Panic Buying: Antisipasi Semata atau Kepanikan Irasional?

Semenjak Presiden RI, Joko Widodo secara resmi mengumumkan adanya warga Indonesia yang positif terkena virus Corona pada awal Maret lalu, menjadikan masyarakat Indonesia semakin waspada dan panik bukan main. Salah satu bentuk kepanikannya ialah Panic Buying.

 

Apa sebenarnya panic buying itu?

Panic buying atau pembelian panik adalah tindakan membeli barang dalam jumlah besar untuk mengantisipasi suatu bencana, setelah bencana terjadi, atau untuk mengantisipasi kenaikan maupun penurunan harga.

 

Pada akhirnya, masyarakat menjadi khawatir, sehingga timbul lah respon berupa belanja secara masif dalam upaya penyelamatan diri. Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Enny Sri Hartanti, mengatakan, perilaku ini dipicu oleh faktor psikologis terjadi akibat informasi tidak sempurna, atau menyeluruh yang diterima oleh masyarakat.

 

Sementara itu, ia juga menjelaskan, terdapat dua kekhawatiran yang muncul di masyarakat. Pertama, khawatir jika tidak belanja sekarang bisa saja besok harga barang naik. Kedua, jika tidak belanja sekarang, persediaan barang telah habis untuk esok hari.

 

Apalagi dengan adanya himbauan dari pemerintah untuk “Kita di rumah saja” semakin membuat warga Indonesia berbondong-bondong membeli persediaan bahan pangan selama di rumah.

 

Kementerian Perdagangan (Kemendag) Satuan Tugas (Satgas) pangan Polri, sempat melakukan pembatasan pembelian agar masyarakat dalam negeri tidak mengalami panic buying, barang yang dibatasi pembeliannya ialah beras, gula, minyak goreng, dan mie instan. Pembelian bahan pangan tersebut dibatasi untuk menjamin ketersediaan bahan pokok penting (Bapokting) dan komoditas pangan lainnya, untuk mendukung program Gugus Tugas percepatan penanganan Covid-19.

 

Pembatasan pembelian yang ditetapkan pemerintah hanya berlangsung selama 3 hari. Lalu setelah 3 hari, apakah masyarakat menjadi tidak panic buying lagi?

 

Faktanya setelah pencabutan pembatasan pembelian aksi panic buying, kembali terjadi di sejumlah daerah. Bahan pokok yang diborong masih seputar bahan makanan seperti mie instan, gula, minyak, beras, dan telur. Tidak hanya bahan makanan, kebutuhan seperti masker dan hand sanitizer pun susah untuk di dapat. Jika pun ada, harganya sungguh tidaklah normal.

 

Bagaimana dampak panic buying?

Dampak panic buying sendiri akan membuat keperluan rumah tangga, termasuk bahan makanan akan ludes dan tidak tersisa, sulitnya mendapatkan barang yang dicari juga sangat mempengaruhi. Hal lain yang merugikan dalam panic buying ialah pemborosan, pembelian barang yang berlebihan dan mungkin membeli sesuatu yang tidak dibutuhkan, hal ini akan merugikan masyarakat Indonesia sendiri.

 

Dampak adanya panic buying juga mungkin akan terasa bagi masyarakat kalangan menengah kebawah, karena tingginya harga keperluan rumah tangga dan stock barang yang susah di dapatkan. Hal semacam ini sungguh sangat merugikan dan menurunkan kesejahteraan masyarakat.

 

Kenaikan harga yang begitu drastis juga tidak diimbangi dengan pendapatan dari masyarakat, hal ini lah yang menyebabkan kesejahteraan masyarakat menurun.

 

Akan tetapi, pada kenyataannya tidak hanya kalangan menengah kebawah saja yang merasakan dampak panic buying. Orang-orang yang membutuhkan barang atau makanan pun menjadi kesulitan untuk mendapatkannya. Masker dan hand sanitizer termasuk salah satunya, membuat banyak orang kesulitan untuk mendapatkannya. Bahkan tenaga medis yang bertugas secara langsung menghadapi pasien Covid-19 pun kesulitan untuk mendapatkannya.

 

Langkah-langkah yang bisa dilakukan, agar panic buying tidak terjadi.

 

Langkah yang bisa diambil untuk menghentikan panic buying dengan cara mengedukasi ke masyarakat, untuk berperilaku dan bersikap sewajarnya, dan tidak perlu panik. Meskipun sulit dilakukan, jika pemerintah terus menerus berupaya melakukan edukasi ini pada masyarakat akan ada hasil yang terbaik.

 

Pada situasi genting saat ini, terkadang rasa kemanusiaan tersampingkan. Karena ketakutan adanya oknum yang memanfaatkan kejadian seperti ini, untuk meraup keuntungan sebesar-besarnya.

 

Hal ini mengharuskan Pemerintah untuk bertindak tegas, jika ada oknum yang tidak bertanggung jawab melakukan penimbunan barang sehingga menyebabkan kelangkaan.

 

Sumber:

https://m.merdeka.com/jatim/gejala-sosial-panic-buying-apa-penyebabnya-dan-bagaimana-mengatasinya-kln.html

https://m.detik.com/finance/berita-ekonomi-bisnis/d4949929/pembatasan-belanja-dicabut-panic-buying-malah-datang-lagi

https://tirto.id/yuk-kolaborasi-lawan-covid-19-untuk-atasi-dampak-ekonomi-eHzg

 

(Penulis/Hesti)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *