Kronika

Kampus

Pungutan Liar.

  • Desember 18, 2011
  • 14 min read
  • 84 Views

Kasus Pelanggaran Pungutan Liar
Belum Ada Titik Terang
korupsi
 Oleh: Mustahsin
Terkait permasalahan dugaan pelanggaran yang dilakukan oleh beberapa oknum yakni persiden mahasiswa, sekretaris jendral Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi (BEM ST) dan anggota Dewan Legislatif Mahasiswa Sekolah Tinggi (DLM ST). Mahasiswa semester I terus mempertanyakan tindak lanjut terkait penyelesaian masalah beberapa oknum yang melakukan pungutan liar terhadap mahasiswa baru.
Sebelumnya diberitakan pada terbitan Kronika Aktual bahwa pada Jum’at (13/10) saat musyawarah antara mahasiswa penuntut dengan oknum-oknum yang dituding serta didampingi oleh Puket III Hemlan Elhany dan Puket I Mukhtar Hadi. Mendapati sebuah pernyataan dari Puket I mengatakan bahwa kegiatan yang dilaksanakan BEM ST tanpa sepengetahuan lembaga merupakan kegiatan ilegal dan pungutan tanpa sepengetahuan lembaga merupakan pelanggaran dan dikatakannya pungutan liar. Ditambah lagi dengan pernyataan Puket I mengatakan bahwa penarikan oleh oknum-oknum yang melakukan pungutan liar mengatasnamakan BEM ST dari sisi kebijakan lembaga tidak dibenarkan berdasarkan peraturan keuangan.
Selain itu diberitakan juga pada terbitan Buletin Kronika, mengenai bentrok antar mahasiswa sampai aksi penuntutan ketegasan pimpinan STAIN Metro dan dilanjutkan dengan keterangan Pembantu Ketua III Hemlan Elhany mengatakan bahwa hasil musyawarah dari para pimpinan STAIN Metro yakni pertama, pihak BEM ST harus melaporkan pertanggung jawaban kegiatan. Dari keterangan Hemlan pada saat itu, laporannya sudah ada di tangan Puket III. Ke dua, harus ada laporan khusus dari mahasiswa baru yang menjadi korban dan tidak ada mahasiswa semester atas. Ke tiga, pelapor harus menunjukkan bukti-bukti seperti bukti pembayaran atau kwitansi. Hasil musyawarah yang disampaikan Hemlan Elhany kepada Kronika saat kunjungannya ke gedung UKM tersebut diberatkan oleh mahasiswa baru.
Salah satunya Riki Sanjaya Alam mahasiswa program studi Hukum Islam semester I ini mempertanyakan kelanjutan penyelesaian masalah tersebut apakah sudah ditindak lanjuti. “Kami di sini menanyakan kelanjutannya, apakah sudah di sidang kode etik atau belum. Karena kami perlu informasi. Seolah-olah pihak lembaga terlihat ingin menghapuskan masalah tersebut tanpa bekas. Seharusnya jika sudah ada hasil tindak lanjutnya, lembaga memberikan informasi melalui papan pengumuman dengan mengeluarkan surat secara resmi,” ujarnya.
Terkait hasil tersebut, Riki mengatakan mahasiswa baru merasa keberatan pada poin ke tiga pelapor harus menunjukkan bukti pembayaran atau kwitansi. Dari keterangan Riki, pada saat membayar uang kegiatan ta’aruf BEM ST mahasiswa baru tidak diberikan tanda bukti pembayaran. “Kami saat membayar, kwitansi gak dikasih, pembayaran waktu itu melalui bu RT setiap prodi yang hanya ditulis di selembar kertas. Di sini bagaimana kami ingin memberikan bukti, karena kami tidak diberi kwitansi hanya punya saksi seluruh mahasiswa baru,” tuturnya.
Riki pun barharap agar permasalahan ini dapat segera diselesaikan. “Semoga masalah diselesaikan agar tidak menggantung. Selain itu juga agar tidak terulang lagi untuk ke depannya,” pungkasnya.
Hal senada dikatakan Fitri Ari Andi mahasiswa Hukum Islam semester I mengatakan bahwa kasus tersebut dalam penyelesaiannya terlalu bertele-tele. “Menurut saya penyelesaiannya bermuluk-muluk, kayak ada berat sebelah. Seharusnya pihak lembaga harus bertindak tegas terhadap oknum-oknumnya bukan BEMnya. Diberi sanksi biar jera,” kata mahasiswa yang akrab dipanggil Andi.
Andi pun menambahkan bahwa merasa kesulitan terkait hasil musyawarah pimpinan STAIN mengenai pelapor harus menunjukan tanda bukti. “Padahal dulu dari BEM ST mewajibkan kami membayar, masalah kwitansi tidak ada. Kita kan mahasiswa baru, jadi kita percaya-percaya saja. Dikirain kegiatan tersebut diwajibkan dari lembaga dan ternyata tidak. Saat itu saya pun sampai ngutang(menghutang, red). Dan ditambah lagi ada isu kalau gak dapat sertifikat ta’arufnya itu, ikut ujian skripsi katanya susah,” ungkapnya.
Andi berpesan kepada pihak oknum yang dituding melakukan pelanggaran, untuk tidak memungut dana dari mahasiswa. “Kalau mau mungut dana dari mahasiswa jangan bawa nama BEM. Kalau mau cari duit (uang, red) usaha sendiri. Jualan pulsa atau dagang pecel kek, hasilnya kan halal. Kasihan mahasiswa,” ucapnya berpesan.
Selain itu, seorang mahasiswi prodi PAI semester I yang tidak ingin disebutkan namanya mengatakan, “sebenarnya uang Rp 20 ribu saya ikhlas, tetapi yang bikin tidak ikhlas dengan caranya yang seperti itu dengan memungut uang dari mahasiswa gaktaunya kegiatannya ilegal. Ini juga sama saja mahasiswa dibodohi oleh kakak tingkat, kepada lembaga  untuk bertindak semestinya. Jangan dibiarkan begitu saja, harus segera ditindaklanjuti dan diselesaikan. Masak tidak ada informasi sampai sekarang,” tuturnya.
Sama halnya dikatakan Didi Suwanto mahasiswa prodi PAI semester I mengatakan bahwa seharusnya uang pungutan BEM ST untuk kegiatan ta’aruf harus jelas. Selain itu juga, kata Didi, jika BEM ST ingin mensosialisasikan suatu kegiatan harus jelas buat apa dan tidak terlalu mewajibkan karena mahasiswa terbatas masalah dana dan kesibukannya.
Didi pun mengharapkan jika uang pungutan tersebut masih ada untuk dikembalikan ke mahasiswa. “Apabila uangnya masih tolong dikembalikan, karena saya merasa uang tersebut tidak mudah mencarinya. Apalagi anak kost,” kata Didi. Mengenai alasan ingin dikembalikan, Didi menuturkan bahwa alasan pertama karena saat ikut agenda ta’aruf acaranya biasa saja yang tidak sesuai dengan kontribusi Rp 20 ribu, sementara fasilitas yang didapat hanya makan siang saja. Alasan kedua karena kegiatannya ilegal dengan mengatasnamakan BEM ST.
Didi juga mengungkapkan bahwa pada pelaksanaan kegiatan ta’aruf untuk jurusan Tarbiyah waktunya bertabrakan dengan agenda lembaga yakni sosialisasi kode etik pada Sabtu (8/10). Semetara untuk mahasiswa jurusan Syari’ah waktu pelaksanaannya bertabrakan dengan agenda Pusat Bahasa. Jadi menurutnya banyak mahasiswa yang tidak mengikuti kegiatan ta’aruf BEM ST. Terkait hal ini Didi pun berharap kepada lembaga agar setiap kegiatan kemahasiswaan untuk selalu mengawasi. “Jadi tidak terjadi kesalahan-kesalahan yang memngakibatkan kerugian mahasiswa,” ujarnya.
Mengenai hal ini Saiful Anwar selaku Gubernur BEM Jurusan Syari’ah (JS) yang beberapa waktu lalu menggelar aksi menuntut ketegasan pimpinan STAIN pada Rabu (26/10) lalu memberikan komentar terkait hasil musyawarah pimpinan STAIN Metro, Saiful menuturkan bahwa pada dasarnya setiap pimpinan lembaga atau organisasi apapun memiliki hak prerogatif. Menurutnya, begitu juga dengan pimpinan STAIN. Lanjut Saiful, masalah Karmawan adalah masalah civitas akademika karena Karmawan merupakan presiden mahasiswa yang seharusnya menjadi contoh seluruh mahasiswa STAIN Metro.
“Bila presiden baik, seluruhnya akan tercitra baik, dan kita berharap demikian. Terkait keputusan lembaga dalam kasus yang menimpa presiden mahasiswa, saya kira ini adalah kasus yang besar menyangkut seluruh mahasiswa STAIN dan citranya di dalam serta di luar kampus. Bila memang sudah terbukti bersalah, segera pimpinan STAIN melakukan langkah-langkah solutif dalam kasus ini. Sehingga tidak membiarkan kasus ini memuai ditelan waktu dan pimpinan STAIN seolah tidak mau ambil pusing. Ke manakah semua nasib mahasiswa. Mahasiswa dibiarkan berinterprestasi liar bahwa Karmawan melakukan kesalahan. Tapi pimpinan STAIN tidak kunjung memberikan sanksi,” tutur Saiful panjang lebar.
 Selanjutnya Saiful menambahkan, permasalahan yang tidak kunjung selesai yang menyangkut kredibilitas mahasiswa terhadap Karmawan sebagai presiden mahasiswa. “Bagaimana mahasiswa STAIN akan ikut atau berpartisipasi dalam agenda-agenda BEM ST, sementara menurutnya posisi Karmawan saat ini belum jelas antara salah dan tidak. Kalau salah kenapa pimpinan STAIN tidak segera menindak dan kalau benar kenapa saat itu Puket I dan Puket III menyatakan bahwa oknum-oknum tersebut telah melakukan pelanggaran dengan menyatakan pungutan liar. Saya berharap pimpinan STAIN bertindak professional, cepat, akurat, independen dan mementingkan kepentingan civitas akademika,” tutur Saiful.
Terkait pelanggaran yang dilakukan oleh pejabat mahasiswa Saiful berpesan kepada mahasiswa jika terbukti berslah untuk tidak meniru perbuatannya. Dan Jika tidak terbukti bersalah kepada mahasiswa semuanya harap untuk ikut berpartisipasi dan mensukseskan agenda-agenda BEM ST. Sedangkan jika tidak jelas kasusnya mahasiswa untuk bersabar, menunggu dan meminta Dewan Legislatif Mahasiswa (DLM) untuk mengurus kasus ini. Sedangkan jika DLM tidak mampu karena terbentur birokrasi, alternatif terakhir dengan mengadopsi kesuksesan dari prestasi mahasiswa di tahun reformasi pada 1998. “Tapi itu adalah alternatif terakhir, jika setelah semua usaha mentah,” kata Saiful.
Dalam hal ini Saiful mengatakan bahwa amanah itu ibarat musuh. Amanah juga tidak boleh dicari, tapi bila menghampiri maka  bagi seseorang tidak ada kata untuk tidak melaksanakan dengan sebaik-baiknya. “Kita tidak mengetahui lewat pintu amalan apa kita dimasukan surga Allah. Juga kita tidak mengetahui lewat pintu dosa apa kita dimasukan neraka. Maka sebaik-baiknya tindakan adalah dengan Muroqobatullah (merasakan kesertaan Allah, red)  dan sebagai pemimpin harus mampu menempatkan diri pada posisinya. Termasuk dalam masalah mahasiswa,” ujarnya memberi masukan.
Selain itu, sebagian pengurus jajaran kelembagaan BEM ST turut menyampaikan kekecewaannya. Dedi Aliyansyah yang merupakan Menteri Sosial di BEM ST mengatakan jajaran BEM ST saat ini mengalami kekacauan dan sejauh ini jajarannya belum mendapatkan Surat Keputusan (SK) dari presiden mahasiswa. Dikatakannya juga, karena rasa kekecewaannya beberapa jajaran Menteri-menteri di BEM ST tidak ingin bergabung kembali. “Seharusnya presiden mahasiswa bertindak professional. Sampai saat ini kami belum menerima SK dan belum mendapatkan informasi mengenai SK. Jika kami bahasanya ingin memundurkan diri, kami memang sebelumnya belum dikatakan pengurus karena belum ada kepastian dalam SK. Jadi hal ini hanya sekedar wacana. Saya berfikir saya ini Menteri atau bukan. Ketika saya mengaku Menteri, tapi belum di SK kan,” tutur Dedi.
Dedi pun memberi keterangan bahwa dari kekecawaan tersebut yang positif akan keluar dari jajaran BEM ST sepengetahuannya yakni ada enam Menteri diantaranya Dedi Aliyansyah (Menteri Sosial), Eko Nugroho (Menteri Pendidikan), Deni Angga Saputra (Menteri Riset dan Tekhnologi), Hasanudin Muhammad (Menteri Badan Usaha Mahasiswa), Fiki (Menteri Kesehatan), Dodi Irawan (Menteri Kelestarian Lingkungan) dan ditambah beberapa staff yang ada di jajaran Menteri.
“Jajaran kabinet itu dipilih oleh presiden mahasiswa yang saat itu katanya memiliki komitmen bersama untuk perbaikan. Tapi malah dari presidennya sendiri sudah tidak transparansi terhadap jajarannya, itu merupakan bentuk kekecewaan kami yang antara lain, presiden tidak professional, tidak ada transparansi terhadap jajaran dan presiden mementingkan perut sendiri,” ungkap Dedi.
Mengenai penyelesaian masalah ini, Dedi pun menuturkan harapannya agar BEM ST dibekukan saja. Karena menurutnya kalau diteruskan  BEM ST  saat ini di mata umum sudah tidak dipercayai lagi. Serta, lanjut Dedi, BEM ST saat ini tidak ada fungsinya karena keberadaannya tidak jelas. “Selanjutnya pimpinan harus tegas menghadapi masalah ini, jangan berat sebelah atau ada rasa kekhawatiran. Karena pelanggaran telah jelas. Soal pro dan kontra itu biasa,” ujarnya.
Pernyataan tersebut dibenarkan Hasanuddin Muhammad selaku Menteri Badan Usaha Mahasiswa. Dari penuturan Hasan, pasca terjadi insiden penuntutan kasus pelanggaran oknum pejabat mahasiswa, pihaknya sejauh ini belum pernah dihubungi oleh Presiden Mahasiswa terkait kepengurusanya. Hasan pun mengungkapkan bahwa jajaran kabinet BEM ST mengalami kekacauan yang salah satunya karena jajaran BEM ST belum di SK kan dan ditambah lagi dengan kasus yang menimpa Presiden Mahasiswa. “Kalau secara hukum kami tidak sah. Tapi masalah jabatan adalah nomer sekian, yang terpenting di sini kami ingin berjuang untuk memajukan STAIN,” tegasnya.
Dikatakan Hasan juga, mengenai nasib ke depan BEM ST saat ini menurut pandangannya suram. “Karena mereka mau bergerak pun susah. Saya yakin dari civitas akademika sudah tidak ada yang respon lagi terhadap mereka. Jadi hal ini selama BEM ST belum bisa dibekukan oleh lembaga akan terjadi kebimbangan. Di lembaga pun terlihat kasus ini dibiarkan saja. Padahal dalam aturan mengadakan kegiatan itu (ta’aruf BEM ST, red) mengenai izin sudah salah dan merugikan mahasiswa. Apakah masalah ini mau dibiarkan saja tanpa penyelesaian. Jangan berbelit-belit, yang seharusnya sudah pas untuk diberikan sanksi. Dan kami sekarang menunggu keputusan lembaga. Saya lihat di STATUTA dan Kode Etik sudah jelas,” tutur Hasan panjang lebar.
Mengenai hal ini, Hasan berharap agar pihak oknum yang terbukti malakukan pelanggaran untuk diberikan sanksi tegas. “Jangan dibiarkan seperti ini. Dan jangan salahkan jika kami berfikir pihak lembaga terkesan melindungi karena sudah banyak sisi negatifnya. Secara formalitas saat ini BEM ST hancur karena BEM ST sudah tidak ada tanggung jawab dan tidak dipercayai lagi,” jelas Hasan.
Kronikapun melakukan konfirmasi terkait kondisi BEM ST saat ini, kepada Presiden Mahasiswa Karmawan. Namun  Karmawan tidak ingin memberi komentar apapun terkait kondisi BEM ST dengan alasan identitas yang memberi informasi belum disebutkan namanya oleh Kronika saat wawancara pada Senin (28/11). Untuk tetap menjaga hak privasi Kronikasaat itu tetap tidak bisa menyebutkan identitas nama nara sumber sebelumnya sebelum berita terbit. Padahal sebelumnya pada Minggu (27/11) Kronika telah mewawancarai nara sumber dari jajaran BEM ST yakni Hasanudin Muhammad dan Dedi Aliyansyah terkait kondisi BEM ST saat ini.
Labih lanjut, mengenai Surat Keputusan (SK) ada perbedaan informasi. Dari pengakuan Karmawan bahwa jajaran BEM ST sudah di SK kan setelah beberapa hari pelantikan. Untuk ke depannya terkait kerja BEM ST, Karmawan mengatakan akan melaksanakan program kerja karena Raker sudah dilaksanakan. “Acara terdekat masih rahasia. Gakseru kalau dipublikasikan. Minggu depan ada publikasi,” terangnya.
Sementara Karmawan berharap kepada civitas akademika baik itu mahasiswa dan lembaga untuk bisa bersikap bijak. Dalam hal ini Karmawan memberikan pembelaannya terkait tudingan korupsi yang menuturkan bahwa Ia tidak merasa korupsi. “BEM ST tidak melakukan korupsi dana ta’aruf,” ucapnya kepada Kronika. Selanjutnya terkait pemberitaan sebelumnya, Karmawan membantah BEM ST mendapat dana sebesar Rp 26 juta. Dari pengakuannya, mahasiswa baru yang membayar untuk kegiatan ta’aruf hanya 918 mahasiswa per orang Rp 20 ribu yang jika dikalkulasikan berkisar Rp 18.360.000.
Saat itu Karmawan yang didampingi Linda Jayanti selaku wakil presiden mahasiswa dan Agnes Jefri Realita selaku Bendahara menunjukkan laporan keuangan kegiatan ta’aruf. Dari laporannya diperlihatkan kepada Kronika untuk pemasukan kegiatan ta’aruf sebesar Rp 13.360.000 dan untuk pengeluarannya sebanyak Rp 9.820.000. Dari dana keseluruhan tersebut menyisakan uang sebesar Rp 8.540.000. “Sisanya akan menjadi saldo BEM ST dan akan dipergunakan untuk kegiatan selanjutnya,” kata Karmawan.
Dari pengakuan Karmawan, laporan pertanggung jawaban ta’aruf tersebut telah  diserahkan oleh Ketua Pelaksana Vino Calestial selaku sekretaris jendral kepada presiden mahasiswa pada tanggal 19 Oktober 2011. Menurut Karmawan, laporan tersebut sebenarnya merupakan rahasia dan jika diinfokan karena hal yang mendesak. “Sebenarnya dalam garis koordinasi dan instruksi tidak seperti itu, karena laporan pertanggung jawaban dari presiden satu kali dalam setahun,” tuturnya. Namun sayangnya Kronika saat itu tidak diperbolehkan mengcopy laporan keuangan tersebut oleh Karmawan dengan alasan masih rahasia.
Terkait pernyataan Pembantu Ketua I Mukhtar Hadi saat musyawarah pada Jum’at (13/10) lalu, yang menyatakan bahwa pungutan terhadap mahasiswa baru yang dilakukan oknum-oknum yang dituding merupakan pelanggaran. Karmawan tidak membenarkan pernyataan Mukhtar Hadi selaku Puket I. Menurut Karmawan, pihaknya tidak bisa menerima pernyataan tersebut karena belum ada aturan yang jelas terkait hal itu dengan alasan pernyataan tersebut harus ada dasarnya.
Saat hal tersebut dikonfirmasikan ke Pembantu Ketua I, Mukhtar Hadi menjelaskan bahwa suatu pemungutan biaya dikatakan tidak resmi atau liar jika pungutan yang dilakukan memberatkan mahasiswa, dilakukan dengan paksa, tidak ada kesepakatan, pemakaiannya tidak jelas dan tanggung jawabnya tidak jelas. “Jika lembaga (lembaga mahasiswa, red) mengadakan suatu acara yang berkaitan dengan kemahasiswaan, dilarang melakukan pemungutan biaya yang memberatkan mahasiswa. Karena semua mekanisme kegiatan di Perguruan Tinggi Negeri dibiayai oleh APBN (Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara, red),” tutur Mukhtar Hadi.
Selain itu Mukhtar Hadi menuturkan, suatu pungutan biaya boleh dilakukan jika telah disepakati bersama, pemakainya jelas dan ada kerelaan dari mahasiswa. Dikatakannya juga, jika dalam mengadakan suatu acara harus ada komunikasi terlebih dahulu sehingga pertanggungjawabannya jelas.
Puket I ini juga berpesan agar suatu kegiatan yang diadakan atas nama mahasiswa maupun lembaga kemahasiswaan harus dikomunikasikan dan mengajukan proposal terlebih dahulu ke lembaga STAIN Metro. “Kegiatan apapun yang mengatasnamakan kemahasiswaan maupun lembaga (lembaga kemahasiswaan, red) dapat mengajukan proposal di awal tahun. Sehingga dapat dibiayai dengan APBN. Jika tidak ada pemberitahuan terlebih dahulu, ya lembaga tidak tahu,” ucap Mukhtar berpesan.
Terkait permasalahan mengenai tuntutan mahasiswa yang meminta ketegasan pimpinan STAIN Metro, Edi Kusnadi selaku Ketua STAIN Metro menanggapinya. Dari penuturannya, bahwa pimpinan STAIN sudah merespon serta telah menindaklanjuti dengan mengadakan rapat pimpinan. Mengenai poin-poinnya, kata Edi, sudah berada di Pembantu Ketua III. Mengenai permasalahan ini dari keterangan Edi seharusnya pihak DLM yang diminta untuk mengontrol kinerja BEM ST dan menindak lanjutinya. Dikatakannya juga, aspirasi mahasiswa sebaiknya dimasukan terlebih dahulu ke DLM yang akan menindak lanjuti dan selanjutnya diserahkan ke lembaga.
Edi pun menjelaskan bahwa seorang pimpinan tidak dapat mengambil keputusan tanpa melalui prosedur dan aturan yang berlaku. Ditambahkannya, jika ketua STAIN langsung mengambil keputusan tanpa prosedur dan aturan menurutnya akan bersikap otoriter. “Jika saya bertanya berbalik kepada mereka, kira-kira apakah seperti itu yang mereka mau. Setiap ada tuntutan dan gejolak apakah ketua STAIN langsung harus ambil keputusan tanpa prosedur dan aturan. Jadi hal ini sama-sama menjadi pembelajaran. Apakah yang diinginkan ketua STAIN bersikap otoriter? Hal ini harus lihat prosedurnya dan buktinya mana,” pungkas Edi Kusnadi.
Saat Kronikamenanyakan tanggapan Ketua STAIN terhadap dugaan pelanggaran pungutan liar yang dilakukan beberapa oknum  dengan mengatasnamakan BEM ST. Edi Kusnadi hanya berkata, “saya tidak perlu menyampaikan karena sudah ditindaklanjuti. Tidak perlu dikomentari lagi,” ucapnya.
Terkait permasalahan ini Habib Fauzi selaku ketua Dewan Legislatif Mahasiwa Sekolah Tinggi (DLM ST) yang terpilih pada Rabu 9 Oktober lalu mengatakan bahwa dalam menyelesaikan permasalahan akan mengikuti mekanisme  ketetapan Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga (AD/ART). Selanjutnya, kata Habib, setelah pelantikan akan segera menindaklanjuti dengan memanggil BEM ST. “Di situ akan menanyakan perihal apa yang terjadi. Karena yang saya tahu banyak ketidakjelasannya. Kemudian kalau belum jelas akan memanggil penuntut, saksi-saksi dan orang-orang yang mengetahui. Karena sejauh ini banyak mahasiswa baru yang menanyakan ke saya. Jadi akan diusut dan ditindaklanjuti,” tutur Habib.
Habib pun menyampaikan harapannya kepada mahasiswa semester I terkait permasalahan BEM ST ini bahwa mahasiswa baru jangan merasa takut dan jangan ada yang ditutup-tutupi untuk menjadi saksi jika nanti memang ada pelanggaran oleh BEM ST. Habib pun mengatakan baru menerima Surat Keputusan (SK) dari Ketua STAIN Metro pada tanggal 02 Desember 2011.[]
Bagikan ini:
Baca Juga:  Polemik AD ART dan Peraturan Ormawa, Akibatkan Kongres Ormawa Ricuh
About Author

Redaksi Kronika

Kronika kini menjadi media mahasiswa yang telah memiliki pengalaman lebih dari dua dekade dalam menyajikan informasi, analisis, dan opini mengenai berbagai isu sosial, pendidikan, politik, dan budaya, baik di lingkungan kampus maupun di luar kampus.

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *