38°C
24 April 2024
Cerpen IAIN Kampus Kota Metro Mahasiswa

Senja di Ujung Kota

  • Desember 26, 2018
  • 6 min read
  • 45 Views
Senja di Ujung Kota

Namaku Budi Utomo. Aku berasal dari Desa lebih tepatnya Desa Suka Maju yang terletak di Provinsi Lampung. Ayah dan Ibuku seorang petani. Kehidupan yang sederhana mengajarkanku banyak hal, bahwa hidup harus terus bersyukur dengan apa yang kita punya. Mungkin keluargaku dari keluarga yang sederhana tapi untuk masalah pendidikan Ayah dan Ibuku mempunyai keinginan, yaitu aku harus bisa menjadi sarjana.

Kehidupanku tak semudah orang lain lihat, aku harus membantu keluargaku untuk biaya sekolahku. Aku tak ingin terlalu menjadi beban kedua orang tua ku. Oleh karena, setiap pulang sekolah aku selalu membantu Ayah di sawah. Angin sore yang sejuk membuat pekerjaan yang ku lakukan tak begitu berat.
Aku selalu suka di sawah karena aku bisa melihat indahnya matahari terbenam dan selalu banyak pengandaian yang ku buat saat ku melihat senja. Karena senja itu indah dengan warnanya yang cerah, semua orang bisa melihat senja tapi hanya sebagaian orang yang rela menunggu senja. Ya, itu ibarat seperti orang yang ingin sukses tetapi tidak ingin berjuang dan hanya bermalas-malasan.
Banyak pengandaian yang ku buat tapi hanya satu pengandaian yang ingin ku wujudkan. Salah satunya adalah aku bisa melanjutkan mimpiku di kota dan memulai kehidupan baru di kota mungkin aku bisa mengubah nasib keluargaku di desa. Agar Ayah dan Ibu ku bisa merasakan hidup yang berkecukupan dan menikmati masa tuanya dengan tenang.
Tak ada tv yang menyala ketika malam, ya keluargaku hidup sederhana bahkan hp saja aku tidak punya. Mungkin kalian bingung bagaimana aku mengerjakan tugas, tahu info tentang sekolah. Jawabannya gampang aku mempunyai satu sahabat yang sangat peduli dan mengerti akan keadaan keluarga ku. Dia tak pernah mengeluh akan segala kekurangan ku.
“Yah, Budi ingin melanjutkan kuliah di kota” Tanya ku saat Ayah sedang duduk menikmati kopinya.
“Bagaimana dengan biaya kuliah dan hidupmu nak, untuk sekolah saja kita semua harus bekerja keras” Jawab Ayah dengan pandangan lurus ke depan.
Salah satu alasan kenapa aku tak pernah membahas tentang kuliah dan lebih sering berandai-andai dibawah senja. Aku berani berandai-andai karena aku punya otak yang bisa ku andalkan, bukannya aku sombong hanya saja aku bisa dibilang siswa terpintar di sekolah. Kurang lebih 2 bulan lagi masa sekolah ku selesai dan kepala sekolah memberiku surat rekomendasi beasiswa di kota.
“Aku akan ikut jalur beasiswa yah, jadi ayah tak usah khawatir tentang biaya” Jawab ku sambil terus meyakinkan ayah.
“Baiklah nak, jika itu yang kau inginkan. Ayah dan Ibu hanya bisa membantumu dengan doa.
Jika ayah sudah memberi retu, aku sudah tenang dan bisa fokus meraih beasiswa. Tak mudah memang mendapatkan beasiswa itu, tapi demi ayah dan ibu ku aku harus bekerja keras.
2 Bulan kemudian
Hari ini adalah pengumuman kelulusan beasiswa sekaligus pengumuman kelulusan SMA Tribakti. Semua murid kelas 12 berkumpul di aula sekolah dan kepala sekolah sudah berdiri di podium depan.
“Baik semuanya diharapkan diam” suara kepala sekolah menggema di dalam ruangan yang langsung membuat semua murid diam.
“Baik tak banyak yang akan bapak sampaikan, terimakasih atas kerjasamanya selama ini, maaf jika selama sekolah disini kalian semua mendapat perlakuan yang kurang baik. Terimakasih telah menyukseskan Ujian Nasional. Hari ini bapak akan mengumumkan kelulusan kalian dan mengumumkan siapa yang mendapat beasiswa di kota”
Semua murid yang berada di dalam ruangan langsung saling pandang dan menguatkan satu sama lain.
“Aku harap kau mendapatkan beasiswanya Bud” ucap Rudi sambil menepuk pundak Budi.
“Kalian semua lulus 100%” lanjut kepala sekolah yang langsung disambut riuh oleh semua murid kelas 12 SMA Tribakti.
“Harap tenang semuanya, Bapak akan membacakan nama-nama yang mendapat beasiswa di kota. Nama pertama Budi Utomo, yang kedua Sarena. Hanya dua murid yang mendapat beasiswa bapak harap kalian bisa mempertahankan beasiswa ini hingga lulus” ucap kelapa sekolah. “Baik, bapak harap kalian bisa melanjutkan pendidikan kalian, bapak ucapkan terima kasih untuk semua”. Lanjutnya dan langsung meninggalkan aula.
Semua murid saling memberi selamat dan menangis haru. Yaa memang seperti ini setiap awal akan selalu ada akhir. Tapi bagi Budi ini bukan akhir tetapi ini semua awal hidup yang akan dia lalui nantinya.
3 Tahun Kemudian
“Budi” panggil seseorang yang membuat langkah Budi berhenti. Budi langsung membalikan badannya dan menatap seseorang yang di depannya dengan alis terangkat.
“Kamu dipanggil Pak Benu di ruangannya” ucap Gadis yang memanggil Budi. Mendengar apa yang diucapkan Gadis, Budi hanya mengangguk dan langsung pergi meninggalkan Budi.
Budi tidak bermaksud bersikap seperti itu kepada Gadis, Budi hanya ingin menjaga jarak dengan seorang perempuan sampai ia bisa membahagiakan kedua orang tuanya. Budi berjalan ke ruang Pak Benu dengan tatapan yang lurus ke depan. Satu yang menjadi pikiran Budi kenapa ia dipanggil disaat skripsi yang ia kerjakan sudah selesai dan mendapat acc dari para dosen pembimbing.
Tok tok tok,
“Masuk” ucap pak Benu dari dalam. Budi yang mendengarnya langsung masuk ke dalam.
“Sidang skripsi mu akan di majukan minggu depan, karena bulan depan acara wisuda untuk mahasiswa yang mendapat predikat cum laude” ucap pak Benu ketika Budi sudah berdiri di depan mejanya.
“Baik pak, apa ada yang ingin bapak sampaikan lagi” Tanya Budi sebelum meninggalkan ruangan pak Benu.
“cukup, kamu bisa keluar sekarang” ucap pak Benu yang mebuat Budi langsung meninggakan ruangan pak Benu.
3 Bulan Kemudian
Budi berhasil lulus dengan dengan nilai terbaik satu bulan yang lalu dan langsung mendapatkan pekerjaan di kota. Seperti keinginannya dulu ia ingin membahagiakan orang tuanya dan membawanya ke kota. Sekarang keinginan itu bisa terwujud dan sekarang keluarga Budi pindah ke kota tepatnya di ujung kota dengan pemandangan senja yang indah.
“Usaha mu tidak sia-sia Bud, ayah bangga kepadamu” ucap ayah Budi sambil menepuk-nepuk pundak putra kebanggaannya.
“Sekarang ayah dan ibu tidak usah repot-repot bekerja. Budi yang akan menanggung semua kebutuhan kita. Ayah dan ibu tinggal menikmatinya” ucap Budi yang langsung memeluk ayahnya. Dari dalam ibu Budi melihat anak dan suaminya berpelukan sambil tersenyum dan menangis bahagia. Karena kehidupan yang selama ini tak pernah ia bayangkan bisa ia rasakan bersama keluarga kecilnya, dan semua ini berkat anaknya yang tak pernah menyerah untuk membahagiakan orang tuanya.
Ya, namanya juga hidup harus melalui banyak rintangan dan usaha yang keras untuk mendapatkan apa yang diinginkan. Tak akan ada usaha yang sia-sia jika kita bersungguh-sungguh. Karena jika tujuan kita baik Allah akan memudahkan rintangan dan akan selalu memberi jalan.

Baca Juga:  Kabar Kasus Covid-19 di Kota Metro

Sumber : Febri Ma’arifatul Khasanah

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *