Pengangguran di Metro Tertinghi di Lampung
Oleh: Mustahsin, Wahyu, Erma Lutfia, Marya Ulfa
Metro –Dari data Badan Pusat Statistik (BPS) Provinsi Lampung Angka pengangguran di kota Metro periode Agustus 2011 meningkat. Kota Metro yang berlabelkan kota pendidikan ini menduduki posisi pertama angka pengangguran tertinggi di Lampung sebesar 13,84% dari jumlah keseluruhan pengangguran provinsi Lampung sebanyak 13 ribu orang. Kota Bandar Lampung sendiri menduduki posisi kedua yakni persentase angka pengangguran 11.42%. Sementara tingkat pengangguran terendah yakni di Tulang Bawang Barat 3.53%, Lampung Barat 3,66% dan Way Kanan 3,77%.
Terkait hal ini Heri Herwan sebagai Kasie Pengawasan di Dinas Sosial  Ketenagakerjaan (Dinsosnaker) kota Metro menanggapinya. Heri mengatakan bahwa terkait kota Metro menduduki angka tertinggi jumlah penggangguran se-Lampung.menurutnya hal tersebut bisa terjadi dan bisa juga tidak. Dari penuturannya, banyaknya pengangguran di Metro disebabkan karena kota Metro bukanlah kota industri seperti halnya Lampung Tengah dan Lampung Selatan dengan industri Miwonnya. “Di Metro perusahaan manifaktur jarang sekali, hanya Chandra Departement Store dan Rumah Sakit Mardi Waluyo. Di sini hanya ada perusahaan-perusahaan kecil atau marginal seperti toko-toko dan bengkel-bengkel kecil, penyebab lainya. Di Metro banyak para urban yang terserap sehingga terjadi penambahan warga dan menyebabkan pengangguran,” jelas Heri. Untuk menangani masalah tersebut Heri menjelaskan bahwa dari pihak Dinsosnaker telah merencanakan beberapa program di antaranya program padat karya dan pelatihan-pelatihan yang akan diadakan 3-6 bulan sekali.
 “Perlu digaris bawahi bahwa program padat karya merupakan program yang diterapkan sementara untuk mengatasi pengangguran, bukan untuk selamanya,” jelas Herjuno selaku Kepala Dinsosnaker. Herjuno menambahkan, salah satu contoh program padat karya yang dilakukan oleh pihak dinas ialah menciptakan lapangan kerja baru (proyek) dan kemudian mempekerjakan kepada masyarakat yang belum memiliki pekerjaan yang sifatnya hanya sementara, sampai proyek tersebut selesai. Sedangkan pelatihan-pelatihan yang dilakukan sebagai himbauan atau penyuluhan kepada warga yang tidak memiliki pekerjaan tetap agar dapat menciptakan lapangan pekerjaan baik untuk diri sendiri maupun orang lain.
Heri pun menanggapi dengan alasan yang sama ketika melihat realita bahwa masih banyak sekali penduduk asli kota Metro justru kebanyakan bekerja di luar kota Metro. “Kembali kepada yang telah saya katakan tadi bahwa kota Metro bukan lah kota Industri, sehingga banyak di antara penduduk di kota Metro yang mencari dan mendapatkan pekerjaan di luar, meskipun dia adalah lulusan terbaik di salah satu Universitas di kota Metro,” kata Heri.
Heri juga menjelaskan mengenai upah minimum pekerja (UMP) yang berlaku pada tahun 2011 sebesar Rp.855.000,-. Dari keterangannya, Hal tersebut pun mengalami hambatan lantaran standar UMP tersebut belum dapat diterapkan oleh para perusahaan kecil belum mampu memberi gaji pada karyawannya sesuai dengan UMP yang berlaku. “Dengan alasan jika di paksakan gaji karyawan sesuai dengan UMP yang berlaku akan menimbulkan masalah baru. karena mereka hanyalah perusahaan marginal atau home industry,” ujarnya.
 Untuk menyikapi hal tersebut, lanjut Heri, Dinsosnaker telah beberapa kali melakukan pelatihan yang ditujukan kepada pihak perusahaan terkait UMP yang berlaku. Dengan harapan para pengusaha mampu dan ingin memberikan kesejahteraan kepada karyawannya sehingga terjamin Kebutuhan Hidup Layak (KHL) di kalangan karyawan dan masyarakat pada umumnya, “Untuk KHL bukan kami yang menentukan, tetapi itu langsung dari Propinsi yang melakukan pengawasan melalui Dewan pengupahan Daerah Propinsi Lampung,” paparnya.
Dari keterangan Heri juga, dalam proses penerimaan tenaga kerja di kota Metro sejauh ini yang dibatasi hanyalah faktor kecukupan umur, sedangkan untuk faktor pendidikan atau batas kelulusan minimal belum diterapkan. “Untuk kriteria pekerja sendiri dari dinas hanya memberikan batasan usia minimal 15 tahun, dan tidak boleh mempekerjakan anak di bawah usia tersebut. Sedangkan untuk kriteria pendidikan atau kelulusan mereka para perusahaan kecil atau marginal mempunyai ketentuan sendiri-sendiri ketika melakukan perekrutan karyawan, tidak melalui Dinas Sosial. Hal ini pun menjadi sebuah kendala,” pungkas Heri..
Mengenai permasalahan ini, mendapat tanggapan dari Nasriyanto selaku anggota  komisi II Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) kota Metro bidang pendidikan dan kesejahteraan rakyat. Nasriyanto menjelaskan terkait data dari BPS yang menyatakan bahwa kota Metro menduduki angka pengagguran tertinggi di Lampung, jika hal tersebut benar, maka menurutnya akan menjadi tugas utama dari Dinsosnaker dan tugas pemerintah kota yakni Walikota Metro.
Nasriyanto menuturkan terkait masalah pengangguran yang meningkat menjadi wacana Walikota untuk merealisasikan janjinya.. “Terkait hal ini, kita menagih janji dan komitmen Walikota dalam bedah APBD 2011. Di mana APBD mulai tahun 2012 lebih diutamakan untuk peningkatan ekonomi mikro yang anggaran diprioritaskan ke masyarakat Metro. Maka Hal ini tagih komitmen Walikota,” terangnya. Karena menurutnya masalah pengangguran juga manimbulkan permasalahan kemiskinan semakin bertambah.
Untuk masalah data dari BPS dikatakannya ukuran dari kemiskinan berbeda-beda. Dari pseengetahuannya melalui asuransi kesehatan di Dinas Kesehatan kota Metro mengatakan bahwa pengguna Jamkesmas yang merupakan program dari Pusat sebanyak 29 ribu orang. Sedangkan untuk pemakai Jamkesmasda yang merupakan program dari APBD sebanyak kurang lebih 17.000 orang. “Jadi bisa kita perkirakan saja masyarakat miskin kota Metro mencapai 46.000 orang yang jumlah keseluruhan warga kota Metro sekitar 150.000 orang. Jadi hampir 30% masyarakat kota Metro tergolong miskin. Hal itu yang menyebabkan angka kemiskinan kota Metro tinggi,” terang Nasriyanto.
Terkait hal ini Nasriyanto mengatakan bahwa bagaimana pemerintah kota mencanangkan program-program dari APBD yang mengutamakan masyarakat yang usahanya mikro atau kecil. Hal ini menurut Nasriyanto berkaitan dengan lahirnya UU No. 13 tahun 2011 yang disahkan pada 21 Juli 2011 tentang penanganan fakir miskin. “Bagaimana Undang-undang ini bisa diterapkan karena landasan filosofis pemerintah mempunyai tanggung jawab secara yuridis. Maka, Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah bertanggung jawab untuk pengentasan kemiskinan tesebut melalui pemerintah daerah. Sehingga kebijakan-kebijakan itu berpihak pada fakir miskin. Mengenai program pun harus terencana, terarah dan berkelanjutan, bukan hanya sekejap. Hal tersebut jika programnya berkelanjutan secara sistematis akan menyelesaikan persoalan pengentasan kemiskinan dan pengangguran yang melanda kota Metro,” tuturnya panjang lebar.
Lebih lanjut, Nasriyanto menjelaskan bahwa dilihat dari peraturan yang tertera pada UU No. 13 Tahun 2011 selama ini kriteria miskin dan banyaknya pengangguran itu berbeda-beda baik itu dari BPS, Dinas kesehatan, BKKBN. Sementara mengenai criteria kemiskinan yang menetapkan adalah Kementerian Sosial yang berkoordinasi dengan Dinas Sosial dan ketenagakerjaan serta yang melakukan pendataan adalah BPS.
Kembali berbicara masalah pengangguran, Nasriyanto memberi keterangan bahwa di Metro sudah ada Balai Latihan Kerja (BLK) yang dikelola provinsi berupa pelatihan-pelatihan, jahit, servis komputer dan masih banyak program yang digulirkan di sana. Terkait hal itu menurut Nasriyanto seharusnya pihak Pemkot melakukan simbiosis mutualisme dengan kerjasama antara Pemerintah kota dengan Pemerintah provinsi bisa optimal. “Namun, selama ini dari sepengetahuan saya antar program provinsi dengan gak nyambung dengan program-program kota Metro. Seharusnya juga Dinas-dinas yang ada dilibatkan semua dalam pengentasan kemiskinan seperti Dinas Pertanian, Dinsosnaker, Dinas Pendidikan dan Dinas Kesehatan,” jelas Nasriyanto.
Mengenai solusi, Nasriyanto mengatakan bahwa bagaimana jumlah pengangguran kota Metro di data serta dilakukan sebuah program dengan memberikan pelatihan-pelatihan, pendidikan formal yang selanjutnya dibuka lapangan kerja. Usaha lain menurut anggota DPRD dari politisi PKS ini, dapat dilakukan juga semacam kerjasama dengan perusahaan-perusahaan yang ada, seperti dengan menyalurkan tenaga kerja ke daerah tetangga.
Zaini Kasie Bidang Ketenagakerjaan Dinsosnaker mengatakan bahwa berdasarkan data yang diperoleh Dinsosnaker jumlah pengangguran tahun ini mengalami penurunan dari tahun sebelumnya. Namun, terkait data BPS provinsi Lampung yang mengklaim kota Metro adalah kota yang memiliki angka pengangguran tertinggi. Zaini berpendapat bahwa untuk mendapatkan data yang benar-benar valid sangat sulit. Karena menurutnya tidak semua warga kota Metro tinggal menetap. “Mereka terkadang berpindah dari tempat satu ke tempat yang lain, sehingga jika dilakukan pendataan beberapa kali maka ada beberapa hasil yang berbeda-beda pula dalam suatu tempat,” tutur Zaini.
Begitu juga dijelaskan Deny S. Raya selaku Kasie Bidang Sosial Dinsosnaker bahwa untuk jumlah warga fakir miskin yang berada di bawah garis kemiskinan berjumlah 2343 orang yang terdiri dari 1837 laki-laki dan 506 perempuan dari ke lima kecamatan yakni Metro Pusat, Metro Utara, Metro Selatan, Metro Barat dan Metro Timur. “Kemiskinan terjadi karena kurangnya lapangan pekerjaan dan pengagguran,” ujar Deny.
Mengenai permasalahan ini, Zaini pun berharap setelah Dinsosnaker melakukan usaha-usaha untuk mengatasi pengangguran. Diharapkan warga dapat membuka lapangan pekerjaan sendiri sehingga dapat meminimalisir jumlah pengangguran,
Nasriyanto pun menyampaikan harapannya bahwa mengenai persoalan ini membutuhkan komitmen dari para elite-elite politik yang ada dan pemerintah kota Metro itu sendiri untuk mengatasi masalah pengangguran. Selain itu menurutnya harus dapat melaksanakan program-program yang ada dengan baik. “Harapannya untuk masyarakat sendiri, jika program tercanangkan dan yang akan melaksanakan program tersebut semoga bisa optimal dalam menjalankannya, sehingganya ke depan mereka sudah tidak lagi menganggur dan bisa menjadi pribadi-pribadi yang produktif,” pesannya mengakhiri.[]
Tahun
|
Jumlah angkatan Kerja
|
||
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
|
2006
|
31.550
|
19.116
|
50.666
|
2007
|
31.550
|
19.114
|
50.664
|
2008
|
28.562
|
16.520
|
45.082
|
2009
|
39.676
|
23.420
|
63.096
|
2010
|
42.846
|
25.762
|
68.608
|
Tahun
|
Jumlah Yang bekerja
|
||
Laki-laki
|
Perempuan
|
Jumlah
|
|
2006
|
22.030
|
13.866
|
35.896
|
2007
|
23.185
|
12.901
|
36.086
|
2008
|
22.395
|
11.771
|
34.166
|
2009
|
34.075
|
22.050
|
56.125
|
2010
|
37.141
|
24.255
|
61.396
|
Tahun
|
Jumlah Pengangguran
|
Persentase Pengangguran
|
||
Laki-laki
|
perempuan
|
Jumlah
|
||
2006
|
9.520
|
5.250
|
14.770
|
29,152 %
|
2007
|
8.365
|
6.213
|
14.578
|
28,774 %
|
2008
|
6.167
|
4.749
|
10.916
|
24,214 %
|
2009
|
3.760
|
3.211
|
6.971
|
11,048 %
|
2010
|
4.136
|
3.596
|
7.732
|
9,15 %
|
Sumber data: Dinas Sosial dan Ketenagakerjaan kota Metro tahun 2006 s/d 2010