Siapkan Ruang Belajar Media Branding Melalui Sekolah Media
Terinspirasi dari Does University yang didirikan oleh Endang Soekamti, menggerakan Dharma Setiawan untuk membangun pasar kreatif. Dengan menggandeng anak-anak muda dan masyarakat sekitar menjadi penggerak perubahan yang lebih maju. Ia percaya tidak ada gagasan revolusioner, tanpa ada gerakan revolusioner.
Pada 28 Oktober 2018 lalu, Walikota Metro, Ahmad Pairin meresmikan Pasar Yosomulyo Pelangi (Payungi) yang bertempat di Metro Pusat. Sejak saat itu, Payungi senantiasa melakukan perkembangan, seperti munculnya Payungi University yang memiliki banyak program.
Saat ini Payungi University terdapat program baru, yaitu sekolah media. Program tersebut bertujuan untuk memberikan pelatihan skill media branding. Peserta yang mengikuti program ini tidak hanya dari Kota Metro, tetapi Pringsewu, Lampung Timur, Lampung Tengah, dan Tulang bawang.
Mustika Edi Santosa, Direktur Payungi University, menjelaskan, bahwa sekolah media memberikan ruang bagi anak-anak muda yang ingin belajar terkait media. Program ini akan dilaksanakan selama 4 kali pertemuan setiap akhir pekan. Terkait materi yang akan didapatkan seperti media literasi, konten marketing, fotografi, video, dan website.
Mustika berharap untuk kedepannya Payungi University dapat menjadi ruang belajar bagi semua orang, “Tidak hanya sekolah media saja, tapi nanti mereka bisa belajar sekolah desa, sekolah organik, dan sekolah wirausaha,” ujarnya saat diwawancarai Kronika, Sabtu (20/02).
Dharma Setiawan, Founder Payungi, mengungkapkan, tujuan dibentuknya sekolah media untuk memberikan pengetahuan bagi milenial. Untuk belajar lebih jauh terkait pengelolaan media. Selain itu, memberikan gambaran bagi pemuda bahwa media sosial di bangun untuk mengembangkan pengetahuan. Melakukan kolaborasi dengan membuat ruang kreatif dan pariwisata. Selain itu, gambaran mengenai kegiatan-kegiatan yang perlu dipromosikan melalui media.
Ia berharap agar anak muda mulai ingin mengintergrasikan. Sebab media adalah dunia bagi anak muda, satu sama lain saling berkoneksi, “Namun yang terpenting adalah dengan media mereka mampu bergotong royong. Membangun pergerakan sosial seperti membuat konten kreatif, youtuber, selebgram, desain grafis, serta audio visual,” ungkapnya pada Kronika, Sabtu (20/02).
“Hal yang paling bijak di dunia ini adalah kamu berani menertawakan dirimu, yang repot adalah kamu punya kekurangan tapi kamu tidak mau melihat kekuranganmu dimana”, tambahnya.
Dhanes Bimantoro, salah satu peserta, mengungkapkan, program sekolah media dapat membuka wawasan. Seperti menjadi penggerak yang memiliki masalah dengan sosial media branding.
(Reporter/Salsa)