, yang penting penggunaannya efektif,” jelasnya.
Perihal fasilitas kampus, Ahmad Supardi mengakui masih adanya keterbatasan dan menyebutkan bahwa perbaikan akan dilakukan sesuai dengan kemampuan anggaran, “Kita ini sedang efisiensi, anggaran dipangkas sampai 44 miliar, kalau ada dana pasti kita renovasi, tapi sekarang uangnya belum ada,” jelasnya.
Ia berharap agar mahasiswa dan seluruh civitas academica bisa mendukung kebijakan ini sebagai bagian dari upaya bersama membangun kampus, “Kita ini sama-sama membangun kampus, jangan tonjolkan yang jelek, kalau kampus kita terlihat jelek, siapa yang mau kuliah di sini?,” pungkasnya.
Diki Chandra Irawan mahasiswa Prodi Tadris Ilmu Pengetahuan Sosial (TIPS’23), menyampaikan rasa kecewanya atas perpindahan tersebut, “Untuk pindahan yang pertama jelas saya kecewa, di sana (Kampus II,. Red) fasilitas lebih memadai dan udah nyaman juga, tapi karena tujuannya agar Kampus I hidup lagi, ya semoga FTIK dan FUAD ke depannya lebih baik lagi,” ungkapnya.
Diki juga berharap perpindahan tidak menjadi rutinitas yang menimbulkan ketidaknyamanan, “Semoga tidak ada perpindahan-perpindahan lagi yang bikin mahasiswa kecewa,” imbuhnya.
Sementara itu, Alfi Nurril Mahmudah, mahasiswa Prodi Bimbingan dan Penyuluhan Islam (BPI’23), menilai perpindahan tersebut membawa peluang baru, “Mahasiswa FUAD bisa lebih rajin baca karena dekat dengan perpustakaan di Kampus II dan semoga Kampus I lebih hidup dengan kehadiran FTIK,” ujarnya.
Namun ia juga mencatat beberapa kekurangan, seperti keterbatasan kantin dan area parkir di Kampus II, “Kantin jauh, parkiran panas dan berdebu, tapi kalau soal ruangan, aku belum pernah masuk,” ungkapnya.
Meski demikian, ia menanggapi kebijakan tersebut dengan santai, “Aku sih fine-fine aja, tidak merasa terbebani, yang penting semua bisa beradaptasi dan nyaman dengan lingkungan baru,”tuturnya.
Reporter/Destiya/Zaki