Kasus Dugaan Korupsi “Mahasiswa Tuntut Ketegasan Pimpinan STAIN”
Sabtu (22/10) terjadi kericuhan antar mahasiswa di gedung serba guna (GSG) STAIN Jurai Siwo Metro. Hal ini dikarenakan ada perselisihan pendapat antara mahasiswa baru, pengurus Kabinet Badan Eksekutif Mahasiswa Sekolah Tinggi (BEM ST) dan Presiden Mahasiswa Karmawan. Jalan ceritanya, acara sharing yang diadakan oleh presiden mahasiswa ini berjalan molor karena dalam surat edaran tertulis waktu acara pukul 16.00 waktu setempat dan puluhan mahasiswa sudah berkumpul di gedung serba guna (GSG). Namun, presiden mahasiswa belum tampak juga. Pada pukul 16.45 WIB Karmawan selaku presiden mahasiswa baru tampak dan masuk ke GSG. Acara pun tidak langsung dimulai, namun masih Karmawan masih menunggu Sekretaris Jendral BEM ST Vino Calestial selaku ketua pelaksana pada acara ta’aruf yang diduga bermasalah oleh mahasiswa penuntut.
Saat di sela-sela menunggu, Karmawan menyampaikan kepada mahasiswa yang berada di gedung GSG yang boleh berada di dalam hanya mahasiswa semester I. “Acara ini akan saya buka dengan catatan forum steril. Dan saya tegaskan yang ada di dalam ruangan hanya mahasiswa baru, karena ini sharing dengan mahasiswa baru,” kata Karmawan. Namun hal tersebut menimbulkan adu mulut antara mahasiswa dan presiden mahasiswa. Karena sebagian mahasiswa angkatan atas ingin ikut andil dan menyaksikan secara langsung laporan dari presiden mahasiswa dan ketua pelaksana terkait kegiatan ta’aruf BEM ST.
Pro dan kontra mengenai diperbolehkan atau tidaknya mahasiswa semester atas berada di gedung GSG terjadi. Dewi Masitoh mahasiswi prodi PAI semester I maju ke depan dan mengatakan bahwa, “Ini kan benar-benar acara khusus dengan mahasiswa baru, karena yang bermasalah ini dengan mahasiswa baru, kalau ada semester atas nanti gak selesai-selesai,” ujarnya. Hal tersebut mendapat tanggapan dari Riki mahasiswa prodi AHS semester I yang tidak sependapat. “Kami di sini butuh kakak tingkat untuk mendampingi kami (mahasiswa baru, red), karena mahasiswa baru kan belum tahu apa-apa. Sebenarnya apa salahnya jika kakak tingkat ada di dalam GSG, kita di sini dibantu kakak tingkat kita,” ujarnya.
Hasanuddin Muhammad selaku Menteri Badan Usaha Mahasiswa angkat bicara, “kita harus berfikir secara demokrasi, jadi acara ini harus ada keterbukaan dan Menteri-Menteri harus ada untuk menjelaskan. Karena permasalahan ini bukan rahasia lagi kenapa harus tertutup. Sebenarnya juga sudah tidak ada pertanggung jawaban, karena kegiatan ta’aruf saja ilegal. Pungutan liar. Untuk pertanggung jawabannya sudah dari awal melakukan kesalahan, awal pelaksanaan tidak dapat ijin, tidak perlu adanya laporan pertanggung jawaban. Anda (Karmawan, red) sudah melakukan kesalahan. Mengenai hal ini presiden tidak berhak lagi,” tutur Hasan dalam perdebatan.
Hal tersebut dibantah oleh Karmawan mengatakan bahwa acara ini bukan laporan pertanggung jawaban, namun dari keterangannya merupakan acara sharing khusus mahasiswa baru. “Di sini bukan laporan pertanggung jawaban, ini cuma sharing dengan mahasiswa baru. Setelah hasil dari ini yang semester atas jika ingin tahu bisa tanya langsung ke mahasiswa baru tapi setelah forum ini selesai. Yang berada di dalam hanya mahasiswa baru, ketua pelaksana, presiden mahasiswa beserta wakil dan bendahara. Yang lain diharapkan untuk keluar, sekalipun itu Menteri, saya harap untuk keluar,” ujar Karmawan.
Tidak lama kemudian pukul 17.00 Ketua pelaksana Vino Calestial hadir. Namun perdebatan mengenai kebijakan presiden mahasiswa yang tidak membolehkan mahasiswa semester atas masih terus berlangsung. Karmawan terus bersikukuh agar ruangan steril dari mahasiswa semester atas, namun mahasiswa semester atas tetap bertahan di tempat. Nanang Abdul Jamal mahasiswa program studi PAI semester III mengungkapkan kemarahannya karena presiden berlaku tidak terbuka dan demokrasi. “Mahasiswa baru belum tahu apa-apa, ditakutkan mudah dibohongi. Semester atas di sini untuk mendampingi mereka. Sudah jelas kegiatan ilegal, ini tidak ada pembelaan lagi,” tegas Nanang.
Lalu Karmawan menawarkan dua opsi untuk mahasiswa baru dalam mengambil keputusannya. Opsi pertama,mahasiswa semester atas dapat ikut acara dan opsi kedua, acara disterilkan dari mahasiswa semester atas. Setelah di ditawarkan ke dua opsi tersebut, sebagian besar mahasiswa baru memilih opsi pertama yang dilihat dari banyaknya jumlah mahasiswa yang mengangkat tangan. Selanjutnya, Karmawan memutuskan mahasiswa semester atas diperbolehkan berada di ruangan namun tidak memiliki hak bicara. “Acara segera dimulai dengan catatan semua mahasiswa boleh masuk tetapi mahasiswa semester I duduk di bagian depan dan mahasiswa semester atas tidak memiliki hak berbicara,” ucap Karmawan.
Menteri sosial Dedi Aliyansyah yang merupakan sekretaris pelaksana pada kegiatan ta’aruf pun saat itu di usir oleh Karmawan dari bangku depan untuk pindah ke bangku belakang. Dedi pun berkomentar, “Saya kan sekretaris pelaksana, kenapa duduk di balakang,” ucap Dedi dengan nada kesal dan sambil pindah posisi duduk ke belakang. Acara segera dimulai dan baru beberapa kata diucapkan oleh Karmawan. Hasan berkomentar kembali. Selanjutnya Karmawan mulai naik pitam. ”Tolong diam, anda (Hasan, red) tidak punya hak bicara,” ucap Karmawan sambil memukul meja.
Hasan pun tidak terima atas perlakuan tersebut dengan terus berkomentar dan menimbulkan perselisihan di antara keduanya. Karmawan dan Hasan saling mengacungkan tangan dan Karmawan turun dari panggung GSG untuk menemui Hasan. Masa yang pro terhadap Karmawan yang juga semester atas maju ke depan begitu juga masa yang kontra terhadap kebijakan Karmawan yang tidak memberikan hak berbicara kepada mahasiswa semester atas. Dari kedua masa tersebut saling baku hantam. Puluhan mahasiswa baru yang menyaksikan kejadian itu mulai ketakutan.
Perkelahian tersebut semakin memanas dan saling melempar kursi yang ada di GSG. Melihat kejadian tersebut mahasiswa baru langsung berhamburan lari keluar GSG sambil berteriak histeris dan sebagian mahasiswi ada yang menangis. Pihak keamanan satpam yang saat itu terdapat empat orang tidak sanggup melerai perkelahian mahasiswa yang terus berlanjut hingga di luar GSG. Satpam dan beberapa mahasiswa saat itu terlihat terus berusaha membubarkan perkelahian tersebut dan sekitar pukul 17.45 perkelahian mulai dapat diredakan. Acara yang saat itu sama sekali tidak didampingi oleh pimpinan STAIN Metro berakhir ricuh dan mengakibatkan beberapa mahasiswa mengalami luka-luka.
Mengenai hal ini Sutimin selaku komandan satpam STAIN Metro mengungkapkan rasa kekecewaannya terhadap peristiwa tersebut. Menurutnya, mahasiswa saat itu tidak berfikir panjang sehingga mengakibatkan terjadi kekerasan. “Saya sangat kecewa, harusnya mahasiswa memakai IQ nya, mahasiswa kan kaum intelektual. Apalagi ada mahasiswa baru, jangan mengajarkan kekerasan di depan mereka. Saya pun saat itu sulit melerai karena sangat banyaknya mahasiswa yang berkelahi,” tutur Sutimin.
Aksi protes ke lembaga
Senin (24/10) puluhan mahasiswa mengadakan aksi unjuk rasa ke lembaga terkait kasus presiden mahasiswa yang juga belum ada titik terang. Mereka menanyakan tindak lanjut dari pihak lembaga dalam ketegasannya menyelesaikan kasus tersebut. Mereka berorasi di depan gedung Rektorat. Hasanuddin selaku koordinator aksi mengatakan bahwa pihak lembaga harus segera bertindak tegas dalam kasus pelanggaran yang dilakukan oleh presiden mahasiswa. “Sudah dua minggu tidak ada tindakan apapun dari lembaga. Lembaga tidak tegas, kemarin Sabtu sudah terjadi tragedi berdarah. Untung saja tidak ada yang sampai mati. Apa pihak lembaga menunggu ada korban jatuh dulu baru bertindak, jangan sampai kejadian kemarin sampai terulang lagi?,” tutur Hasan kepada Puket III Hemlan Elhany.
Lalu Hemlan Elhany mengajak perwakilan untuk berdiskusi di ruang tamu ketua STAIN Metro lantai II gedung rektorat. Namun massa menolak jika yang ikut berdiskusi hanya perwakilan saja, pihak massa meminta seluruh mahasiswa yang aksi diijinkan masuk untuk ikut berdiskusi dan akhirnya diijinkan Puket III. Dalam diskusi tersebut pihak massa menyampaikan tujuh tuntutan terkait kasus pelanggaran yang dilakukan pemimpin BEM ST yang dicantumkan dalam selebaran.
Tuntutan tersebut yakni, pertama; pulangkan uang mahasiswa baru yang dipungut liar oleh oknum tertentu. Kedua; Berhentikan pihak-pihak terkait (Presma, Sekjend, oknum anggota DLM ST yang terlibat). Ketiga; pihak terkait meminta maaf kepada seluruh civitas akademika. Keempat; kasusnya diproses sesuai peraturan yang berlaku. Kelima; non aktifkan sementara pihak yang terlibat selama proses hukum dan apabila terbukti melanggar kode etik maka harus dipecat. Keenam; secepatnya untuk dilakukan proses hukum. Ke tujuh; hapuskan BEM dari KKN (korupsi, kolusi dan nepotisme).
Namun Hemlan Elhany selaku pimpinan yang mengurusi bagian kemahasiswaan saat itu tidak dapat megambil keputusan karena menurutnya perlu di musyawarahkan dengan pimpinan STAIN. “Masalah ini bukan wewenang bapak sendiri, dan untuk saat ini bapak ketua (Prof. Dr. Edi Kusnadi, M. Pd, red) sedang tidak ada. Sedang ada pertemuan di Bandar Lampung, kata Hemlan.
Kepala bagian Administrasi Mokhtaridi Sudin yang saat itu ikut bermusyawarah dengan mahasiswa mengatakan bahwa jika memang benar pihak yang dituding melakukan pungutan liar menurutnya hal itu melanggar peraturan “Mengenai hal ini karena dari awal tidak ada sangkutan lembaga, jadi lembaga tidak tahu. Masukkan laporan ke lembaga, kemudian akan di sidang kode etik,” jelas Kabag Administrasi kepada mahasiswa.
Puluhan mahasiswa saat itu terus mendesak agar pihak pihak lembaga untuk mengambil tindakan saat itu juga. “Maaf pak, kalau kasus ini tidak ada tindakan tegas dari lembaga, kasus ini akan kami bawa keluar,” tegas salah satu penuntut. Kemudian Puket III terus menjelaskan bahwa kewenangan hal ini tidak dapat diambil hanya sepihak. “Besok pimpinan akan rapat, tolong tunggu hasilnya. Sekarang pak Ketua sedang tidak ada, lagi ada pertemuan di Bandar Lampung,” terang Hemlan.
Puluhan mahasiswa penuntut saat itu tetap bertahan di ruang tamu untuk menunggu Ketua STAIN datang. “Kami akan tetap di sini sampai pak ketua datang,” jelas Hasan. Mokhtaridi Sudin saat itu mengizinkan. “Silahkan menunggu, tapi ketertiban, keamanan harus tetap dijaga. Jangan sampai menggagu aktifitas lembaga. Mengenai hal ini saya hargai dan saya terima aspirasi kalian, saya hanya bias melakukan seperti itu, tidak bisa melakukan apa-apa,” tutur Mokhtaridi. Namun hingga siang hari ketua STAIN tidak juga datang, para penuntut satu persatu membubarkan diri.
Pada Rabu (26/10), aksi unjuk rasa mengenai meminta ketegasan pihak lembaga terhadap kasus dugaan korupsi dana ta’aruf BEM Sekolah Tinggi (ST) terjadi kembali. Puluhan mahasiswa yang mengatasnamakan Forum Demokrasi Mahasiswa (Fordem) mendesak pihak lembaga untu segera menindak lanjuti pelanggaran yang dilakukan oleh oknum-oknum tertentu dengan mengatasnamakan BEM ST. Dalam aksi ini diikuti beberapa pejabat mahasiswa diantaranya Gubernur BEM Jurusan Tarbiyah (JT) Yulastri dan Gubernur BEM Jurusan Syari’ah (JS) Saiful Anwar.
Dalam aksi tersebut, mereka berorasi dengan mengatakan bahwa mahasiswa sangat kecewa terhadap kerja presiden mahasiswa, sekretaris jendral dan salah satu calon DLM terpilih dengan tindakan mereka yang diindikasi korupsi sebagai program kerja pertama. “Sudah dua minggu kasus ini dibiarkan, ini tidak ada bentuk ketegasan ketua STAIN dalam membangun civitas akademika,” teriak salah satu pengunjuk rasa.
Selang 30 menit kemudian Hemlan Elhany yang saat itu sedang menghadiri seminar proposal salah satu mahasiswa datang ke lokasi aksi. Hemlan Elhani pun menjelaskan bahwa ketua STAIN saat itu sedang ada pertemuan di Bandar Lampung dan mengajak perwakilan mahasiswa untuk dapat berdiskusi di ruang tamu ketua STAIN. Beberapa mahasiswa yang diantaranya Gubernur BEM JT dan BEM JS ikut untuk mewakili mahasiswa.
Dalam diskusi tersebut Slamet Riadi selaku koordinator menyampaikan tututannya yakni pertama; meminta ketua STAIN bersikap tegas dalam permasalahan-permasalahan kampus. Kedua; kembalikan uang ta’aruf mahasiswa baru yang dipungut ilegal oleh BEM ST dan segera ditindak lanjuti kasus ini kepada pihak berwenang. Ketiga; bekukan BEM ST yang telah merusak nama baik KBM (keluarga besar mahasiswa) STAIN Metro dengan melakukan pungutan liar dan tidak bertanggung jawab. “Masalah ini harus segera ditindak tegas, beritanya sudah sampai ke mana-mana. Ini pun sudah mencemarkan KBM STAIN. Jadi bekukan BEM ST, pulangkan uang mahasiswa karena itu hak mereka.
Andi Setiawan berkomentar, “yang saya ingat dulu ada mahasiswa yang maling (mencuri, red) hanya perangkat komputer yang nilainya tidak sampai Rp 2 juta tidak ada seminggu langsung di DO (drop out, red). Namun kejadian saat ini, terjadi korupsi senilai Rp 20 juta lebih sudah lebih dari dua minggu tidak ada tindakan dari lembaga, lalu di mana letak keadilannya,” tutur Andi.
Mengenai hal itu Hemlan berkata, “sebagai solusinya nanti ketemu dengan pak Edi (ketua STAIN, red) dulu, karena sebagai Puket III akan berkoordinasi dengan pak Edi dari hasil laporan kalian,” jelasnya. Yulastri pun angkat bicara, “pimpinan STAIN seharusnya sudah paham tentang pelanggaran yang dillakukan BEM ST, karena itu sudah jelas. Ketegasan pimpinan STAIN harus diperlihatkan. Karena frame yang sudah tertanam dalam kampus ini adalah lahan suci,” tutur Gubernur BEM JT dengan nada cepat. Puket II Zainal Abidin mengatakan bahwa masalah ini sudah sangat serius dan kronis yang menurtnya perlu adanya rapat pimpinan karena tidak bisa diambil keputusan sepihak.
Selain itu, aksi tersebut meluncurkan tuntutan kepada lembaga untuk segera meng SK-kan Dewan legislatif mahasiswa (DLM) ST, DLM JT dan DLM JS. Aksi tersebut sekaligus menuntut lembaga untuk bertindak tegas terhadap Bupati BEM PBI, BEM PAI dan BEM PBA yang sekehendaknya memaksa, mewajibkan dam mengitervensi mahasiswa baru untuk ikut acara mereka. Andi Setiawan saat itu menjelaskan dari ketiga BEM prodi tersebut diketahui telah mengintervensi mahasiswa bahwa sertifikat ta’aruf merupakan salah satu syarat untuk mengikuti ujian munaqosyah. “Saya dengar mereka juga mengatakan kepada mahasiswa baru bahwa sertifikat ta’aruf wajib serta syarat untuk ikut ujian munaqosyah, ini merupakan pelanggaran yang bertentangan dari peraturan lembaga. Ini kan sudah parah banget,” ungkap Andi kepada Puket III Hemlan Elhani dan Puket II Zainal Abidin.
Hal itupun langsung mendapat tanggapan dari Zainal Abidin. “Jika beberapa BEM Prodi yang dituding memang benar melakukan hal tersebut maka itu pelanggaran, karena sudah menyalahi peraturan lembaga,” ujarnya. Hemlan Elhani pun angkat bicara, “masalah itu saya baru dengar dan baru ada laporan hari ini. Jadi pihak-pihak yang bersangkutan akan segera dipanggil baik pihak korban dan pelakunya. Hal ini perlu adanya bukti-bukti dan saksi-saksi agar tidak asal tuduh,” terang Hemlan.
Lalu, mengenai permasalahan DLM yang belum di SK-kan Andi Setiawan mengatakan bahwa BEM itu tidak boleh bekerja kalau DLM belum ada. Lebih lanjut, Hemlan Elhany menyampaikan untuk mengenai masalah pembentukan DLM solusinya pihak lembaga akan mengundang semua anggota DLM terpilih. Dalam musyawarah tersebut antara Puket III, Puket II dan mahasiswa menghasilkan sebuah kesepakatan. Pihak lembaga berjanji bahwa ketua STAIN akan tegas mengenai pembentukan formatur DLM serta akan segera diundang dan dikumpulkan 14 anggota DLM terpilih untuk rapat pleno pada Jum’at (28/10). Mengenai pembentukan formatur DLM tersebut disepakati pula dalam rapat pleno jika ada anggota DLM terpilih yang tidak hadir harus menerima konsekwensi untuk menerima hasil dari rapat tersebut.
“Mengenai hal ini tolong diberi waktu dulu, karena pimpinan sedang dinas keluar. Hal-hal yang disuarakan hari ini akan ditindak lanjuti dan ditindak tegas,” ucap Puket III. Yulastri pun menambahkan poin pada akhir musyawarah untuk pemilihan pemimpin ke depan, pimpinan STAIN harus paham tentang kemahasiswaan. “Tapi yang saat ini pimpinan tidak paham tentang keorganisasian mahasiswa,” terang Yulastri.
Di tempat dan waktu terpisah, dari keterangan Hemlan Elhany dalam pasca aksi unjuk rasa mahasiswa tersebut pihak lembaga sudah bermusyawarah dan menghasilkan beberapa keputusan mengenai kasus pelanggaran yang dituding kepada beberapa oknum. “Hasil musyawarah pertama pihak BEM ST harus melaporkan hasil pertanggung jawaban dan saat ini laporannya sudah ada di tangan. Kedua, harus ada laporan khusus dari mahasiswa baru yang menjadi korban dan tidak ada dari mahasiswa semester atas. Ketiga, pelapor untuk menyerahkan bukti-bukti penerimaan uang atau kwitansinya,” tutur Hemlan saat kunjungannya ke gedung UKM.
Laporan: Mustahsin, Tyas, Annisa