Peringati Hari Santri Nasional, UIN Jusila Resmikan Ma’had dan Kukuhkan 22 Santri Mukim

Universitas Islam Negeri (UIN) Jurai Siwo Lampung (Jusila) melaksanakan Upacara Peringatan Hari Santri Nasional (HSN) 2025 bertajuk Mengawal Indonesia Merdeka Menuju Peradaban Dunia, sekaligus melaksanakan Peresmian Ma’had Al-Jami’ah UIN Jusila Tahun 2025. Bertempat di Halaman Rektorat Kampus I UIN Jusila, Rabu (22/10/2025).

Upacara diikuti oleh Rektor UIN Jusila, Ida Umami sebagai inspektur upacara, Wakil Rektor (Warek) I Bidang Akademik dan Kelembagaan, Dedi Irwansyah, Warek II Bidang Keuangan dan Perencanaan, Yudiyanto, Warek III Bidang Kemahasiswaan dan Kerja Sama, Akla, jajaran dekanat, dosen, Duta Kampus, dan seluruh civitas akademika UIN Jusila.

Upacara HSN menjadi agenda tahunan sejak ditetapkan Presiden ke-8 Joko Widodo melalui Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 2015. Namun tahun ini terasa istimewa karena bertepatan dengan satu dekade peringatan Hari Santri Nasional.

Rektor UIN Jusila, Ida Umami, dalam amanatnya menyampaikan amanat dari Menteri Agama (Menag) Republik Indonesia, Nasaruddin Umar, untuk mengajak seluruh santri agar terus meneladani semangat perjuangan para ulama dan santri terdahulu. Ia juga menyampaikan duka cita mendalam atas wafatnya 67 santri dalam musibah di Pesantren Al-Khoziny, Jawa Timur, “Kita semua berduka, bangsa ini berduka. Semoga seluruh korban mendapatkan tempat terbaik di sisi Allah dan keluarga yang ditinggalkan diberi ketabahan serta kekuatan iman,” ujarnya.

Ia menegaskan bahwa Kementerian Agama telah turun langsung meninjau lokasi, memberikan bantuan, serta memastikan proses perawatan jenazah berjalan dengan baik sebagai bukti nyata negara hadir dan peduli terhadap pesantren dan santri.

Menag juga menyinggung sejarah penting lahirnya Hari Santri yang berakar dari Resolusi Jihad pada 22 Oktober 1945, yang dicetuskan oleh KH. Hasyim Asy’ari dan melahirkan semangat perlawanan terhadap penjajah hingga terjadinya peristiwa heroik 10 November 1945, “Hari Santri adalah momentum kebangkitan santri Indonesia. Santri kini tidak hanya harus menguasai kitab kuning, tetapi juga teknologi dan bahasa dunia. Dunia digital harus menjadi ladang dakwah baru bagi para santri,” ujarnya.

Menag berpesan agar para santri tetap menjaga akhlak, menghormati guru dan kyai, serta menanam ilmu dengan sungguh-sungguh sebagai bekal masa depan, “Karena dari tangan para santrilah masa depan Indonesia akan ditulis,” tegasnya menutup sambutan dengan ucapan selamat Hari Santri 2025.

Sementara itu Ida Umami dalam amanatnya menyampaikan bahwa bulan November mendatang UIN Jusila akan menghadapi dua agenda besar, Akreditasi Hukum Keluarga Islam (HKI) Fakultas Syariah serta peninjauan statuta dan ortaker UIN oleh tim BAN-PT sebagai bagian dari proses alih status kelembagaan, “Kita memerlukan suasana yang kondusif agar proses alih bentuk berjalan baik. Karena itu, mari kita jaga lingkungan kampus agar tetap kondusif,” ungkapnya.

Rektor juga secara resmi meluncurkan Ma’had Al-Jami’ah UIN Jusila dan melantik 22 santri pertama yang akan mukim, seluruhnya merupahan mahasiswa penerima Kartu Indonesia Pintar-Kuliah (KIP-K), “Hari ini, 22 Oktober 2025, adalah kelahiran Ma’had Al-Jami’ah UIN Jurai Siwo Lampung. Untuk tahap awal baru santriwan yang akan mukim, insyaallah tahun depan menyusul santriwati,” jelasnya.

Ida Umami menyampaikan apresiasinya kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam proses penyiapan fasilitas Ma’had. Salah satu bentuk persiapan tersebut adalah penataan ulang penggunaan sejumlah ruangan di lingkungan kampus. Ruang mukim baru bagi santri ditempatkan di Gedung Ibnu Rasyid yang terletak di samping masjid. Sementara itu, mahasiswa yang sebelumnya menempati gedung tersebut untuk proses perkuliahan, kini dialihkan ke Gedung Munaqosah Lantai II serta Gedung Rektorat Lantai II yang berlokasi di samping Ruangan Wakil Rektor III.

Selain itu, ruang dosen di Lantai III Gedung Fakultas Tarbiyah dan Ilmu Keguruan (FTIK) juga akan difungsikan sebagai ruang perkuliahan bagi mahasiswa Tadris Biologi (TBio). Menanggapi hal tersebut, Ida Umami berharap seluruh pihak dapat menerima perubahan ini dengan lapang dada, “Saya mohon keikhlasannya untuk kawan-kawan FTIK, kemudian pindah kuliah walaupun tempatnya juga dipindah ke tempat yang lebih nyaman insyaallah,” ujarnya.

Usai upacara HSN, kegiatan dilanjutkan dengan istighosah bersama di Gedung Serba Guna (GSG) kampus I untuk memanjatkan doa bagi keselamatan bangsa dan keberkahan lembaga, kemudian cek kesehatan mata gratis, dan aksi donor darah. Rangkaian kegiatan juga akan berlanjut selama dua hari dengan acara seminar, penanaman pohon, serta aksi bersih kampus oleh masing-masing fakultas.

Warek I, Dedi Irwansyah menyampaikan bahwa peringatan ini bukan sekadar seremoni, tetapi momentum untuk menyadari kontribusi besar santri terhadap perjalanan bangsa, “Kita butuh momen sebagai pengingat bahwa santri itu sangat kontributif terhadap perjalanan bangsa banyak aspek, aspek pendidikan, kesehatan, bahkan pemikiran,” ujarnya.

Dedi menyebut bahwa santri kini telah bertransformasi menjadi tokoh-tokoh yang tidak hanya berkiprah di bidang keagamaan, tetapi juga sains dan keilmuan di level nasional hingga internasional, “Saya selalu menganggap bahwa santri adalah orang yang pernah belajar Islam baik secara langsung atau tidak langsung. Belajar Islam dari seorang kyai, dan saya kira hari ini kita semua, meskipun kita tidak pernah mondok tapi kita pernah belajar dari para kyai dan saya kira itu adalah santri,” ujarnya.

Ia berharap, semangat santri harus menjadi energi perubahan yang terus menyala, “Harapan kedepannya kita tetap santri salah satu karakteristik nya adalah muhasabah santri adalah jiwa atau personal yang memberikan hari ini lebih baik dari pada kemarin dan hari depan lebih baik dari hari ini. Jadi kalau ada harapan ekspektasi adalah santri ingin selalu menjadi lebih baik dalam segala lapisan dalam segala akidah, muamalah atau akhlakulkharimah,” tutupnya.

Tanggapan datang dari Muhammad Zaki Mubarak Tadris Bahasa Inggris (TBI’24) turut menyampaikan kesannya terhadap kegiatan tersebut, “Menurut saya seru seru sedih, seru nya kita itu bisa ketemu langsung sama di luar Fakultas kaya Fakultas Ekonomi dan Bisnis Islam (FEBI), Fakultas Usuludin Adab dan Dakwah (FUAD) dan lain lain. Dan sedih nya kita mengenang jasa para pahlawan dan para santri yang dahulu memperjuangkan Indonesia,” ungkapnya.

Ia berharap, peringatan HSN dapat terus dikembangkan setiap tahunnya, “Semoga tahun-tahun berikutnya lebih meriah dan lebih mengesankan,” terangnya.

Sementara itu, Annisa Nur Istiqomah Pendidikan Guru Madrasah Ibtidaiyah (PGMI’23) turut menyampaikan makna Hari Santri. Ia menuturkan bahwa peringatan Hari Santri menjadi momen untuk mengenang perjalanan para santri yang penuh makna dan perjuangan, “Berbicara tentang Hari Santri, sebelumnya saya ingin mengucapkan selamat Hari Santri Nasional untuk seluruh santriwan dan santriwati yang hebat. Banyak kisah santri yang awalnya masuk pesantren karena dipaksa, tapi akhirnya terbiasa dengan hal-hal yang sebelumnya belum mereka tahu. Misalnya, menghormati dan memuliakan kiyai, yang mungkin bagi sebagian orang tampak tidak logis, tapi nyatanya sangat dibutuhkan dalam proses menuntut ilmu di pesantren,” ujarnya.

Annisa menambahkan bahwa, baginya, kata santri mengandung makna yang lebih dalam daripada sekadar sebutan bagi mereka yang mondok di pesantren, “Santri itu istimewa. Mungkin orang bilang ‘hanya santri’, tapi di balik kata itu ada banyak makna. Kita bahkan punya hari yang dimuliakan secara nasional, Hari Santri seperti sekarang ini. Santri bukan hanya mereka yang mondok, tapi juga siapa pun yang memuliakan guru dan mengamalkan ilmunya. Sedikit ilmu yang bermanfaat jauh lebih berharga daripada banyak ilmu yang tidak diamalkan,” tuturnya.

Ia juga menyampaikan harapan untuk seluruh santri di Indonesia untuk tetap menjaga semangat dan kebanggaan sebagai santri., “Harapan saya untuk para santri ke depan, jangan pernah menyerah dan tetap bangga menjadi santri. Karena santri itu bukan kutukan, melainkan kemuliaan. Santri bukan hanya mereka yang hidup di pondok pesantren, tapi juga siapa saja yang bisa memuliakan guru dan menghormati sesama. Akan tampak jelas mana yang benar-benar santri, yakni mereka yang mengamalkan ilmunya meski sedikit namun bermanfaat. Dan jangan pernah menganggap ringan kewajiban seperti shalat, karena itulah pondasi utama agama kita. Semoga santri Indonesia tetap jaya, berdiri kokoh di atas kakinya sendiri, dan terus mengamalkan apa yang dimilikinya, meski sedikit tapi membawa manfaat besar,” tutupnya.

Reporter : Nabila/Lutvia

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *