38°C
19 April 2024
Cerpen Fiksi Hari ibu Karya

Rajutan Asa Malaikat Tak Bersayap

  • Desember 22, 2020
  • 3 min read
  • 49 Views
Rajutan Asa Malaikat Tak Bersayap

Aku adalah mahasiswa yang acuh terhadap lingkungan sekitar. Cukup diriku dan egoku sendiri yang hanya kutahu di sini. Gadis yang memiliki bangku favorit, duduk di sudut kelas membuat diriku seperti terisolasi dan tidak memiliki teman.

Bangku kuliah, papan tulis, meja, dan kipas mereka lah temanku. Hingga suatu hari, ada yang menyapa dan bertanya mengapa aku sendiri? Apakah tidak ada rasa bosan, tidak ada keinginan untuk duduk di khalayak ramai kemudian tertawa lepas bersama semua orang?

Hanya sebuah senyuman yang menjadi jawaban untuk temanku. Sebab jauh dalam naluri, mengatakan bahwa mereka yang tertawa lepas memiliki ribuan kesedihan yang mereka sembunyikan dan akan mereka sampaikan di sepinya malam. Hanya tembok kamar yang menjadi saksi sebuah kehancuran yang ia baluti dengan canda tawa di depan khalayak ramai. Mereka yang tersenyum belum tentu mereka yang memiliki banyak kebahagiaan itu adalah alasan mereka untuk bisa beristirahat sejenak dengan beberapa lika-liku kehidupan.

Tepat hari ini, banyak yang berbicara bahwa ini adalah hari spesial. Hari dimana semua orang banyak yang berbicara tentang seorang ibu, karena bertepatan dengan hari ibu nasional. Dimana semua orang akan ramai menunjukkan kasih sayangnya terhadap ibu. Memberikan banyak kejutan kepada ibunya, memberikan bunga, kue, hadiah untuk ibunya. Lalu bagaimana dengan hari-hari kemarin, apakah waktu, menit, jam yang sudah terlewati hanyalah hari biasa yang kosong bahkan tidak memiliki arti? Apa hanya diriku yang menganggap setiap hari adalah hari ibu?

Ketika melewati sebuah gang, aku melihat gadis kecil yang menangis. “Mengapa menangis?” Tanyaku.

Sambil menangis ia menjawab, ‘’tadi aku saat aku melintasi sebuah rumah yang ramai sekali. Ternyata ada anak yang memberikan kejutan.”

Baca Juga:  Diklat LKK Wujudkan Generasi Muslim yang Visioner

“Memang apa kejutanya?” Tanyaku.

Lantas ia menjelaskan bahwa hari ini adalah hari ibu dan sang anak tersebut memberikan sebuah kejutan untuk momen hari ibu. Aku termenung dan menjadi penasaran, lantas apa yang membuatnya menangis. Ternyata ia merupakan seorang anak yang tidak pernah merasakan kasih sayang dari seorang ibu bahkan tidak mengetahui siapa ibunya.

Aku meraih tangan mungilnya, ku arahkan untuk memegang jantungnya yang berdetak.

“Pejamkan matamu dan rasakan kasih lembut seorang ibu di sini,” perintahku.

“Saya tidak merasakan apa-apa,” jawabnya dengan raut kebingungan.

“Suatu saat nanti, jika aku bertemu ibumu aku ingin mengucapkan banyak terimakasih. Sosoknya sudah mengantarkan gadis kecil ini dapat melihat dunia. Dengan bertaruh nyawa ia melahirkan seseorang anak perempuan yang cantik, hebat, kuat. Meskipun kamu tak pernah melihatnya, kamu harus tetap mengucapkan banyak terimakasih kepadanya,” ku lihat ia terus menangis sesenggukan.

Seketika gadis kecil tersebut memeluk erat tubuhku.

“Selamat hari ibu kak, untuk kakak yang kelak akan menjadi calon ibu,” ucapnya.

Begitulah sosok ibu, ia akan menjadi pembuka jiwa spiritual. Sosok yang memiliki banyak peran penting bagi anak-anaknya. Seseorang yang selalu mementingkan orang lain. Selalu berfikir bagaimana keinginan anaknya terpenuhi dan seorang anak hanya bisa menjadi seorang penuntut. Tak pernah mengenal kata lelah dan mengenal kata mengeluh.

Sosok malaikat bersayap yang senantiasa memastikan senyum terus mengembang pada bibir buah hatinya. Ia juga yang akan mengusap air mata dan berusaha untuk membuat percaya bahwa masih ada hari esok yang tidak menyakitkan.

“Semua asa yang kita bangun kala itu, semoga menjadi untaian keberhasilan di hari kelak ibu,” gumamku pada diri sendiri.

Baca Juga:  Pahlawan Sepanjang Hayat

Peran terbesar seorang ibu adalah sebagai support system terbaik sepanjang masa. Ketika buah hatinya merasa tidak bisa, ia akan menjadi garda terdepan untuk memberikan kepercayaan bahwa anaknya bisa. Kehadiran dan kelembutan yang diberikan akan menjadi penenang. Mengulurkan tangan disaat terjatuh serta memberikan nasehat semangat agar anaknya tersenyum kembali.

“Selamat hari ibu, malaikat bersayap di dunia,” ucapku lantas menaruh bunga di atas pusara.

Hana Tajima, Ibuku, terima kasih untuk hati yang telah kau berikan untuk diriku.

 

(Oleh: Ainayya)

Bagikan ini:
About Author

Redaksi Kronika

Leave a Reply

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *