Sebuah logo baru Universitas Islam Negeri Jurai Siwo Lampung (UIN Jusila) mulai ramai muncul di berbagai unggahan media sosial, atribut organisasi mahasiswa, hingga di percetakan sekitar kampus. Padahal, logo tersebut belum mengantongi pengesahan resmi dari pemerintah pusat. Fenomena tersebut menimbulkan tanda tanya, apakah penggunaan logo UIN yang belum resmi tersebut diperbolehkan? Wakil Rektor (Warek) I Bidang Akademik dan Kelembagaan, Dedi Irwansyah, menilai penggunaan logo yang belum sah sebagai bentuk euforia atas perubahan status kampus dari Instituut Agama Islam Negeri (IAIN) menjadi UIN, “Itu hal yang wajar ya, rasa bahagia,” ujarnya, saat ditemui di ruang kerjanya, Kamis (11-07-2025).
Logo baru tersebut bukan muncul begitu saja, menurut Dedi pembuatan logo melalui proses yang panjang, dimulai dari usulan masyarakat kampus, dibawa ke rapat senat, lalu diuji melalui studi publik untuk mengukur sejauh mana penerimaan publik. Hasilnya, desain logo yang kini beredar dianggap paling disukai, “Kita masukkan dalam draf statuta, lalu dikirim ke pusat untuk disahkan,” tuturnya. Namun, prosesnya tak berhenti di meja senat. Logo tersebut masih harus melewati tahap pengesahan dari pemerintah pusat bersama 11 Perguruan Tinggi Keagamaan Islam Negeri (PTKIN) lainnya, sebelum resmi digunakan secara kelembagaan.
Meski belum disahkan, logo tersebut sudah digunakan oleh mahasiswa, mulai dari pamflet kegiatan hingga desain Pakaian Dinas Harian (PDH) beberapa Program Studi (Prodi). Logo baru UIN Jusila yang belum diresmikan itu tampak hadir di mana-mana, Dedi Irwansyah tidak mempermasalahkan penggunaan semacam itu selama tidak menyangkut urusan formal, “Kalau untuk konsumsi pribadi silahkan, tapi kalau untuk tujuan formal, seperti surat-surat resmi, itu belum bisa secara administrasi,” ujarnya. Ia mengingatkan bahwa legalitas tetap menjadi hal yang penting, apalagi menyangkut simbol institusi.
Dalam kacamata hukum, Dedi mengungkapkan penggunaan simbol yang belum sah memang tidak serta-merta melanggar aturan. Namun, bukan berarti bisa digunakan secara bebas, “Ya enggak sah, sesederhana itu. Tapi tidak ada implikasi hukumnya,” ungkapnya. Kendati demikian, ia menegaskan bahwa penggunaan logo secara kelembagaan sebaiknya menunggu ketok palu dari pemerintah pusat. Menurutnya, pihak kampus tetap mengedepankan proses formal agar tidak muncul kerancuan administratif di kemudian hari, “Itu tinggal menunggu waktu saja, kita juga ada sistem kerja, butuh waktu untuk mencegah jikalau ada unsur plagiat atau hak cipta terhadap logo, jadi bisa kita antisipasi,” jelasnya.
Proses pengesahan pun tidak bisa tergesa-gesa, logo perlu diuji agar tidak mengandung unsur plagiat atau pelanggaran hak cipta, “Meskipun logo kita sudah dibilang oke, tetap butuh waktu dan persetujuan sana-sini (rektor, dari kementerian terkait,. red),” ucapnya. Pemeriksaan hak cipta dan orisinalitas desain dilakukan untuk mengantisipasi jika muncul klaim dari pihak lain. Menurutnya, kehati-hatian tersebut bagian dari sistem kerja kampus yang mengedepankan akuntabilitas dan kehormatan institusi.
Yang menjadi persoalan saat ini adalah kepastian bentuk logo yang digunakan. Kampus belum bisa memastikan apakah versi yang ramai digunakan saat ini benar-benar identik dengan versi yang telah diajukan ke pemerintah, “Saya belum melihat kalau sudah ada yang memakai logo ini, kita juga belum bisa menjamin apakah itu benar-benar logo yang disahkan,” ujarnya. Ia menekankan kembali bahwa mahasiswa tidak dilarang menggunakan logo untuk kepentingan pribadi, namun diminta menahan diri untuk tidak memakainya dalam dokumen resmi kampus, “Kalau untuk pribadi silakan, tapi kalau formal kita tunggu dulu,” tambahnya.
Tanggapan datang dari Muhammad Irfan Ghozali Prodi Hukum Tata Negara (HTN ’24), menurutnya jika logo UIN belum diresmikan, sebaiknya jangan digunakan terlebih dahulu sebelum disahkan oleh pihak kampus, “Kalau logo tersebut belum ditetapkan lewat Surat Keputusan (SK) resmi dari kampus, maka penggunaannya sebenarnya belum sah,” ujarnya.
Ia juga berharap agar pihak kampus bisa memberikan pemberitahuan kepada mahasiswa terkait logo kampus yang belum diresmikan agar tidak terjadi kesalahpahaman dari berbagai pihak, “Kalau bisa pihak kampus segera mengeluarkan pengumuman bahwa logo tersebut masih belum final atau belum resmi untuk dipakai, agar tidak terjadi kesalahpahaman dari semua pihak,” tambahnya.
Sementara itu, Zahraa Salsabila Prodi Akuntansi Syariah (AKS ’24) merasa bingung karena logo baru kampus belum diresmikan tetapi sudah digunakan untuk keperluan tugas dan lain-lain, sedangkan belum ada penjelasan dari pihak kampus terkait penggunaan logo baru tersebut, “Pastinya bingung banget kenapa logo UIN sudah menyebar ke mana-mana, padahal belum dirilis secara resmi. Apalagi sudah banyak yang pakai untuk tugas dan lain-lain. Padahal belum ada penjelasan resmi dari pihak kampus tentang logo yang baru, takutnya malah jadi salah paham dan dianggap tidak valid,” ujarnya.
Zahraa juga berharap agar pihak kampus segera memberikan kejelasan terkait logo UIN yang baru, supaya tidak simpang siur informasinya dan membingungkan mahasiswa, “Semoga pihak kampus bisa cepat memberi kejelasan terkait logo baru ini. Intinya transparansi dari pihak kampus itu penting agar tidak membuat mahasiswa bingung dan simpang siur tentang infonya,” tambahnya.
Tanggapan lain datang dari Nur Lailathul Muna Prodi Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI ’24), menurutnya masih menjadi tanda tanya mengapa logo kampus belum diresmikan hingga saat ini, sedangkan perubahan nama dari IAIN Metro menjadi UIN Jurai Siwo Lampung sudah cukup lama dilakukan, “Cukup menjadi tanda tanya untuk pihak kampus, kenapa sampai sekarang belum meresmikan logo baru, padahal alih nama kampus sudah dari beberapa waktu lalu” ujarnya.
Ia berharap agar logo kampus yang baru segera diresmikan agar tidak menjadi tanda tanya untuk mahasiswa saat akan melakukan kegiatan di kampus, “Harapannya untuk logo kampus bisa secepatnya diresmikan karena hal tersebut menjadi pertanyaan mahasiswa saat akan melalukan kegiatan,” ujarnya.
Reporter/Munir